Oleh Rivyan Bomantara
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
Arab Saudi, sebuah negara yang lekat dengan sebutan negara konservatif kini seolah menampakkan citra yang berbeda di mata dunia. Gebrakan demi gebrakan baru kini dihadirkan Negara Minyak tersebut. Adalah Mohammed bin Salman atau akrab disapa MbS dan Mr. Everything, seorang Putra Mahkota yang kini memimpin Arab Saudi menuju modernisasi dan sekularisasi.
Sekularisasi yang dimaksud disnini adalah memisahkan kehidupan sehari-sehari dengan urusan keagamaan, mulai dari gaya hidup hingga pelaksanaan pemerintahan. MbS juga bertujuan menjadikan Arab Saudi sebagai negara modern yang nyaman dan aman bagi para turis atau pengunjung dari Barat.
Januari lalu, publik sempat dibuat kaget atas pagelaran Tari Samba di Festival Musim Dingin Jazan di Arab Saudi. Terlihat tiga perempuan asing yang menari di jalan utama Jazan, lengkap dengan kostum khas Brazil yang warna-warni dan terbuka di bagian tangan, kaki, hinga perut.
Di zaman Mbs juga peran polisi syariat dihapuskan oleh otoritas Saudi. Hal itu membuat polisi syariat kini tak memiliki peran yang jelas. Padahal, sebelum hak prerogratifnya dicabut, polisi syariat bertugas untuk menegakkan hukum sesuai ajaran Islam. Selain itu, mereka juga bertugas untuk memantau perilaku sosial dan membatasi laki-laki dan perempuan. Pembatasan tersebut kini semakin dilonggarkan.
Selain itu, di bawah komando Mbs, perayaan natal semakin ramai dan semarak. Natal kini dihiasi oleh manusia manusia salju berhiaskan berlian, dekorasi natal di jalanan, serta berbagai ornamen khas Santa Claus yang dijual oleh pedagang-pedagang.
Salah satu penampakan yang mengguncang dunia internasional adalah diperbolehkannya penggunaan bikini di Arab Saudi, tepatnya di kawasan King Abdullah City. Para wisatawan di sana diperbolehkan datang berpasangan dan bebas mengenakan pakaian renang atau bikini di jalanan.
Mbs juga telah mencabut larangan penggunaan video call seperti Whatsapp dan Skype dengan syarat penggunaan aplikasi-aplikasi tersebut tetap dalam pantauan otoritas Saudi. Namun, yang paling menonjol dan mengundang pro-kontra di antara kebijakan-kebijakan Mbs tentunya ada persoalan hak-hak perempuan. Perempuan di Arab Saudi kini bagaikan burung yang telah lepas dari sangkar berjeruji.
Otoritas kehakiman Arab Saudi telah menghapus pasal 169 dalam Hukum Acara. Kini, perempuan di Arab Saudi dapat hidup sendiri tanpa persetujuan dari wali laki-laki. Hal ini berlaku bagi perempuan yang belum menikah, bercerai, bahkan janda. Selain itu, perempuan yang bebas dari penjara tidak diserahkan kepada wali mereka.
Perempuan di Arab Saudi kini juga dibebaskan untuk menyetir mobil, pergi ke bioskop, hingga masuk militer. Ya, sebelumnya perempuan tak diizinkan untuk mengemudi, sebelum pada tahun 2017 Mbs mengakhiri kebijakan yang kontroversial tersebut. Tiga bulan berselang, Mbs juga memperbolehkan perempuan untuk pergi ke bioskop. Di awal tahun lalu, pemerintah Arab Saudi bahkan membuka pendaftaran Angkatan Bersenjata bagi perempuan yang berusia 21-40 tahun.
Kebijakan-kebijakan MbS tersebut tentunya melahirkan pelbagai macam reaksi, baik pro maupun kontra. Banyak pihak menilai kebijakan-kebijakan tersebut membuat Arab Saudi semakin liberal, bahkan beberapa justru mengatakan bahwa keanehan yang ada di Arab Saudi sebagai tanda-tanda akhir zaman. Hal ini disebabkan reputasi Kerajaan Arab Saudi sebagai negara Islam yang sangat kental dalam peraturan-peraturan berbau “islamis” dan konservatif.
Polemik yang ditimbulan dari kebijakan-kebijakan ini memang tak terhindarkan. Nilai-nilai yang telah terlanjur melembaga dalam masyarakat selama berabad-abad lamanya bukan tidak mungkin akan melahirkan benturan, dimulai dari tatanan akar rumput. Jadi, bukan hal yang mudah untuk menjadikan Arab Saudi menjadi negara sekuler dan terbuka. Butuh puluhan tahun, itu pun mungkin masih kurang.
Visi 2030 dan Peralihan Ujuk Tombak Ekonomi
Kebijakan-kebijakan kontroversial MbS ini selaras dengan Visi 2030 yang dibuatnya. Isi dari Visi 2030 Arab Saudi yang diprakarsai oleh MbS adalah rencana jangka panjang untuk meminimalisir ketergantungan Arab Saudi pada minyak bumi. Selain itu, Visi 2030 yang dicetuskan juga mendiversifikasikan ekonomi dan mengembangkan sektor layanan umum mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga pariwisata.
Beberapa pihak menyatakan bahwa Visi 2030 MbS untuk menarik investasi asing di luar minyak dan gas sebesar US$ 100 miliar tidak masuk akal. Target tersebut justeru dapat mengancam reputasi serta kredibilitas dari Arab Saudi.
Faktanya, reformasi ekonomi ini membuahkan hasil yang menakjubkan. Per tanggal 2 Februari 2022 lalu, Kementerian Perdagangan Arab Saudi mencatat kenaikan jumlah pendaftaran komersial tertinggi di industry hiburan dan seni maupun pariwisata. Jika dibandingkan dengan enam tahun terakhir, Arab Saudi mengalami peningkatan sebesar 906%. Angka yang fantastis. Kementerian Arab Saudi mengeluarkan 2.847 register komersial untuk sektor ini, sedangkan yang diterbitkan enam tahun yang lalu hanya 283 register. Total jumlah register komersial sekarang lebih dari 11.000.
Meskipun kontroversial, kebijakan-kebijakan MbS dapat dinilai rasional. Bagaimana tidak, perekonomian Arab Saudi sebelum era MbS bergantung sepenuhnya dari pendapatan minyak dan gas, bahkan mencapai 50% dari total pendapatan pemerintah. Sedangkan menurut Fragile States Index, Arab Saudi berada di peringkat 101 dari 178 negara. Padahal, harga minyak mentah yang selalu naik-turun sejak 2015.
Meskipun tidak terlalu berbahaya, langkah MbS untuk mengantisipasi krisis di masa depan dapat dinilai sebagai langkah yang berani. Isu stabilitas ekonomi dapat menciptakan stabilitas harga sebab dengan perekonomian yang stabil membuat biaya rendah dan terjangkau. Sebaliknya, tanpa stabilitas ekonomi, rakyat akan disengsarakan, sebab rencana masa depan susah untuk dicapai, terutama dalam jangka panjang terlait investasi.(*)