Kasus Kepemilikan Deposito Bos PT HMH
MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Sidang dugaan pemalsuan surat untuk pencairan deposito Taseto Bank BTPN Malang, digelar kembali Senin (23/10) di PN Malang. JPU Kejari Kota Malang menghadirkan enam saksi yang mengetahui proses pembukaan hingga penutupan rekening Taseto milik Direktur PT Hardlent Medika Husada (HMH), FM. Valentina.
Enam saksi yang dihadirkan jaksa, malah meringankan posisi Valent dalam perkara itu. Kali pertama, saksi yang diperiksa yakni Nurul Fauziah, SE, marketing Bank BTPN Malang. Dia yang menjadi saksi kunci perkara pidana ini, menyebutkan bila pembukaan rekening Taseto, pemindah bukuan, penutupan hingga penarikan uang itu, dilakukan oleh Valent sendiri.
Sebundel form aplikasi hingga contoh tandatangan dan penutupan dilakukan dan disetujui dr. Hardi Soetanto, saat masih menjadi suami Valent di rumah mereka, Jalan Pahlawan Trip Kota Malang. “Memang saya menjelaskan, untuk membuka rekening Taseto itu, harus pakai nama lain karena bu Valent sudah memiliki rekening Taseto. Yang belum adalah dr Hardi,” tuturnya.
Atas dasar itulah, Hardi menyetujui pembukaan rekening itu dengan menggunakan namanya karena uang Rp 500 juta yang dipakai untuk membuka rekening adalah milik Valent. “Saya sebagai marketing Bank BTPN Malang membantu mengisikan form dokumen aplikasi di hadapan bu Valent dan dr Hardi di rumahnya,” paparnya.
“Termasuk saat bu Valent tandatangan semua form atas nama suaminya, diketahui oleh dr Hardi. Tidak ada masalah. Setelah semua selesai, saya yang membawanya form itu ke customer service BTPN untuk proses pembukaan rekening. Uang untuk membuka rekening itu, didebet dari rekening bu Valent ke rekening baru Taseto atas nama dr. Hardi,” ujarnya.
Dikatakan Nurul, semua yang dilakukan adalah instruksi Valent dan Hardi. “Setelah itu muncul buku tabungan Taseto baru atas nama dr Hardi. Uang itu baru kembali lagi ke rekening bu Valent, setelah jatuh tempo enam bulan kemudian. Selain dapat LCD TV, bu Valent dan dr Hardi menerima bunga yang totalnya sekitar Rp 14 juta,” urai dia.
Sementara itu empat saksi lain dari Bank BTPN Malang, yakni Setyaningrum, Listyawati, Lisa hingga Dito lebih menjelaskan terkait proses SOP yang harus dijalankan saat pembukaan hingga penutupan rekening baru. “dr Hardi malah komplain tidak pernah merasa membuka rekening tersebut,” ujar Listyawati, mantan Funding Branch Manager Bank BTPN Malang.
Sedangkan Hendri Irawan, anak alm. dr Hardi mengetahui kalau ayahnya memiliki rekening Taseto di Bank BTPN Malang. “Papa saya hanya cerita punya rekening itu,” katanya. Tapi dia tidak pernah tahu bentuk fisik seperti buku tabungan yang bertuliskan uang rekening Rp 500 juta itu ataupun proses pembukaan hingga penutupan rekening.
Dikonfirmasi terpisah, Andry Ermawan, SH dan Agus Budi Wahono, SH, dua penasihat hukum Valentina sepakat bila tidak terjadi masalah pidana dalam perkara itu. “Saksi yang kami tunggu adalah Nurul. Dia saksi fakta yang langsung bertemu dengan korban (dr Hardi) dan Valentina. Sudah jelas dikatakan, semua aplikasi permohoan pembukaan dan penutupan rekening disaksikan korban,” terangnya.
“Artinya kuat. Tidak terjadi masalah. Pembukaan dan penutupan rekening itu dibiarkan atau dibolehkan oleh korban. Itu keterangan Nurul di depan majelis hakim. Sudah kita pertegas berkali kali. Diceritakan dia, uang Rp 500 juta itu dipindahkan dari rekening Valent untuk dipinjamkan dalam pembukaan rekening. Dr Hardi tahu itu. Kalau tahun 2013 dia baru komplain, itu haknya,” ungkap Andry.
Artinya, lanjut dia, kesaksian Nurul sudah jelas bila dia datang ke rumah keduanya saat masih jadi suami istri, lalu membantu mengisikan form dengan sepengetahuan Hardi. “Kalau sejak awal keberatan, untuk apa Hardi memberikan KTP miliknya kepada Valent saat membuka rekening itu. Tandanya, Hardi menyetujui semua prosedur yang ada,” tutupnya. (mar)