Dari Sego VOC hingga Lempang-Lempong
MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Pernah membayangkan seperti apa rasanya menyantap nasi ala bunker zaman perang atau nasi campur era VOC?. Kini sensasi kuliner bernuansa “Kompeni” itu bisa dinikmati di Kafe Bunker Gedong Ijen, yang sedang ramai diburu anak muda dan wisatawan di Kota Malang.
Mengusung konsep kuliner tempo doeloe yang berpadu nilai sejarah, kafe ini menghadirkan beragam menu khas zaman kolonial yang dikemas dengan sentuhan otentik. Salah satu andalannya adalah Sego Bunker dan Sego VOC.
“Sego Bunker itu masakan sederhana orang zaman dulu. Jadi nasi dan telor barinda dengan sambal. Kalau Sego VOC sendiri sebenarnya adalah nasi campur. Pakai ayam suwir sereal yang crunchy,” ujar Owner Kafe Bunker Gedong Ijen, Dewi Utari, kepada Malang Posco Media, Minggu (6/7) kemarin.
Tak hanya makanan berat ala kompeni, pengunjung juga bisa mencicipi jajanan jadul seperti Martabak Kompeni dan Lempang-Lempong, sebutan orang Malang tempo dulu untuk pisang goreng kecil-kecil berbentuk bulat.
“Martabak Kompeni merupakan martabak jaman dahulu atau jadoel. Martabak ini berisikan bihun beras. Paling best seller karena banyak dicari pengunjung sehingga cepat habis,” jelas Dewi.
Soal Lempang-Lempong, Dewi mengatakan makanan ini punya ikatan nostalgia kuat bagi warga Malang. “Kalau lempang-lempong, ini bahasa orang Malang dulu untuk pisang goreng. Tetapi pisang goreng dibuat bulat kecil-kecil. Orang Malang asli pasti paham sebutan pisang goreng lempang-lempong. Kami coba hadirkan lagi dan memang banyak yang suka,” tambahnya.
Konsep kuliner yang diangkat Kafe Bunker memang tak sekadar menawarkan rasa, tapi juga pengalaman. Menyantap makanan di tempat ini memberi nuansa historis yang kuat, karena di bawah bangunan kafe terdapat bunker peninggalan era kolonial.
“Kami ingin memberikan suasana sejarah itu sambil pengunjung menikmati kuliner otentik orang Malang dulu. Menu nusantara. Intinya heritage Malang jangan sampai pudar,” pungkas Dewi.
Dengan menu khas dan atmosfer unik, Kafe Bunker Gedong Ijen tak hanya menjadi tempat nongkrong, tetapi juga ruang edukatif untuk mengenal warisan kuliner dan sejarah Kota Malang. (ica/aim)