MALANG POSCO MEDIA, SURABAYA- Masih ingat dugaan pencemaran nama baik yang ditudingkan kepada Gina Gratiana, anak kandung bos PT Hardlent Medika Husada (HMH), FM. Valentina?. Rabu (12/6) memasuki agenda pembacaan pledoi yang dilakukan penasihat hukumnya, Haris Fajar, SH, Dian Aminudin, SH dan Meftahurrohman, SH.
Beberapa poin penting dalam pembelaan yang ditulis sebanyak 47 halaman itu, mereka minta majelis hakim menjatuhkan putusan bahwa Gina tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, sebagaimana tuntutan JPU Kejari Kota Malang dan membebaskan dari segala tuntutan.
Tim penasihat hukum ini berpendapat, Gina didakwa dan dituntut oleh JPU Kejari Kota Malang dengan menggunakan pasal yang sudah diubah dan sudah tidak berlaku. “2 Januari 2024 telah disahkan dan diundangkan UU RI No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 6905,” terang Haris.
“Menurut hukum terhitung, sejak tanggal 2 Januari 2024, UU RI No. 1 Tahun 2024 mulai berlaku, sehingga dalam menyusun surat dakwaan dan tuntutan dalam perkara Gina, JPU harus mempedomani ketentuan perubahan yang diatur dalam UU RI No. 1 Tahun 2024 tersebut demi mematuhi “asas transitoir”, yakni asas yang mengatur mengenai pemberlakuan hukum dalam hal terjadi perubahan perundang-undangan setelah suatu tindak pidana dilakukan,” paparnya.
Sebelumnya, JPU mendakwa Gina dengan Pasal 27 ayat (3) UU RI No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo pasal 45 ayat (3) Undang Undang RI No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Selain itu, proses hukum yang dijalankan penyidik dan JPU dalam memproses perkara Gina bertentangan dengan SKB Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri Tentang Pedoman Implementasi UU ITE. Dalam hal fakta yang dituduhkan, merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum, maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya, sebelum APH memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE,” terangnya lagi.
Ditambahkan Dian, dalam persidangan juga terungkap fakta bahwa yang dipermasalahkan dan dipertanyakan Gina adalah terkait lelang eksekusi yang dijalankan oleh KPKNL Malang terhadap tiga unit rumah miliknya yang terletak di Jalan Taman Ijen Kota Malang, dan sudah diajukan gugatan pembatalan oleh Gina.
“Laporan polisi tentang pencemaran nama baik yang diajukan pelapor Hendry Irawan yakni usai surat gugatan pembatalan lelang didaftarkan oleh Gina melalui kuasa hukumnya, dan perkara tersebut masih sedang dalam proses persidangan di PN Malang. Dengan kata lain fakta yang dipermasalahkan Gina masih dalam proses peradilan,” katanya.
“Salah satu saksi ahli kami, Dr. Prija Djatmika, SH, M.Si di persidangan juga memberi pendapat yang pada pokoknya, dalam SKB tiga menteri jelas disebutkan apabila pencemaran nama baik itu berkaitan dengan proses hukum, maka proses pencemaran nama baiknya dihentikan dulu sampai proses hukum selesai,” tutur dia.
Yang terakhir, lanjutnya, Prija yang juga ahli hukum pidana FH Universitas Brawijaya itu menerangkan Pasal 45 Ayat 7 UU No. 1 Tahun 2024 tentang pembelaan diri. “Jika dikaitkan dengan teori niat, bahwa dalam pembelaan diri itu tidak ada mens rea, tidak ada niat jahat. Pembelaan diri atas serangan itu, tidak berarti ingin menjahati karena dia dijahati dulu. Jadi pembelaan diri itu harus ada serangan dulu, bisa fisik, materi atau psikis,” tegasnya.
“Sebenarnya di dalam Pasal 310 Ayat 3 KUHP juga sudah tertulis, tidak merupakan tindakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Nah, di sini Gina membela diri karena dia sudah dijahati,” pungkas Dian. (mar)