MALANG POSCO MEDIA, MALANG– Sidang lanjutan perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus penampungan dan pelatihan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal kembali digelar. Terdakwa AB alias Alti, 34, warga Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing Kota Malang yang ditengarai berperan sebagai tangan kanan terdakwa lain, Hermin, di PN Malang, Senin (23/6).
Agenda ini, setelah pembacaan surat dakwaan, dan langsung dihadirkan saksi Hanifah, yang merupakan saksi pelapor dari terdakwa Hermin. Alti juga dihadirkan didampingi penasihat hukum (PH) Amri Abdi Bahtiar Putra.
“Saksi menyebut Alti mengetahui soal kegiatan penempatan dan pelatihan, termasuk keberangkatan empat orang CPMI. Bahkan disebut ada tindakan kekerasan yang sempat dilaporkan ke Polres,” beber JPU Kejari Kota Malang, Suudi, seusai jalannya sidang.
Dirinya mengatakan, bahwa sidang kali ini merupakan pembuktian keterangan saksi terhadap BAP. Dalam pemeriksaan hanya ada sedikit perbedaan bahwa saksi sebelumnya dijaring dari PT IIN dan kemudian dialihkan ke PT NSP.
“Hanya itu saja, tetapi secara substansial berkas perkara dengan keterangan saksi tidak berbeda. Selanjutnya kami menyiapkan lima saksi lagi, dan kami juga menyiapkan saksi ahli untuk beberapa sidang ke depan,” sebutnya.
Namun, PH terdakwa bersikeras membantah seluruh tuduhan. Menurutnya, kliennya hanya menjalankan tugas sebagai marketing divisi Hongkong dari PT NSP dan tidak memiliki kapasitas untuk memberangkatkan secara pribadi. “UU 18/2017 jelas menyatakan bahwa proses penempatan PMI harus dilakukan oleh kantor pusat dengan job order dari agensi luar negeri. Klien kami bukan pemilik, hanya ditunjuk secara resmi sebagai bagian divisi Hongkong,” tegas Amri.
Ia menyebut tuduhan eksploitasi tidak berdasar karena tidak ditemukan unsur bujuk rayu maupun ancaman, yang menjadi syarat utama delik TPPO. “Tidak ada niatan menghalangi atau melanggar hak pekerja migran. Justru yang dilakukan adalah membantu CPMI yang kekurangan secara finansial agar bisa tetap berangkat dan bekerja secara layak,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua DPW Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur Endang Yulianingsih menyatakan keyakinannya bahwa unsur eksploitasi terpenuhi. “Kami memandang para CPMI telah menjadi korban sistem yang tidak legal dan rawan disalahgunakan. Para korban hanya ingin keadilan, dan hak-haknya bisa dipenuhi,” jelasnya usai sidang.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, AB alias Alti ditangkap pada awal Februari 2025 karena diduga kuat menjadi bagian dari jaringan penampungan CPMI ilegal di bawah PT NSP yang tak memiliki izin resmi. Ia diduga sebagai tangan kanan dari tersangka Hermin, yang diduga sebagai aktor utama dalam kasus ini.
Ia dijerat dengan Pasal 2, 4, dan 10 UU 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO dan UU 18/2017 tentang Perlindungan PMI dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara. (rex/udi)