MALANG POSCO MEDIA- Sidang perdana Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (16/1) kemarin mengecewakan. Diwarnai penolakan keluarga korban. Tiga perwira polisi yang menjadi terdakwa dalam kasus ini langsung mengajukan eksepsi.
Sidang berlangsung di Ruang Cakra PN Surabaya secara daring. Terdapat lima terdakwa. Yakni mantan Danki 3 Satbrimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan mantan Kasat Samapta Polres Malang Bambang Sigit Ahmadi.
Diawali pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap tiga perwira polisi. Kemudian diskors istirahat. Sidang pembacaan dakwaan dilanjutkan dengan terdakwa mantan security officer Suko Sutrisno dan mantan Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris.
Sidang ini dipimpin majelis hakim yang diketuai Abu Achmad Sidik Amsya. Ia didampingi hakim anggota Mangapul dan I Ketut Kimiarsa.
Tiga terdakwa dari pihak kepolisian didakwakan atas dugaan pelanggaran Pasal 359 KUHP dan/atau Pasal 360 KUHP. Ketiganya didakwa atas pasal kealpaan atau ketidaksengajaan yang membuat orang lain meninggal dunia.
Sementara itu, untuk terdakwa Suko Sutrisno dan Abdul Haris didakwa dengan tiga pasal yang bersifat pengganti. Yakni Pasal 359 KUHP dan/atau Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Tiga terdakwa yang merupakan anggota kepolisian didampingi penasihat hukum dari Polri. Tim penasihat hukum yang dipimpin oleh Dr Tonic Tangkau, SH MH turut didampingi oleh tim personel dari Bidang Hukum Polda Jatim.
Dua terdakwa atas nama Suko Sutrisno dan terdakwa Abdul Haris dikuasakan kepada penasihat hukumnya Sumardhan dan rekan.
Tiga terdakwa, yakni AKP Hasdarmawan, Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik mengajukan eksepsi pada sidang berikutnya.
“Kami dari tim kuasa hukum sudah menilai dan mencermati dakwaan JPU dan kami sepakat untuk melakukan eksepsi,” kata kuasa hukum tiga polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan, Adi Karya Tobing.
Tapi, Adi mengaku belum bisa menyampaikan poin nota keberatan. Eksepsi itu akan mereka sampaikan pada persidangan selanjutnya.
Sidang kemarin mendapat kecaman keras dari keluarga korban Tragedi Kanjuruhan. Termasuk salah satu saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan. Ia adalah Devi Athok, ayah dua korban meninggal dunia.
Devi Athok secara tegas menolak persidangan tersebut, dan meminta majelis hakim membatalkan proses persidangan. Pasalny sidang ini dianggap belum memenuhi rasa keadilan bagi korban maupun keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
“Kalau kita bisa lihat bersama, persidangan hari ini (kemarin). Saya pesimis mendapatkan keadilan. Karena kita tidak bisa datang dan media pun tidak boleh menyiarkan secara langsung, seakan akan kita ditutup-tutupi untuk mendapatkan keadilan,” jelasnya.
Ia mengaku bahwa namanya tercantum di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik Polda Jatim sebelumnya. Namun, hingga saat ini belum mendapatkan surat untuk hadir sebagai saksi dalam persidangan ke lima terdakwa.
“Seharusnya sidang ini bisa digelar terbuka, agar semua warga Indonesia, Pak Jokowi bisa melihat bagaimana persidangan di Surabaya. Meskipun dengan dakwaan pasal kealpaan, tetapi adanya siaran langsung dari jalannya persidangan, maka kita bisa mengawal dan mengontrol penegakan hukum di Indonesia,” bebernya.
Menambahkan hal tersebut, Ketua TATAK Imam Hidayat menyatakan sikap, sidang itu dikaitkan dengan terbitnya SP2HP atas laporan model B di Polres Malang. Isi dari surat itu mengatakan bahwa pihak penyidik belum bisa menemukan dua alat bukti kuat.
“Kalau penyelidikan ini pihak penyidik masih belum menemukan dua alat bukti yg kuat, itu yang cukup kami sesalkan. Kami mendorong agar Polres Malang segera melakukan gelar perkara, dan mengundang semua pihak,” katanya.
“Termasuk dari kami yang merupakan penasihat hukum Devi Athok dari tim TATAK. Karena kami merasa laporan model A yang disidangkan belum memenuhi unsur keadilan yakni tidak menerapkan pasal pembunuhan atau pasal kesengajaan,” sambung Imam Hidayat. (rex/van)