MALANG POSCO MEDIA– Sejumlah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) menggelar Aksi Terbuka. Ini terkait penyelengaraan pendidikan kedoteran di Indonesia yang dinilai melemahkan mutu, profesionalisme, serta kemandirian institusi pendidikan kedokteran. Aksi tersebut digelar di Gedung Graha Medika FK UB, Selasa, (20/5) sore kemarin.
Di hadapan awak media, mereka menyatakan sikap keprihatinan dari kebijakan – kebijakan Kemenkes. Itu pasca berlakunya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Dekan FK UB, Dr dr Wisnu Barlianto, M.Si.Med, Sp.A(K) dalam menyampaikan dengan kesadaran penuh merasa prihatin arah kebijakan yang cenderung menjauh dan banyak narasi negatif yang terjadi pada pendidikan kedokteran dan profesi dokter di Indonesia. Menurutnya, kebijakan ini sangat kontradiktif dengan program Asta Cita yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo.

Dokter Wisnu juga berharap pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat mendengarkan dan menindaklanjuti aspirasi ini secara arif dan bijaksana.
“Kami perlu menyampaikan keprihatinan ini, dengan salah satunya untuk mensukseskan program Asta Cita dari pemerintah. Semoga apa yang kami lakukan ini, bisa membawa kemajuan pendidikan kedokteran di indobesia,” ujarnya.
Ketua Dewan Profesor UB, Prog Sukir Maryanto, S.Si., M.S.i., Ph.D. dalam sambutanya merasa terpanggil dengan aktivitas yang mendukung tentang pendidikan. Menurutnya, keprihatinan ini terkait apa yang terjadi pada bidang kedokteran terkait terbitnya peraturan yang mestinya bisa dikomunikasikan.
“Kami dewan profesor mensupport dan mendukung aktivitas ini demi aksi keprihatinan, demi kemajuan kita bersama terutama di pendidikan di negara kita,” ujarnya
Sementar itu, Prof dr Mohammad Saifur Rohman, Sp.JP(K), Ph.D, Wakil Dekan Bidang Akademik menyampaikan, kebijakan ini tidak mendasar dan harusnya memperbaiki kebijakan yang sudah ada. Ia menjelaskan kekhawatiran adanya pelemahan kolegium kedokteran mencuat. Setelah adanya pembentukan kolegium tandingan yang dilakukan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.
Prof Saifur menjelaskan, pembentukan kolegium baru yang dilakukan secara tidak transparan serta tanpa melibatkan perhimpunan dokter spesialis dan institusi pendidikan terkait, akan membuat kolegium kehilangan indepenensi. “Perlu dicermati bersama dan kami berikan masukan kepada pemerintah bahwa yang kami suarakan selama ini sudah berkontribusi maksimal dengan berbagai macam sistem yang sudah teradministrasi internasional dan menghasilkan lulusan yang mumpuni. Selain itu juga bekerjasama dengan stakeholder mengabdi untuk bangsa ini yang tersebar di seluruh indonesia,” pungkasnya. (hud/van)