Ketika Slamet Hari Natal Tanggapi Nama Multitafsir
Nama Slamet Hari Natal pernah viral. Warga Dusun Wates Desa Wonomulyo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang ini menghiasai berbagai media tahun 2016. Itu karena namanya unik. Ia kini santai saja menyikapi kebijakan pemerintah melarang nama multitafsir. Dia sudah tak berniat mengganti nama. Pria 60 tahun ini bangga dengan namanya itu. Ia mengetahui pemerintah kini melarang nama warga yang bersifat multitafsir. Memang nama Slamet tak akan diubah. Sebab aturan yang baru muncul April lalu itu tak berlaku surut.
“Tidak, saya tidak mau ganti nama. Tidak ada yang salah dengan nama saya,’’ katanya.
Slamet menolak namanya dianggap multitafsir lantaran beragama Islam, tapi namanya Slamet Hari Natal. “Menurut orang tua saya, nama itu untuk memudahkan mengingat, bahwa saya ini lahir tepat peringatan Natal,’’ urainya.
Terkait kebijakan pemerintah tentang larangan nama multitafsir, menurut dia tidak masalah. Ia mendukung kebijakan itu. “Kalau memang untuk kebaikan, saya sebagai warga Indonesia harus mendukung. Pasti itu untuk kebaikan ke depannya,’’ katanya.
Slamet mengaku tahu informasi tentang aturan baru nama warga.
Dia mengetahui kebijakan nama warga tidak boleh satu kata dipencatatan KTP. Nama juga tidak boleh multitafsir. Berita ini ia simak di media.
Slamet sekali lagi menolak jika namanya dikatakan multitafsir. Dia pun memastikan tak pernah ingin mengganti namanya, sampai kapanpun.
Slamet menceritakan nama itu tidak murni diberikan kedua orang tuanya. Nama tersebut pemberian Kiskiyo, bidan yang menolong Ngatima saat melahirkan Slamet.
Saat jelang lahiran, sang ibu, Ngatima dan ayah Slamet datang ke rumah sakit. Ketika proses melahirkan, sedang berlangsung perayaan Natal di rumah sakit itu.
“Tidak tahu berapa lama ibu saya berjuang untuk melahirkan. Yang jelas, begitu saya lahir, orang tua belum menyiapkan nama. Sehingga bu bidan Kiskiyo menyarankan nama Slamet Hari Natal, karena saya lahir di hari Natal. Kedua orang tua saya mengiyakan,’’ ceritanya.
Slamet mengatakan kedua orang tuanya menggunakan nama pemberian bidan Kiskiyo agar mudah untuk diingat. Bahwadengan nama Slamet Hari Natal, dia dilahirkan pada 25 Desember.
Tidak ada warga yang protes maupun mencibir saat kedua orang tuanya memberikan nama itu. Termasuk saat dia sekolah di SDN 1 Wonomulyo. Teman maupun guru-gurunya tidak ada yang heran dengan namanya. Tidak ada yang mengolok.
Begitu juga sewaktu duduk di bangku SMPN 1 Tumpang. Tidak satupun yang mempermasalahkan nama itu.
Namun demikian, saat muda Slamet mengaku sering dipanggil dengan nama Slamet Yesus. Tapi bukan karena nama lengkapnya. Itu karena dia berambut gondrong. Julukan itu juga melekat sampai sekarang. Untuk membedakan orang. “Di sini ada beberapa nama Slamet. Masing-masing memiliki julukan untuk memudahkan warga mencari,’’ urainya.
Slamet sendiri baru sadar namanya unik tahun 2016 lalu. Saat wartawan ke rumahnya. Slamet mengaku namanya viral setelah anak ketiganya Guruh Tedi Prasetyo Susanto mengucapkan selamat ulang tahun sembari mengupload foto KTP di media sosial. Saat itulah, dia pun menjadi buruan wartawan.
“Waktu wartawan datang, dan mengulik nama, saya juga heran. Karena selama saya lahir sampai dengan usia 54 tahun, tidak pernah sekalipun saya merasa nama itu aneh. Biasa saja,’’ ungkapnya.
Bahkan sampai saat ini, meskipun kata orang namanya unik, Slamet tetap mengatakan biasa. “Waktu nama saya viral, banyak komentar di media sosial anak saya. Banyak mengolok, tapi saya tidak ambil pusing,’’ ungkapnya.
Meskipun memiliki nama cukup unik, namun Slamet sama sekali tidak memiliki keinginan untuk memberikan nama unik kepada keturunannya. Itu terbukti, tiga anaknya memiliki nama yang wajar. Anak pertamanya diberi nama Arif Wendi Yunianto Frediansah. Sedangkan anak keduanya Nova Dewi Nur Ayomi Ayu. Sedangkan anak ketiga bernama Guruh Tedi Prasetyo Susanto.
“Setiap nama itu ada artinya. Saya memberi nama anak-anak juga ada artinya. Termasuk nama Slamet Hari Natal, menurut orang tua saya juga memiliki arti yang dalam,’’ ungkapnya.
Slamet juga menolak saat ada seseorang mengatakan bahwa nama itu mencerminkan perilaku. Menurut dia baik buruknya perilaku seseorang bukan karena nama yang dimiliki. Tapi karena perilaku orang itu sendiri. “Ada yang namanya bagus, artinya sangat bagus, tapi membunuh orang, atau menjahati orang. Jadi perilaku kita itu bukan karena nama. Melainkan karena perilaku kita sendiri,’’ urai pria yang kesehariannya bekerja sebagai juru angkut ini. (ira ravika/van)