.
Sunday, December 15, 2024

Singa Atlas

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Kejutan perang peradaban di Piala Dunia Qatar berlanjut. Dunia seolah tidak percaya menyaksikan Maroko mempermalukan Spanyol 3-0 melalui adu tendangan penalti (6/12). Kemudian Maroko menghajar Portugal 1-0 Sabtu (11/12) dan menjadi satu-satunya tim Timur Tengah yang lolos ke babak 4 besar. Maroko menjadi satu-satunya tim non-unggulan yang merampas tiket dari Spanyol dan Portugal yang lebih dijagokan.

Usai memastikan satu tiket ke semifinal final, pemain, pelatih, dan ofisial Maroko melakukan sujud syukur di atas lapangan. Momen ini menjadi perhatian utama media Eropa dan mendapat komentar simpati dari publik sepak bola dunia.

Sujud syukur menjadi ritual rutin yang dilakukan pemain-pemain Maroko selama Piala Dunia. Ketika lolos ke babak 16 besar mengalahkan Kanada para pemain melakukan sujud syukur. Hal yang sama dilakukan setelah mengalahkan Spanyol di delapan besar.

Ritual lainnya yang menjadi daya tarik publik dunia adalah kebiasaan pemain Maroko membawa ibunya ke stadion. Media Barat menyebut ritual ini sebagai ‘’The Power of Mother’’ atau kekuatan sang ibu, yang menjadi inspirasi dan motivasi para pemain Maroko.

Video yang beredar luas menggambarkan Ashraf Hakimi menghampiri ibunya setelah kemenangan atas Kanada yang mengantarkan Maroko lolos ke 16 besar. Hakimi langsung menuju tribun memeluk dan mencium sang ibu dan menghadiahkan jerseynya kepada sang ibu.

Penampilan Hakimi di lapangan sangat konsisten selama Piala Dunia. Ia menjadi pemain yang paling berpengalaman karena bermain di klub-klub besar Eropa seperti Inter Milan dan Paris Saint Germain yang dibelanya sekarang.

Bermain sebagai full back Hakimi berhasil menggalang pertahanan yang kokoh seperti benteng yang tidak tertembus oleh penyerang-penyerang tajam Spanyol. Hakimi menjadi algojo yang dengan dingin melakukan penalti ala Panenka. Ketenangan dan kepercayaan dirinya yang tinggi mungkin berkat kehadiran ibunya di tribun.

Pemain-pemain Eropa dan Amerika sibuk membawa WAG (wives and girlfriends) ke Piala Dunia dan berbagai perhelatan besar lainnya. Setiap kali ada perhelatan besar bintang-bintang sepak bola Eropa selalu membawa WAG masing-masing. Tidak jarang kehadiran WAG yang rata-rata selebritas papan atas itu memusingkan manajer tim karena tuntutannya yang bermacam-macam.

Kehadiran WAG tentu dimaksudkan untuk menambah semangat pemain. Tapi, tidak jarang kehadiran mereka malah kontra-produktif. Itu sebabnya pelatih timnas Jerman Joachim Loew melarang pemain-pemainnya berhubungan seks selama pelaksanaan Piala Dunia 2018 di Rusia. Beberapa tim seperti Brazil dan Meksiko juga pernah menerapkan larangan yang sama.

Bintang Maroko punya kebiasaan yang berbeda. Alih-alih membawa WAG dan menempatkan mereka di tribun utama, pemain Maroko memilih membawa ibundanya dan menempatkannya di tribun depan. Ashraf Hakimi yang paling konsisten dengan ritual itu. Ketika Sabtu malam WIB Maroko mengalahkan Spanyol Hakimi menghampiri ibunya di tribun dan merangkul serta menciumnya.

Itulah yang menjadi pembeda Maroko dari tim Eropa. Banyak pemain Maroko yang bermain di Eropa, terutama di Spanyol. Kedekatan geografis dan sejarah kedua negara membuat banyak pemain Maroko lebih nyaman bermain di Spanyol.

Ashraf Hakimi bahkan lahir di Spanyol. Hakim Ziyech lahir di Belanda. Yasin Bounou lahir di Kanada. Striker Yusuf Al-Nasyiri bermain untuk Sevilla, Spanyol. Mereka semua menimba ilmu di Eropa, dan memakai ilmunya untuk menundukkan gurunya.

Itulah yang antara lain ditunjukkan oleh kiper Yasin Bounou yang menjadi pahlawan Maroko dalam adu penalti. Itulah yang dilakukan Al-Nasyiri dengan tandukan yang membunuh Portugal.

Yasin Bounou sudah mengenal betul pemain Spanyol dan karenanya sangat percaya diri menghadapi mereka. Pelatih Spanyol Luis Enrique sudah mengingatkan anak buahnya jauh-jauh hari supaya bersiap menghadapi momen mengerikan ini.

Setahun yang lalu Enrique sudah memberi PR kepada pemain-pemain Spanyol untuk berlatih melakukan tendangan penalti di klub masing-masing. Tidak tanggung-tanggung, Enrique mengharuskan pemainnya melakukan tendangan penalti seribu kali.

Meski demikian, ketika momen itu tiba ternyata para pemain Spanyol yang justru dihinggapi demam panggung, grogi, dan panik. Pemain-pemain Maroko dengan mental baja, nothing to lose, tanpa beban, justru tampil mematikan. Tendangan Hakim Ziyech diarahkan dengan keras ke tengah gawang. Tendangan Panenka Hakimi seolah menaburkan garam ke luka Spanyol.

Maroko sudah telanjur panas dan melaju seperti mesin yang sulit dihentikan. Pertandingan melawan Portugal bukan sekadar pertandingan sepak bola, tapi pertandingan peradaban yang mempunyai sejarah panjang sampai ke abad ke-16, ketika terjadi perang antara Maroko yang Muslim vs Portugal yang Kristen.

Spanyol dan Portugal sama-sama menjadi korban invasi Maroko. Ibarat perang abad pertengahan, Maroko sudah menyeberangi Selat Gibraltar dan menundukkan dua negara bertetangga Spanyol dan Portugal.

Sekarang Maroko bersiap menghadapi Prancis di semifinal. Sekali lagi Maroko tidak diunggulkan. Meski demikian, Prancis pun keder menghadapi Singa Atlas Maroko. Prancis menyimpan kekhawatiran akan punya nasib seperti Spanyol dan Portugal. Bola bundar. Segala sesuatu tidak ada yang mustahil.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img