FPKB: Beratkan Beban Masyarakat
MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Skema tarif penarikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Malang bakal mengalami kenaikan. Dari semula ada empat kategori tarif, bakal berubah menjadi Single-Tariff atau tarif tunggal. Hal itu telah disahkannya melalui Perda Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD) beberapa waktu lalu. Padahal pada 2023 lalu, Pemkot Malang baru menaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tentunya berpengaruh pada PBB yang harus dibayarkan warga.
Dalam Perda Nomor 4 Tahun 2023, tarif PBB terendah ditetapkan sebesar 0,055 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Namun dalam Perda PDRD yang baru dengan skema tarif tunggal, tarif ini melonjak menjadi 0,2 persen.
“Kami di Pemkot Malang sama sekali tidak berencana otak atik tarif PBB. Tetapi kami menindaklanjuti evaluasi dari Kemendagri agar PBB menjadi single tarif. Ditetapkan kemarin sebesar 0,2 persen,” terang Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang Handi Priyanto, Jumat (13/6) kemarin.
Menurut Handi, adanya penyesuaian menjadi tarif tunggal ini belum sepenuhnya terdapat hitung-hitungan lengkapnya. Baru ditetapkan angka 0,2 persen, dan belum ditentukan penghitungan rincinya.
Jadi meski naik jadi 0,2 persen, belum tentu terjadi kenaikan tarif karena banyak faktor yang perlu dihitung. Untuk penghitungan tarif ini, pihaknya menggandeng semua pihak, baik legislatif maupun pakar atau akademisi.
“Nanti tidak sesederhana tarif itu dihitungnya adalah 0,2 persen dikali NJOP saja. Tapi perlu dihitung juga faktor atau koefisien lain agar masyarakat kecil tetap bisa terlindungi dan tidak terbebani. Ini masih perlu kami hitung bersama semua pihak dan nantinya jika sudah disepakati akan dituangkan dalam Perwal,” beber dia.
Belum lagi, lanjut Handi, sesuai saran dari legislatif, nantinya juga akan ada stimulus dan insentif PBB yang diberikan untuk melindungi masyarakat kecil. Bahkan ada juga rencana pembebasan atau menggratiskan PBB untuk kategori tertentu. Intinya, kata Handi, meski ada penyesuaian tarif namun langkah yang diambil tetap memprioritaskan kepentingan masyarakat.
Ia memperkirakan, paling cepat kemungkinan skema ini dapat dijalankan pada 2026 mendatang. Sebab, setelah di-dok di DPRD kemarin, masih perlu dilaporkan ke Provinsi Jawa Timur dan Kemendagri. Pihaknya perlu melihat apakah ada catatan atau bahkan perubahan dalam Perda PDRD tersebut. Ia meminta agar masyarakat tidak resah karena pemerintah tentu melakukan yang terbaik.
“Prinsipnya, kami ini menindaklanjuti evaluasi dari pusat, tapi disisi lain kami juga menjaga dan tidak ingin membebani masyarakat karena Pemkot Malang tidak pernah berniat menaikkan tarif PBB. Jadi dari dewan tidak mau naik, dari Walikota juga tidak mau naik, tapi ini perintah dari Kemendagri,” katanya.
Terpisah, adanya perubahan menjadi tarif tunggal ini ditolak dengan tegas oleh Fraksi PKB Kota Malang. Anggota Fraksi PKB Kota Malang Arif Wahyudi menilai, dijadikannya tarif tunggal untuk PBB justru nantinya akan memberatkan beban masyarakat kecil. Oleh karenanya, saat pengesahan Ranperda PDRD kemarin, Fraksi PKB mengambil sikap abstain dan tidak menandatangani kesepakatan.
“Kami tidak sepakat dengan adanya kenaikan tarif dari 0,055 persen menjadi 0,2 persen. Itu kenaikan yang luar biasa tinggi lho, sehingga itu bisa sangat memberatkan masyarakat bahkan secara keseluruhan,” tegas Arif.
Arif menilai, alasan adanya permintaan penyesuaian dari pemerintah pusat hanya merupakan saran. Lebih dari itu, adanya perubahan tarif ini justru tidak ada aturan atau dasar hukumnya.
“Sampai saat ini saya mencari aturan dan dasar hukum dari manapun, tidak menemukan bahwa PBB itu harus single-tariff. Kalau saran iya, namanya saran, supaya mudah penarikan, ya tidak apa-apa. Tapi kalau malah memberatkan rakyat dan menjadi lebih mahal, itu harus ditolak,” tutur dia.
Apabila eksekutif ingin tetap melindungi masyarakat kecil dengan cara memberikan insentif PBB, Arif meminta agar hal tersebut dimasukkan dalam Perda PDRD kemarin. Sayangnya, di dalam perda itu ternyata tidak diberikan penjelasan untuk insentif PBB. Ia pun khawatir, celah itu yang nantinya bisa membuat aturan tersebut tetap berdampak kepada masyarakat.
“Namanya pemerintah mestinya memberikan kesejahteraan masyarakat. Tapi dalam kondisi sulit seperti ini, kok menaikkan pajak yang ada. Sebaiknya ya jangan lah. Secara prinsip, kami di Fraksi PKB itu tidak hanya berhitung PAD,” kata dia.
Meski Perda untuk tarif tunggal PBB sudah di-dok, Arif berharap nantinya ada perbaikan dan perubahan. Sehingga tarif PBB tidak naik dan bisa seperti sedia kala.
“Kami saat ini menunggu proses di Biro Hukum. Karena dengan abstainnya Fraksi PKB walaupun kemarin yang menolak hanya satu fraksi, mudah-mudahan ada kajian dari Biro Hukum agar ada perbaikan. Sikap kami jelas, kami usulkan tarif tetap seperti yang lalu,” pungkasnya. (ian/aim)