MALANG POSCO MEDIA – Anak muda zaman sekarang sering berbicara tentang skena. Namun, yang perlu diketahui ternyata tren skena yang mulai mencuat lagi, sudah ada sejak bertahun-tahun lalu, baik di lingkup nasional maupun lokal.
Seperti halnya yang diceritakan oleh salah satu anggota kelompok skena di Malang, Rizky Pratama. Istilah skena berasal dari bahasa Inggris ‘scene’, yang artinya komunitas atau lingkup tertentu.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari, skena kini dipahami sebagai istilah gaul untuk menyebut sekelompok anak muda yang memiliki ketertarikan dan kebiasaan yang sama.
“Biasanya, mereka suka berkumpul, berbincang, nongkrong di tempat-tempat hits atau berjalan-jalan mencari pengalaman baru,” ceritanya.
Awal mula tren skena berakar pada subkultur anak muda yang berkembang di Indonesia sejak awal 2000-an. Saat itu, banyak komunitas yang terbentuk berdasarkan kesukaan mereka pada genre musik tertentu seperti punk, indie, atau hip-hop.
“Musik menjadi semacam perekat yang membuat anak skena ini merasa punya identitas yang sama. Tidak hanya soal musik, mereka juga menunjukkan jati diri lewat cara berpakaian, gaya berbicara, hingga pandangan hidup,” lanjutnya.
Seiring waktu, istilah scene kemudian dilokalkan dan dikenal dengan istilah baru yakni skena. Perkembangan zaman membawa tren ini meluas ke berbagai aspek lain, seperti seni visual, fesyen, dan gaya hidup.
Anak-anak muda yang masuk dalam skena sering kali menjadikan tempat-tempat nongkrong seperti kedai kopi, ruang kreatif, atau acara komunitas sebagai panggung untuk mengekspresikan diri. Media sosial juga berperan penting dalam mempopulerkan skena.
“Foto-foto dengan gaya unik, lokasi yang estetik, atau momen kebersamaan dengan teman-teman kerap diunggah di Medsos. Seperti saya yang aktif dalam kegiatan bersepeda atau mancal, namun membawa identitas kesamaan minat genre musik melalui pakaian yang kami gunakan saat mancal,” jelasnya.
Hal ini juga membuat tren skena menjadi sesuatu yang menarik dan terlihat seru untuk diikuti oleh banyak orang, terutama generasi muda.
“Bagi kami, skena bukan sekadar tren, tapi cara membangun komunitas. Dari nongkrong atau acara kecil, kami saling berbagi ide dan menciptakan proyek bersama,” ujar pemuda asal Kecamatan Klojen, Kota Malang tersebut.
Baginya, skena bukan hanya sekadar tren, tetapi juga mencerminkan bagaimana anak muda mencari tempat untuk merasa diterima, saling mendukung dan berbagi kreativitas. “Bagi mereka, skena adalah ruang di mana mereka bisa menjadi diri sendiri sambil menikmati kebersamaan dengan teman-teman yang memiliki minat serupa,” pungkasnya. (rex/aim)