Oleh Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si
Rektor Universitas Islam Malang
Mengapa di tengah berbagai tekanan dan kekerasan umat Islam tetap bertahan dan Islam terus berkembang? Jawabannya tiada lain karena Islam adalah agama yang sempurna. Islam berisi ajaran yang mempersatukan umat manusia. Islam adalah agama yang terbaik. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul adalah membawa Rahmat bagi alam semesta.
Al-Qur’an adalah kitab terbaik, penyempurna dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Syariat Islam adalah ajaran dan tuntunan yang lengkap yang membersihkan jiwa manusia serta membimbing manusia meraih kesejahteraan material dan spiritual, kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan berbagai keistimewaan itu. Allah SWT berkehendak menjadikan umat Islam sebagai umat yang terbaik.
Allah SWT berfirman dalam QS. 2: 143: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya, melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia”.
Para mufassir di antaranya Wahbah Zuhaili di dalam Tafsir al-Wajiz ‘ala Hamisy Al-Qur’an Al-‘Adzim, Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim, dan Al-Qurthubi dalam Al-jami’li al-Ahkam Al-Qur’an menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “ummatan wasathan” adalah umat pilihan, tengahan, terbaik dan adil. Pada yang demikian itu karena Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul yang terbaik, risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah syariat yang terbaik, dan Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW adalah kitab yang terbaik atau penyempurna.
Banyak kaum terpelajar dari kalangan ilmuwan, filosofi, dan akademisi masuk Islam setelah mengkaji secara mendalam dan kritis serta membandingkan Al-Qur’an dengan kitab suci lainnya. Kedua, masyarakat modern di banyak negara maju, telah mencapai kesejahteraan material tidak menemukan kebahagiaan. Dalam banyak hal, kesejahteraan material justru menjadikan manusia semakin terasing dan mengalami reduksi kemanusiaan. Manusia menemukan kebahagiaan dalam kehidupan spiritual. Demikian halnya dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang ditopang oleh rasionalitas tanpa iman.
Ilmu pengetahuan dan teknologi memang sangat diperlukan untuk membantu manusia melakukan banyak pekerjaan. Ilmu pengetahuan dan teknologi penting sebagai sarana meraih kehidupan. Tetapi, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mampu menjamin kehidupan dan menyelamatkan manusia dari kematian. Teknologi bahkan menjadikan manusia saling bermusuhan. Kunci kebahagiaan adalah keseimbangan.
Islam sebagai agama wasathiyah, menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, di dalam Tafsir Al-Maraghi, berisi ajaran yang seimbang antara kehidupan material dan spiritual serta memberikan tuntutan bagaimana meraih keduanya. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT QS. 28: 77 yang artinya: “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Bila dilihat dari perjalanan Sejarah dan berbagai analisis serta riset yang dilakukan para ilmuan, bahwa pemeluk Islam akan terus bertambah, Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW dari Tanah Arab sekarang telah menjadi agama dunia. Di manapun di penjuru bumi, terdapat masyarakat Muslim. Hal demikian sesuai dengan sifat dan tujuan Islam sebagai agama dunia untuk seluruh umat manusia.
Islam akan menjadi agama peradaban manusia di masa depan, apabila umat Islam mengamalkan ajaran Islam sebagai agama wasathiyah. Umat Islam berusaha meningkatkan kualitas diri dan komunitasnya dengan iman yang teguh, kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni budaya yang luhur. Umat Islam akan maju apabila menghindarkan diri dari sikap ekstrim dan berlebihan dengan hanya mementingkan hal-hal yang bersifat materi dan meninggalkan hal-hal yang bersifat ruhani. Atau sebaliknya, mementingkan hal-hal spiritual dengan mengesampingkan hal-hal yang bersifat material.
Kebangkitan Umat Islam
Enam kunci merupakan intisari kebangkitan umat Islam; Pertama, Spirit Iman adalah kunci yang berperan dalam kesuksesan termasuk menata niat. Islam memiliki banyak sekali kisah yang menguatkan nilai toleransi kepada pemeluk agama lain, kebebasan beragama, menekankan pencarian ilmu dan mengambil manfaat dari luasnya wawasan. Ilmu pun tak dibatasi apakah ia ilmu agama atau dunia seperti sains, ataukah itu teori atau praktis, fardu ain atau kifayah.
Kedua, Fasih Berbahasa Arab atau Lisan ‘Arabi, konteksnya sebagai muslim yang ingin mendalami agama, menyelami makna-makna Al-Quran dan membaca hadits Nabi SAW., harus menguasai bahasa arab merupakan suatu keharusan. Sebagai insan profesional, menguasai bahasa di masing-masing medan pekerjaan juga tentu sebuah keharusan.
Ketiga, Ragam Kebudayaan atau Tanawwu’ Tsaqafi. Peradaban Islam di masa kejayaan dipenuhi dengan budaya yang beragam. Agama yang turun di Jazirah Arab di saat para kabilah masih hidup berkoloni tak mengenal peradaban yang berarti ini kelak melahirkan para muslim yang menerangi dunia. Para ulama besar agama ini tidaklah hanya dari satu jenis etnis saja. Jika kita telusuri para ulama hadis saja, akan sangat beragam, semisal Imam Al-Bukhari berasal dari wilayah yang sekarang Uzbekistan, ini belum ulama hadis lain. Dalam ilmu kebahasaan saja ada Imam Sibawaih dari Tanah Persia.
Keempat, bekal peradaban atau rashid hadhari, yakni meningkatkan kesadaran penuh bahwa kita mempunyai bekal peradaban yang bernilai, perlu dilestarikan, sebagai jembatan ke masa depan yang lebih baik, baik kisah historis, ragam etnis, dan kearifan lokal. Kelima, tujuan Kemanusiaan atau Hadaf Insani, dalam melangkah sehari-hari sebaiknya kita tak jauh dari tujuan mulia, yakni untuk kebaikan sesama manusia. Peradaban Islam mengenal adanya bimaristan atau rumah sakit dalam bahasa Persia. Jika kita diberi kesempatan ke Kairo, sebuah peninggalan bangunan bimaristan dari Dinasti Mamluk masih bisa kita kunjungi di Jalan Al-Muizz Li Dinillah di Kota Tua Kairo. Rumah sakit telah dikenal dalam peradaban Islam bahkan saat bangsa lain masih berobat kepada tukang gigi. Bukan hanya itu, orang sakit pun dimuliakan sekali. Selain dibebaskan dari biaya, ia bahkan mendapat makan gratis dan enak. Semua diatur sedemikian berdasarkan pada misi kemanusiaan. Ini adalah bentuk amal kemanusiaan yang tumbuh dalam peradaban Islam.
Keenam, kerja tim atau thabi’ muassasi, peradaban Islam mengajarkan kita untuk bekerja bersama sebagai kelompok. Banyak kita temukan dalam sejarahnya bahwa para muslim terdahulu menggarap pekerjaan dalam semangat kerja tim. Di zaman Nabi SAW misalnya saat membangun masjid. Para sahabat bekerja dalam jalinan kerja tim. Kesemuanya terjalin dalam kerja tim yang baik. (*)