MALANG POSCO MEDIA – Salah satu momentum bersejarah yang terjadi pada saat Ramadan adalah adanya peristiwa nuzulul Qur’an, yakni sebuah peristiwa diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, yang atas itu perjalanan keNabian Muhammad SAW dimulai. Peristiwa menggetarkan di Gua Hira’ itu pada akhirnya menjadi sebuah simbol bagi kekuatan batin dan pikiran yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW dalam menjalani peran sebagai seorang Nabi dan Rasul selama ± 23 tahun.
Kita tahu bersama meski Rasulullah berasal dari keluarga tokoh Arab, namun justru orang-orang terdekatnya lah yang melakukan perlawanan sepanjang beliau berdakwah. Peristiwa-peristiwa heroik, menggetarkan dan penuh pengorbanan serta kesusahan menghiasi perjalanan beliau selama menyampaikan risalah Islam.
Namun kita saksikan bersama, atas kegigihan, ketekunan, kesabaran, gairah dan warior ethos yang beliau miliki pada akhirnya ada kurang lebih 125 ribu kaum muslimin yang ber-Islam saat haji wada’, beberapa saat sebelum sang Nabi meninggal dunia, dan kita tahu bersama risalahnya yang terus hidup sepanjang hayat dan menjadi panduan bagi kehidupan manusia hingga saat ini, menjadikan Islam sebagai agama dengan total populasi 1,9 miliar di dunia.
Nuzulul qur’an telah menjelma menjadi “spiritual belt” bagi Rasulullah SAW, yang atas itu beliau dan para sahabat memiliki keteguhan hati untuk terus menyebarkan risalah Islam yang penuh kedamaian, kebaikan dan kasih sayang.
Dalam mendesign kehidupan, kita butuh yang namanya “spiritual belt” sebagai salah satu bagian penting yang akan memandu dan menjadi vektor dalam seluruh perjalanan kehidupan kita menuju kesuksesan, kemuliaan dan kehormatan akherat. Spiritual belt akan menjadi motor penggerak bagi diri untuk menyongsong kesuksesan, menerobos hal-hal yang sulit dalam kehidupan sehingga menjadi mudah, mengambil risiko atas sesuatu hal yang sulit sehingga kita bertemu dengan banyak peluang dan kesempatan.
“Spiritual belt” juga akan menjaga endurance kita dalam menapaki perjuangan kehidupan yang berliku dan panjang. Challenge, obstacle dan difficulty yang menyertai dalam seluruh ikhtiar menuju kesuksesan tentu akan menguras banyak energi, pikiran dan tenaga. Oleh karenanya sangat dibutuhkan endurance yang memadai agar kita tetap memiliki stabilitas hasrat dan semangat untuk sampai pada tujuan hidup yang ingin kita tuju.
Lantas bagaimana agar kita memiliki spiritual belt?, Simon Sinek dalam gagasannya yang berjudul “Golden Circle” menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki produktivitas tinggi adalah mereka yang memiliki “clarity of why.” Yakni kejelasan niat, motif dan dorongan internal diri yang akhirnya membuat seseorang terdorong dengan kuat dan ekstrem untuk mengerjakan sesuatu.
Clarity of why ini sebagaiamana kisah Masril Koto, seorang anak desa di Sumatera Barat lulusan SD yang berhasil mendirikan Bank Tani dan atas karyanya itu Bank Tani akhirnya diduplikasi oleh pemerintah dan dijadikan program nasional di bidang pertanian.
Masril Koto risau, malu dan ingin berubah. Ada dorongan kuat dari dalam hatinya agar para petani yang ada di desanya bisa berdikari menuju kemakmuran. Atas dasar itulah ia akhirnya belajar ke sana-kemari, berguru ke seribu orang hanya ingin mengetahui bagaimana cara mendirikan sebuah lembaga keuangan yang bisa memakmurkan petani di desanya.
Selain itu, Clarity of Why yang bersumber dari Spiritual belt tadi akan membawa kita untuk berfokus pada “what next” dalam pencapaian kehidupan, orang yang memiliki produktivitas tinggi akan selalu berpikir “apa pekerjaan selanjutnya yang akan diselesaikan, apa karya terbaik baru yang harus saya ciptakan.” Mereka tidak terjebak dengan uforia kemenangan dan kesuksesan sesaat, atau bahkan komplasensi terhadap keberhasilan, akan tetapi yang ada di kepalanya adalah setelah pekerjaan ini selesai maka pekerjaan apalagi yang akan saya selesaikan.
Selain itu, orang yang memiliki spiritual belt maka ia akan memiliki “mindset” untuk melakukan perbaikan terus menerus menuju excellent dan sempurna. Melakukan perbaikan bagi seorang yang memiliki spiritual belt adalah sebuah keniscayaan, mereka akan terus berorientasi pada hasil akhir yang didapatkan.
Cara berpikirnya lebih mengedepankan kualitas dan kontinuitas daripada menyalahkan dan menghakimi keadaan. Berorientasi pada hasil yang terbaik merupakan jawaban dari kinerja terbaik yang mereka lakukan, karena mereka menyakini di setiap pekerjaan yang mereka lakukan ada nilai ibadah yang dipersembahkan kepada Allah SWT.
“Spiritual belt” adalah sebuah pemahaman bahwa kita diciptakan oleh Allah SWT ke muka bumi ini mengemban sebuah mandate. Yakni mandat untuk menjalankan seluruh rangkaian kehidupan dengan memberikan ibadah terbaik. Ibadah yang dimaksud bukanlah ibadah ritualisme saja, akan tetapi menjadikan seluruh aktivitas yang kita kerjakan menjadi aktivitas yang memiliki makna dan nilai ibadah di hadapan Allah SWT, baik saat bekerja, bermasyarakat, berbisnis, berorganisasi, berumah tangga, berkarir, dan aktivitas kehidupan yang lainnya.
Nuzulul qur’an dan banyak peristiwa bersejarah lainnya yang pernah terjadi di bulan Ramadan merupakan sebuah gambaran bahwa memiliki “spiritual belt” akan menghantarkan kita untuk menjadi manusia yang memiliki keteguhan mindset, produktivitas yang unggul, kecerdasan yang paripurna, etos kerja yang tinggi, gairah yang terjaga, dan kontribusi serta legacy terbaik bagi kehidupan dan banyak manusia lainnya.(*)