spot_img
Sunday, June 8, 2025
spot_img

Spiritual Jawa dalam Perspektif Fisika Kuantum

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Spiritual Jawa merupakan warisan budaya yang adi luhung yang sudah menjadi jiwa dari masyarakat Jawa itu sendiri. Ilmu ini mencakup beragam aspek kehidupan, mulai dari kepercayaan, praktik ritual, hingga filosofi hidup yang mendasari tata cara berpikir dan bertindak masyarakat Jawa.

Ilmu ini mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Meskipun perjalanan sejarah telah membawa perubahan besar dalam masyarakat Jawa, upaya untuk menjaga dan meneruskan ilmu spiritual ini tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya Nusantara.

Ilmu spiritual Jawa mencakup pemahaman tentang alam semesta. Ilmu ini sering dianggap sebagai mistik dan tahayul, karena sering melibatkan penggunaan simbol dan mistik dalam berbagai praktiknya. Makna simbol serta mantra-mantra yang sering digunakan diyakini memiliki kekuatan magis.

Penggunaan simbol dan mantra ini sebenarnya hanyalah sebagai simbol penghormatan, bukan manifestasi bentuk “Menyembah” kepada yang tunggal (Hyang Toyo), yang telah memberi hidup melalui ciptaan-ciptaanya.

Filosofi hidup yang njawani mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Jawa. Beberapa prinsip filosofi hidup Jawa antara lain adalah rukun, santun, tedun, dan waspada. Filosofi hidup ini menjadi pedoman dalam berinteraksi dengan sesama manusia maupun alam sekitar.

Hakikat ilmu spiritual Jawa ini dapat ditemukan keunikan-keunikan tersendiri dan tiada taranya di dunia. Menurut Franz Magnis Suseno dalam Etika Jawa (2001: 117-118) menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan menurut pandangan dunia Jawa bertolak dari pembedaan antara dua segi fundamental realitas, yaitu segi lahir dan segi batin.

Artinya, dunia Jawa justru mengedepankan kesadaran subjektif dalam mencari kebenaran dan kebijaksanaan sejati tentang makna kehidupan. Spritual Jawa menggunakan “rasa” yang merupakan sarana untuk menangkap kebenaran-kebenaran alam batin. Semakin tajam rasa seseorang maka semakin dekatlah orang itu dengan kebenaran yang sejati dan sesungguhnya.

Dalam hal ini, orang Jawa meyakini bahwa pengetahuan tertinggi harus mampu membawa seseorang mencapai kesatuan antara keakuan dan Yang Ilahi. Sementara, orang “Barat” mengedepankan pikiran (mind) sebagai sarana untuk menerima dan mengolah informasi melalui pancaindera dari alam lahiriah (dunia objektif), sehingga budaya Barat memiliki pandangan bahwa kebenaran ditemukan dalam dunia objektif.

Dalam Spritual Jawa, Kesadaran batin biasa disebut makrokosmos atau” jagad gedhe.” Sedangkan kesadaran lahir (nafsu, kenyataan di dunia, hasrat, amarah, dan sebagainya) adalah alam mikrokosmos atau “jagad alit.”

Spiritual Jawa meyakini bahwa pengetahuan tertinggi harus mampu membawa seseorang mencapai kesatuan antara keakuan dan Yang Ilahi (suwung). Suwung mengandung makna kekosongan yang bernuansa pengendalian diri yang sempurna dan kesadaran sejati akan diri yang berkaitan dengan ketuhanan.

Konsep ini antara lain termuat dalam pupuh pangkur bait ke 14 yang berbunyi: “Sejatine Kang mangkana Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi. Bali alaming ngasuwung, Tan karem karameyan. Ingkang sipat wisesa winisesa wus, Mulih mula mulanira, Mulane wong anom sami.”

Dalam waktu yang cukup lama, ilmu pengetahuan dan spiritualitas dianggap sebagai dua buah pandangan yang saling berlawanan, yang menciptakan polarisasi dari kedua subjek ini. Namun kita sekarang sedang mengamati penggabungan ilmu pengetahuan dan spiritualitas melalui fisika kuantum dan studi kesadaran yang salah satunya kita dapatkan dari nilai-nilai luhur spiritual Jawa.                 Penggagas pertama fisika kuantum adalah Max Planck seorang fisikawan Jerman yang hidup pada tahun 1858-1947. Beliau mendapat hadiah nobel tahun 1918 atas penemuan energi “kuanta.” Untuk menghormati jasa beliau maka namanya dijadikan skala terkecil pada skala ilmu fisika yaitu skala planck (10-36 – 10-33).

Berbagai percobaan dilakukan oleh para ahli fisika antara lain raylegh-jens melalui radiasi benda hitam, Max Planck dengan teori kuanta serta Einstein melalui efek foto listrik (energi foton). Yang pada akhirnya dalam konferensi Solvay ke 5 yang diselenggarakan di Brussel (1927) disimpulkan bahwa terdapat dualisme sifat pada Cahaya (foton) yaitu sebagai gelombang (non materi) maupun sebagai partikel (materi).

Dasar penyusun alam semesta adalah sama yaitu partikel dan bagian terkecilnya sering juga disebut sebagai atom. Atom terdiri dari inti atom dan electron. Electron, proton, dan neutron tidak saling melekat satu sama lain melainkan bergetar dan terjaga di tempatnya, dijaga oleh sebuah “medan energi kosong” yang menjaga partikel-partikel ini tetap di tempatnya, memang tampak kosong namun justru di sinilah letak energi terbesarnya.

Konsep energi yang menjaga setiap partikel dan atom ini tetap pada tempatnya sangat mirip dengan konsep diri sejati (ruh) manusia dalam banyak agama dan tradisi. Bahkan dalam spiritual Jawa juga terdapat pemahaman bahwa yang mengendalikan pikiran, jiwa dan tubuh manusia ini seharusnya adalah ruh (diri sejati/ sukma) manusia atau disebut sebagai kesadaran murni.

Dalam teori inner experience, segala bentuk pengalaman kita berdampak terhadap apa yang ada di luar diri kita. Dalam Fisika Kuantum ditemukan bahwa terdapat pola energi kasat mata yang menghubungkan semua benda yang ada di alam semesta ini.

Ini artinya, segala apapun yang kita pikirkan, rasakan serta yang kita alami berpengaruh pada apa yang ada di luar diri kita. Dengan kata lain, setiap dari kita terhubung dengan yang lain, baik itu dengan manusia maupun benda lainnya.

Fisika Kuantum menegaskan bahwa setiap interaksi antara individu dengan setiap mahluk atau apapun di luar dirinya akan mempengaruhi segala sesuatu di alam semesta ini. Manusia memiliki kemampuan untuk memelihara dan menciptakan kesejahteran dan keindahan alam semesta “Memayu Hayuning Bawana.”

Manusia pada level kuantum dapat merubah susunan atomnya sendiri untuk menghasilkan energi yang lebih besar serta memahami hakekat dirinya sehingga pada level makro manusia mampu merubah energi tubuh, merubah cara berpikir dan mengupgrade kondisi kejiwaannya sama seperti reaksi fisi pada fisika nuklir. Berbanggalah menjadi orang Jawa! (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img