Kuota Domisili 35 Persen
MALANG POSCO MEDIA– Ada perubahan pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun 2025 tingkat SMA/SMK Negeri. Pada jenjang SMA, kuota penerimaan untuk Jalur Domisili (dulu zonasi) dari minimal 50 persen menjadi minimal 35 persen untuk SMA dan 10 persen untuk kuota domisili SMK. Jalur afirmasi 30 persen untuk SMA dan 15 persen untuk SMK. Jalur mutasi maksimal lima persen dan jalur prestasi hasil lomba lima persen serta jalur prestasi nilai akademik SMA 25 persen.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Aries Agung Paewai menjelaskan, perbedaan besaran kuota ini merupakan regulasi Kemendikdasmen yang diperkuat dengan petunjuk teknis (juknis) yang dibuat Dindik Jatim. Adanya juknis ini untuk mempermudah pelaksana SPMB 2025 yang terdiri dari cabang dinas, satuan pendidikan dalam hal ini panitia SPMB dan operator sekolah dalam menjalankan proses SPMB secara transparan.
“Dindik Jatim telah menyusun juknis pelaksanaan SPMB yang pertama kali dibandingkan daerah-daerah lainnya. Setelah keluar (juknis) kita langsung lakukan sosialisasi di lima cluster yang ada di Jawa Timur,” kata Aries, saat sosialisasi SPMB SMA dan SMK Negeri, di Hotel Batu Suki, Rabu (16/4) kemarin.
Diharapkan melalui sosialisasi yang akan dilaksanakan hingga akhir bulan ini, dapat dipahami seluruh panitia penyelenggara dan masyarakat.
Pada sosialisasi ini, Aries juga menyebut adanya perubahan nama dan skema yang dulunya zonasi, sekarang menjadi domisili. Pada jalur domisili ini pun, terbagi menjadi dua jenis yakni domisili reguler dengan kuota 20 persen dan domisili sebaran dengan kuota 15 persen.
“Kami mengimbau agar setiap penyelenggara menyampaikan dengan baik kepada masyarakat. Dan ia meminta agar panitia penyelenggara SPMB hingga ditingkat sekolah jangan sampai ada miss komunikasi dalam memahami aturan baru ini,” katanya.
Kepala UPT Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (TIKP) Dindik Jatim, Mustakim menjelaskan secara detail terkait jalur domisili. Mengacu pada juknis, kuota untuk jalur domisili terbagi menjadi dua. Yakni 20 persen untuk jalur domisili reguler atau calon murid baru yang didasarkan pada nilai raport dan indeks sekolah, jika ada nilai yang sama baru didasarkan jarak rumahnya terdekat dengan sekolah.
“Jadi jika ada calon murid yang berada di wilayah dalam rayon sekolah, nanti akan diperingkat berdasarkan kriteria pemeringkatan jalur domisili SMA sampai dengan mencapai kuota 20 persen dari daya tampung satuan pendidikan. Pemeringkatannya didasarkan pada nilai akademik, jarak domisili terdekat dengan sekolah tujuan, usia calon murid baru yang lebih tua, dan waktu pendaftaran,” jelas Mustakim.
Akan tetapi, lanjut Mustakim, jika calon murid tidak diterima pada jalur domisili reguler (20 persen), maka mereka akan diperingkat pada jalur domisili sebaran (15 persen) di masing-masing kelurahan atau desa dengan pemeringkatan yang sama dengan jalur domisili reguler.
Pada jalur domisili sebaran ini calon murid baru bisa memilih sekolah yang terdapat di masing-masing kelurahan atau desa yang memiliki SMA dalam satu rayon.
“Artinya jika ada SMA di salah satu kelurahan atau desa kuotanya belum terpenuhi, maka yang tidak diterima domisili reguler akan dialihkan ke domisili sebaran,” tambah Mustakim.
Dilansir dari laman web resmi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur diterangkan, informasi pelaksanaan SPMB, akan dimulai dengan tahapan pra-pendaftaran yang akan dilaksanakan pada 19 Mei – 14 Juni 2025. Dilanjutkan pelaksanaan 4 tahap mulai 16 Juni – 5 Juli 2025.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta kepala sekolah menjaga integritas dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Hal ini dilakukan guna mewujudkan pelayanan produktif dan berdampak positif kepada masyarakat Jatim.
“Penerimaan Murid Baru harus dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, berkeadilan, dan tanpa diskriminasi, maka diperlukan Pakta Integritas bagi semuan unsur yang terlibat dalam proses SPMB,” kata Gubernur Khofifah yang juga menghadiri Sosialisasi SPMB siang kemarin.
Sementara itu Ketua Komisi D DPRD Kota Malang Eko Herdiyanto meminta kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Malang untuk menggencarkan sosialisasi SPMB kepada masyarakat. Meski belum ada juknis dari pemerintah pusat, setidaknya setiap progres dan informasi terbaru bisa segera disampaikan kepada masyarakat mengingat terbatasnya waktu yang ada.
Eko menegaskan, sosialisasi ini penting karena biasanya dari calon orang tua wali murid tidak tahu alur dan mekanisme yang ada. Ia tidak memungkiri, bisa saja muncul banyak permasalahan akibat ketidaktahuan masyarakat ini.
“Maka saat hearing kemarin bersama Dikbud, kami juga mendorong untuk menyikapi hal tersebut. Dikbud segera turun ke bawah melakukan sosialisasi atau setidaknya bisa lewat kepala sekolah melalui paguyuban wali murid,” tegas Eko kepada Malang Posco Media, Rabu (16/4) kemarin.
Kendati demikian, meski secara pelaksanaan sudah mepet dan tinggal beberapa bulan saja, Eko menyampaikan pihaknya sendiri sudah berinisiatif dengan mencari informasi langsung ke Kementerian Pendidikan. Hasilnya, memang sampai saat ini belum ada juknis untuk SPMB tersebut.
Menurut Eko, ia masih yakin pelaksanaan SPMB tidak bakal jauh berbeda dengan penerimaan murid baru seperti tahun-tahun lalu. Sebab, secara umum tidak terlalu berbeda jauh, hanya ada pergantian istilah dan ada sedikit unsur yang berubah.
“Misalnya seperti Jalur Zonasi sekarang disebut Jalur Domisili. Persentasenya juga agak berkurang, sedikit saja sekitar lima persen hingga 10 persen,” sebut dia.
Menyikapi berkurangnya kuota di Jalur Domisili, Eko berkeyakinan tidak akan terlalu berbeda jauh dampaknya seperti tahun-tahun sebelumnya. Terutama terkait kemungkinan dimanfaatkan oleh murid dari daerah lain. “Yang dilihat berdasarkan domisili KTP. Sehingga tempatnya sesuai dengan domisili tersebut. kalau zonasi, karena acuannya garis koordinat walaupun kabupaten tapi masuk zonanya bisa masuk. Jadi (Jalur Domisili) prioritas kota dulu,” jelas politisi PDI Perjuangan ini.
Eko juga tetap mengingatkan, dengan sistem apapun, jumlah murid yang lulus atau calon murid baru tentu akan lebih banyak dengan kuota yang tersedia di sekolah negeri. Maka dari itu, Eko juga menekankan masyarakat tidak mengesampingkan adanya opsi sekolah swasta.
“Maka tingkat kesadaran warga juga bagaimana supaya tidak ‘minded’ harus bersekolah ke negeri. Sekolah swasta pun banyak yang bagus,” tutur dia.
Sementara itu Komisi 4 DPRD Kabupaten Malang berharap pemerintah pusat segera menerbitkan juknis SPMB Tahun Ajaran 2025-2026. Harapan itu disampaikan Ketua Komisi 4 DPRD Kabupaten Malang Zia’ul Haq.
“Kalau tidak ada petunjuk teknisnya, lalu bagaimana pedoman penerimaan SPMB. Makanya itu dibutuhkan,’’ katanya.
Politisi dari Partai Gerindra ini mengatakan Selasa (15/4) lalu telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Malang terkait dengan pelaksanaan SPMB di Kabupaten Malang. Bahkan, rencananya Kamis (17/4) akan melaksanakan rapat terkait pelaksaan SPMB. “Besok Kepala Dinas Pendidikan harus mengikuti rapat terkait sosialisasi juknis dengan pemerintah pusat. Sehingga rapat dengan kami pun di undur,’’ urainya.
Zia berharap pekan ini juknis SPMB sudah diterbitkan. Sehingga dia, dan anggota DPRD lainnya dapat segera mensosialisasikan. “Yang pasti untuk jalur zonasi sekarang sudah tidak ada. Diganti dengan jalur domisili. Ini lebih relevan ya. Dengan jalur domisili, potensi siswa yang rumahnya jauh dari sekolah, tapi berdomisili yang sama potensi diterima besar,’’ tambahnya.
Zia mengatakan tahun sebelumnya sempat mengusulkan hal tersebut. Itu setelah dirinya mendapat keluhan dari masyarakat terkait anak yang tidak bisa sekolah di salah satu sekolah lantaran tidak masuk dalam zonasi.
“Jadi ada anak yatim dia tidak bisa masuk sekolah di daerahnya karena zonasi. Kami minta Dinas Pendidikan melakukan evaluasi. Dan kami bersyukur, tahun ini jalur itu dihapus, menjadi jalur domisili, sehingga peluang anak-anak bersekolah di daerahnya besar,’’ katanya.
Dia juga berharap dalam juknis nanti, untuk jalur domisili harus lebih besar prosentasenya. Alasannya jelas, untuk menekan anak putus sekolah. “Kalau anak orang kaya tidak diterima di sekolah karena zonasi mungkin pilihannya bisa ke sekolah swasta. Kalau anak tidak mampu bagaimana, banyak di antaranya putus sekolah. Itulah yang tidak kami harapkan. Sehingga kami minta pemerintah memperhatikan hal tersebut, agar tidak ada anak putus sekolah karena zonasi,’’ pungkasnya.(imm/ian/ira/van)