Tanggal 20 November ditetapkan sebagai hari anak sedunia. Tonggak sejarah penetapan hari anak sedunia merupakan perjuangan dari United Nations Children’s Fund (UNICEF) Â di forum Perwakilan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 1953, UNICEF menjadi bagian permanen dari PBB. Hingga saat ini, UNICEF telah bekerja di lebih dari 190 negara dan wilayah, memfokuskan upaya khusus untuk menjangkau anak-anak yang paling rentan dan terpinggirkan, untuk kepentingan semua anak di seluruh dunia.
Peringatan hari anak sedunia tahun 2022 di Indonesia, mengingatkan kita kepada Tragedi Kanjuruhan beberapa saat lalu. Dimana menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) menyebutkan bahwa ada 33 anak umur 4-17 tahun yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Tragedi Kanjuruhan terjadi usai pertandingan sepak bola Liga I BRI pekan kesepuluh antara tim Arema FC dan Persebaya Surabaya dimana tim Arema mengalami kekalahan dengan skor 2-3, yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 2022 lalu.
Perlindungan Anak
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.
Harus dipastikan bahwa orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah (negara) menjamin pemenuhan hak-hak dasar anak. Khusus bagi orang tua, menurut UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: Pertama, mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak. Kedua, menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. Ketiga, mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan Keempat, memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Selain itu, anak juga dipastikan untuk mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan. Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/ atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Perlindungan khusus
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/ atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Anak dalam situasi darurat terdiri atas: anak yang menjadi pengungsi, anak korban kerusuhan, anak korban bencana alam, dan anak dalam situasi konflik bersenjata.
Stadion Layak Anak, Mengapa Tidak?
Dalam kunjungannya ke Malang, Rabu 5 Oktober 2022 lalu, Presiden Jokowi menyatakan bahwa telah memerintahkan Menteri PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) untuk melakukan audit terhadap seluruh stadion sepak bola di Indonesia yang digunakan untuk pelaksanaan baik Liga 1, 2, maupun 3.
Tujuan audit ini untuk memastikan agar stadion di Indonesia dapat memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat pecinta sepak bola. Kemudian pernyataan Presiden ini dipertegas kembali saat kunjungan Presiden FIFA Gianni Infantino ke Indonesia tanggal 18 Oktober 2022.
Diindikasikan bahwa stadion Kanjuruhan akan dirombak secara total sehingga stadion Kanjuruhan yang baru itu nanti juga akan menjadi contoh stadion di Indonesia dengan fasilitas yang menjamin keselamatan penonton, pemain, hingga suporter. Tampaknya aspek keamanan dan kenyamanan menjadi fokus utama pembangunan stadion Kanjuruhan yang baru nanti.
Belajar dari Tragedi Kanjuruhan, maka harus dipastikan juga bahwa kondisi stadion sepak bola mestinya dirancang secara khusus yang dapat memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi anak dan perempuan. Misalnya, di setiap stadion disediakan pintu dan tribun khusus bagi penonton orang tua yang membawa anak dan bagi penonton perempuan dimana pintu dan tribun tersebut harus terpisah dari penonton laki-laki dewasa.
Tribun khusus anak dan perempuan juga harus dilengkapi pula dengan berbagai sarana, khusus seperti misalnya toilet anak dan perempuan. Harus dipastikan pula bahwa tribun khusus anak dan perempuan tersebut juga harus terlindungi secara optimal dari berbagai ancaman keamanan. Seperti lemparan botol, kerusuhan, dan sebagainya.
Konsep stadion sepak bola yang layak bagi anak dan perempuan, bisa juga dijadikan sebagai salah satu indikator dalam menilai sebuah Kabupaten/ Kota layak anak. Mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/ Kota Layak Anak, disebutkan bahwa Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA) adalah kabupaten/ kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak.
Kita berharap bahwa stadion Kanjuruhan juga menjadi stadion layak anak dan perempuan yang bisa menjadi percontohan dan rujukan bagi stadion sepak bola bukan hanya di Indonesia tapi juga bagi dunia internasional. Mengapa tidak?. (*)