spot_img
Saturday, May 11, 2024
spot_img

Strategi Memainkan Tensi Lawan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Buntut Debat Capres Panas

MALANG POSCO MEDIA-Debat ketiga calon presiden (capres), Minggu (7/1) malam masih jadi topik pembicaraan. Apalagi antara capres Anies Baswedan dan Prabowo Subianto sempat tak salaman setelah saling serang dalam debat.

Menurut pengamatan pakar psikologi Prof Dr Diah Karmiyati MSi Psikolog, capres Prabowo Subianto memiliki respon dan reaksi tersendiri dalam menanggapi sesuatu. Ada polanya. “Pola itu muncul dan lebih terlihat dalam debat kemarin. Kondisi emosional,” ujar Diah kepada Malang Posco Media kemarin.

Prabowo menurut dia  memperlihatkan reaksi yang sangat defensif dalam merespon tanggapan dalam debat saat itu. Yakni lebih melakukan pembelaan daripada menjelaskan strategi atau gagasan berdasarkan pengalamannya sebagai Menteri Pertahanan.

Hal ini dianggap sebagai miss opportunity atau  kesempatan yang hilang. “Yang saya lihat kemarin jadi cenderung membela diri. Karena memang terlihat merasa tidak nyaman, kemungkinan karena merasa dirinya diserang terus menerus baik dari No 1 dan dari No 3. Karena memang tema ini, bagi No 1 dan 3 sangat baik untuk memberi kritikan, mereka berdua di atas angin,” jelas akademisi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.

Karena kondisi emosional yang meninggi inilah, akhirnya sikap tersebut terbawa sampai debat usai. Hal ini pun dianggap Diah terlihat seperti yang ramai diberitakan. Yakni Prabowo dan Anies Baswedan tidak saling bersalaman usai debat.

Tidak itu saja, Diah menilai tensi politik antara Prabowo dan Anies terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan Ganjar Pranowo. “Ya memang kondisi emosional pasti terbawa seperti itu. Memang terlihat apalagi Pak Prabowo menyatakan ia lebih senior ketika ditanya kenapa tidak salaman. Nah yang seperti ini memang memperlihatkan ketegangan di antara keduanya,” beber Diah.

Seperti diketahui, usai debat Minggu (7/1) malam ramai dibahas Anies Baswedan dan Prabowo Subianto tak bersalaman. Prabowo menyatakan dirinya lebih tua, lebih senior, sedangkan Anies mengaku mencari Prabowo untuk bersalaman. Tapi tak bertemu Prabowo.  

Meski begitu debat capres tersebut memang didesain untuk memperlihatkan keunggulan masing-masing capres. Juga secara tidak langsung memperlihatkan kelemahan masing-masing. Publik akan menilai dengan sendirinya.

Sementara itu pakar Komunikas Visual Universitas Brawijaya (UB) Verdy Firmantoro menganggap tensi politik juga memang telah terlihat usai debat. Akan tetapi ia memandang  situasi panas tersebut telat muncul.

“Ya kalau tensi politik, saya sebutnya suasana panas antara capres-capres ini telat. Harusnya memang sudah muncul sejak awal. Tetapi debat capres kemarin itu memang terlihat narasi-narasi kontranya,” beber Verdy kepada Malang Posco Media.

Menurut dia, capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo sama-sama menggunakan kesempatan kontra Prabowo Subianto. Hal tersebut dipandangnya sebagai strategi karena tema yang diangkat pun memberikan kesempatan tersebut.

Akan tetapi narasi kontra keduanya cukup berbeda. Anies Baswedan dianggap cenderung lebih agresif. Sementara Ganjar Prabowo lebih menggunakan strategi asertif.

“Bisa terbaca secara komunikasinya, No 1  kontranya lebih agresif. Menggunakan narasi yang terlihat menyerang. Saya lihat ini strategi No 1. Karena dalam posisi dia, menyerang atau kontra itu lebih utama,” jelasnya.

“Dia tidak mungkin dalam posisi yang setuju atau pro dengan kekusaan sekarang. Karena memang No 1 di posisi yang tidak didukung petahana,” sambung Verdy.

Sementara No 3, dinilainya menggunakan strategi komunikasi asertif. Menyerang tetapi juga tetap merenggang. Tidak ketat dalam memberi kontra narasi. Ini menjadi strategi yang baik karena No 3 memilih untuk tetap tajam tetapi tidak mau membuat No 2 emosional.

Maka dari itu, kata Verdy, hubungan Prabowo dan Ganjar usai debat cenderung lebih landai. Dibandingkan hubungan Anies dan Prabowo terlihat tidak saling bersalaman. “Tetapi jika itu dianggap mereka saling bersitegang ya tidak juga. Karena apa yang terlihat saat itu kan juga tidak bisa ditafsirkan begitu saja,” katanya.

“Jadi sebenarnya penting bagi elite politik untuk sama-sama menjaga sikap seperti ini. Khawatirnya yang dibawah (publik) mengaggap tensi politik besar sehingga bermusuhan. Pendukungnya bisa jadi saling bermusuhan juga ini kan tidak baik,” sambung  Verdy.

Maka dari itu ia menganggap debat capres Minggu (7/1) kemarin dengan segala impact dan situasi yang terlihat adalah hal wajar  dalam sebuah perdebatan. Hanya saja ke depan ia berharap para capres bisa lebih mementingkan kemampuan intelektualnya untuk memaparkan gagasan dan visi misinya.

Juga menggunakan platform debat untuk memberi pemahaman kepada public terkait isu strategis. Juga misi kedepan membuat Indonesia lebih baik. (ica/van)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img