spot_img
Saturday, July 27, 2024
spot_img

Subandriono Napi Buta Warna Parsial yang Jadi Pelukis, Sulit Bedakan Warna Tapi Hasil Karyanya Laris

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Selalu ada kelebihan di balik sebuah kekurangan. Seperti yang dirasakan Subandriono. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas I Malang (Lapas Lowokwaru) ini pelukis walau menderita buta warna parsial.

======

- Advertisement -

MALANG POSCO MEDIA- Buta warna parsial tak membuat  semangat Subandriono pupus.Meskipun harus hidup di balik jeruji besi, ia masih tetap bisa berkarya dan bermanfaat dengan lukisan tangannya.

Sebelumnya, Bandri sapaan akrab Subandriono merupakan narapidana pindahan dari Rutan Kelas I Surabaya (Lapas Medaeng) 2020 lalu. Ia merupakan napi kasus penyalagunaan narkoba jenis sabu-sabu. Majelis Hakim PN Surabaya memvonisnya penjara selama 10 tahun.

Bandri mendengar pembacaan putusan itu saat tahun 2019 lalu. Ia sempat mengajukan banding hingga ke tingkat kasasi. Namun nihil hasil. Tetap harus menjalani hukuman.

Perjalanan hidup pria berusia 50 tahun itu memang penuh lika-liku. Sebagai seorang pengidap buta warna parsial sejak kecil, membuatnya kesulitan membedakan beberapa warna. “Melihat warna seperti hijau, coklat dan merah itu sulit untuk dibedakan. Tetapi, warna biru, kuning, putih dan hitam seperti itu saya masih bisa membedakan,” ungkapnya.

Ia menceritakan, sempat saat menonton pertandingan Piala Presiden antara PSS Sleman lawan Persis Solo. “Saya hanya melihat warna dari tim Persis Solo yang berwarna merah. Tim Sleman malah terlihat sama. Jadi cuma kelihatan tim sama-sama pakai merah kejar-kejaran,” ceritanya lalu tersenyuman.

Keterbatasan itu  justru mengantarkannya ke dunia seni lukis.  Ia tertarik seni lukis baru di tahun 2020. Bandri terkesan saat melihat lukisan dari napi lain yang terpampang di ruang Bimbingan Kerja (Bimker) Lapas Lowokwaru.

“Kemudian saya mulai melukis dengan lukisan hitam-putih. Gambar pertama saya adalah Presiden RI pertama, Bung Karno,” sebutnya.

Tangan dingin Bandri mengolah cat untuk membuat komposisi warna, membuahkan hasil yang luar biasa. Karyanya tampak sangat proporsional. Kesan seni yang dihasilkan juga kental.

Bandri memang memiliki kelebihan mengimajinasikan lukisan. Dari mentor bimker di lapas  juga menegaskan bahwa Bandri seolah tak perlu menghitung skala dulu, untuk diaplikasikan dalam kanvasnya.

“Setelah merasa pas, seteleh membuat sketsa dengan pensil, saya langsung menggambar menggunakan kuas,” sebut ayah dua anak itu.

Bandri yang merupakan mantan sopir bos sebuah Bank BUMN di Surabaya ini  sudah menghasilkan berbagai karya. Bahkan selama menorehkan kuas di kanvas, sudah 18 lukisan yang dijual ke tempat asalnya di Surabaya.

“Saya sendiri menjual lukisan itu mulai dari Rp 200 ribu setiap satu lukisan. Terbaru  saya mendapat pesanan lukisan Kiai Abdul Hamid Pasuruan. Pesanan dari teman satu blok  yang akan bebas dan pulang ke Kabupaten Pasuruan,” sebutnya.

Sebagai seorang WBP aliasi napi, ia ingin bisa terus berkarya dan bermanfaat. Berdamai dengan kondisi dan keadaan, menghabiskan sisa masa tahanan untuk menjadi seorang yang lebih baik. (rex/van)

- Advertisement - Pengumuman
- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img