Oleh: Pipit Asriningpuri
Guru Bimbingan Konseling SMPN 04 Batu
Sudahkah peserta didik di sekolah memiliki kesejahteraan diri?. Kesejahteraan diri yang dimiliki oleh peserta didik biasanya terpenuhi saat peserta didik berada di rumah. Kesejahteraan diri biasanya juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi seorang anak oleh orang tua. Kesejahteraan diri biasa juga disebut denganwell-being.
Apa itu Well-being? Well-being akhir-akhir ini sering menjadi bahan pembicaraan di lingkungan pendidikan, berkaitan dengan mewujudkan peserta didik untuk memiliki profil pelajar Pancasila. Tokoh Well-being Martin Seligman menyatakan bahwa well-being adalah sebuah proses untuk menjadi manusia seutuhnya.
Well-being telah hadir hampir 200 tahun yang lalu, hal ini disampaikan oleh Weilin Han dalam paparannya tentang langkah “Harmoni” untuk mencapai student wellbeing. Ki Hajar Dewantara juga menyampaikan pada salah satu filosofi pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Apa yang dimaksud dengan keselamatan dan kebahagiaan yang harus dicapai anak selama menjalani proses pendidikan?. Keselamatan dan kebahagiaan adalah sebuah kondisi yang harus dimiliki oleh peserta didik agar mampu mencapai perkembangan peserta didik yang optimal sesuai dengan tujuan sistem pendidikan nasional. Pemenuhan kesejahteraan diri sebenarnya telah melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari, tapi kesejahteraan diri yang ideal masih jauh dari angan-angan. Lalu apa kaitannya antara kesejahteraan diri dengan keselamatan dan kebahagiaan?.
David G. Myers (1993) menyatakan bahwa kesejahteraan diri peserta didik menjadi salah satu bagian yang juga ikut menentukan terwujudnya profil pelajar Pancasila. Apa yang dimaksud dengan kesejahteraan diri?. Kesejahteraan diri adalah suatu persepsi berkelanjutan bahwa waktu-waktu yang dijalani secara keseluruhan bermakna dan menggembirakan.
Jika manusia telah memiliki kesejahteraan diri, maka dapat terlihat dari wajah dan perasaan yang gembira serta bahagia. Kesejahteraan diri juga berkaitan dengan kesehatan mental yang baik. Apakah peserta didik yang ada di sekolah sudah memiliki kesejahteraan diri?.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mubasyiroh, dkk (2017) menyatakan bahwa peserta didik sebanyak 8.477 pada jenjang pendidikan SMP-SMA di Indonesia ditemukan 60,17 persen mengalami gejala gangguan mental emosional berupa; kesepian(44,54 persen), kecemasan (40,75 persen), dan keinginan bunuh diri (7,33 persen).
Dengan kata lain, penelitian tersebut menyatakan bahwa peserta didik belum dinyatakan memiliki kesejahteraan diri saat di sekolah. Data lain yang mendukung adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2020 mencatat adanya 119 kasus perundungan terhadap anak.
Jumlah ini melonjak dari tahun-tahun sebelumnya yang berkisar 30-60 kasus per tahun. Kasus bullying yang terjadi juga sebagai tolak ukur bahwa peserta didik belum memiliki kesejahteraan diri yang baik.
Dalam sebuah sesi mengawali pembelajaran, seorang guru membagikan satu lembarsticky notes berwarna pada masing-masing peserta didik dan guru tersebut meminta semua peserta didik menggambarkan sebuah emoticonatau emoji untuk ditulis pada sticky notes yang mewakili perasaannya pagi itu.
Terdapat 5-8 peserta didik dalam hampir setiap kelas menuliskan emoji marah, stres dan galau dalam mengawali paginya berangkat ke sekolah. Sehingga penelitian yang disebutkan di paragraf sebelumnya menjadi relevan dengan apa yang terjadi di lapangan.
Pernahkan guru sebagai pendidik bertanya kepada peserta didik apakah mereka merasa bahagia mengawali pagi ini untuk memulai pembelajaran?. Apakah pernah guru bertanya kepada peserta didik, apakah mereka merasa senang bertemu dengan guru di dalam kelas?. Kadang sebagian guru hanya menuntut peserta didik untuk memahami bahwa guru telah hadir di dalam kelas. Peserta didik dituntut memiliki kewajiban untuk memperhatikan dan mendengarkan guru saat memberi penjelasan di depan kelas atau mengharuskan anak-anak untuk terlibat langsung dalam pembelajaran tanpa bertanya apakah mereka merasa bahagia saat berangkat dari rumah?.
Guru selalu mengawali bertanya “bagaimana kabar kalian anak-anak, semoga kalian selalu dalam kondisi sehat walafiat.” Kalimat ini adalah kalimat klise, selalu diucapkan setiap kali bertemu dengan peserta didik secara klasikal. Dan bisa dipastikan semua akan menjawab dengan jawaban formalitas bahwa semua peserta didik dalam kondisi sehat. Sehat secara fisik berarti hadir di dalam kelas. Kalau tidak sehat secara mental belum tentu peserta didik siap mengikuti pembelajaran.
Lalu bagaimana pendidik membimbing dan mengarahkan peserta didik mampu memiliki kesejahteraan diri yang baik?. Melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila dengan tema Bangunlah Jiwa dan Raganya peserta didik diajak untuk mampu mendapatkan pemahaman tentang kesejahteraan diri dan kesehatan mental.
Melakukan praktik dan penerapan bagaimana peserta didik memiliki kepedulian terhadap dirinya sendiri, memperhatikan pola makan dan nutrisi yang baik bagi tubuh, mampu mengendalikan emosinya, bekerjasama dengan orang lain, memberi penghargaan untuk diri sendiri dan lingkungan.
Dengan pemahaman yang baik, praktik yang cukup untuk memahami kesejahteraan diri, dapat dipastikan peserta didik mampu melakukan perubahan dalam dirinya. Mengapa peserta didik harus memiliki kesejahteraan diri saat di sekolah?. Karena sekolah memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan remaja (Yuniawati dan Nissa, 2019).
Peserta didik yang sejahtera akan mampu memiliki peningkatan hasil akademik, kehadiran di sekolah, perilaku prososial, keamanan sekolah, dan kesehatan mental peserta didik (Noble, McGrath, Wyatt, Carbines, & Robb, 2008). Hal-hal tersebut sebagai dampak positif yang akan muncul di sekolah ketika peserta didik sudah merasa sejahtera.
Sebelum semua tahapan yang harus dilakukan guru untuk menjamin bahwa peserta didik mampu mewujudkan kesejahteraan diri selama di sekolah. Guru sebagai pembimbing juga harus menyakinkan diri bahwa guru juga telah memiliki kesejahteraan diri dengan selalu menunjukkan wajah yang gembira dan bahagia.
Guru juga diharapkan mampu telah menyelesaikan masalah di luar sebelum masuk dan membersamai peserta didik di dalam kelas.(*)