MalangPoscoMedia – Tidak pernah kehilangan keramahan. Hal ini melekat dalam diri DR (C) Sulistyowati, ME, WMI, CFP, arek Malang yang telah 36 tahun berkarier dalam dunia perbankan dan kini mengabdikan diri sebagai Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) masa bakti tahun 2022-2027. Di BPKH, ia kerap dijuluki ‘Srikandi’ karena merupakan satu-satunya wanita diantara tujuh Anggota Dewan Pengawas BPKH dan tujuh Anggota Badan Pelaksana BPKH yang secara resmi dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta pada 17 Oktober 2022.
‘’Setelah melalui proses seleksi yang sangat ketat, saya tentu bersyukur memperoleh kepercayaan menjadi Anggota Badan Pelaksana BPKH. Hal ini merupakan amanah dari negara yang harus saya laksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan selalu saya niatkan sebagai ibadah,’’ ungkap Lilies, sapaan akrabnya kepada Malang Posco Media, Sabtu (6/4).
Alumni SMPN 1 dan SMAN 3 Kota Malang ini menambahkan BPKH merupakan lembaga yang mandiri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri Agama. BPKH didirikan berdasarkan Undang-Undang (UU) No.34/2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Pendirian BPKH pada tahun 2017 berdasarkan Peraturan Presiden No.110/2017 dan Peraturan Pemerintah No 5/2018. Mandat BPKH adalah mengoptimalkan dana haji dari calon jemaah haji secara syariah dan memberikan nilai manfaat bagi jemaah haji dan kemaslahatan umat.
‘’BPKH bekerja sesuai amanah UU No 34 Tahun 2014,dengan prinsip investasi yang diusung BPKH yakni aman, hati-hati, mengutamakan nilai manfaat, transparan, akuntabel dan syariah,’’ urai wanita yang lama menjabat Executive Vice President di Bank Muamalat.
Wanita kelahiran 20 Februari 1966 yang tetap enerjik ini menambahkan, BPKH juga menerapkan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat dan likuiditas dalam melakukan penempatan dan atau investasi sebagaimana amanat dalam UU No.34/2014. Serta, harus sesuai dengan profil risiko BPKH yaitu ‘Low’, maksimal ‘Low to Moderate’.
Lebih lanjut, isteri dari Anif Punto Utomo ini memaparkan dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji, maka dana haji didefinisikan sebagai dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan ibadah haji, Dana Abadi Umat (DAU) serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.
‘’Sedangkan Dana Abadi Umat (DAU) adalah sejumlah dana yang sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 diperoleh dari hasil pengembangan DAU dan atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji, serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,’’ tegas ibu dari tiga anak ini. (nug/bua)