MALANG POSCO MEDIA-Pilihan terhadap Mahfud Md sebagai pasangan cawapres Ganjar Pranowo terbilang tepat. Apalagi secara survei, elektabilitas Mahfud sedang naik di Jawa Timur.
Menurut survei Pusat Studi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang mengadakan press release, Rabu (18/10) kemarin, Mahfud Md dan Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jatim saat ini) menjadi figur cawapres favorit di Jatim.
Koordinator Tim Survei Pusat Studi Ilmu Politik UMM Ruli Inayah Ramadhoan, S.Sos, M.Si, menjelaskan Muhaimin Iskandar memang paling awal memegang tiket calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Anies Baswedan. Situasi itu membuat tren elektabilitas Ketua Umum PKB tersebut melonjak naik di Jawa Timur.
Berdasarkan survei yang dilakukan Pusat Studi Ilmu Politik UMM di Jawa Timur pada September 2023 dengan responden sebanyak 1.000 orang, Muhaimin naik dari 5,8 persen pada Juli 2023 menjadi 10,9 persen pada September 2023.
Meski begitu, angkanya masih berada di urutan kelima, di bawah Mahfud Md yang mencapai 19,4 persen, Khofifah Indar Parawansa 14,5 persen, Ridwan Kamil 11,1 persen dan Sandiaga Uno 10,9 persen.
Mahfud Md yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia (Menko Polhukam) mengalami kenaikan elektabilitas dari 15 persen pada Juli 2023 menjadi 19,4 persen pada September 2023.
”Masih ada beberapa nama lain yang muncul dalam survei cawapres ini. Mereka antara lain Erick Thohir 10 persen, Agus Harimurti Yudhoyono 6 persen, Yenny Wahid 4,5 persen dan Gibran Rakabuming 4,2 persen,” kata Ruli Inayah sapaannya.
Apabila ditilik lebih detail berdasarkan wilayah aglomerasi kultural, Mahfud Md unggul di tiga wilayah. Yakni Arek sebanyak 22,9 persen, Mataraman 16,5 persen dan Pantura 23,1 persen.
”Mahfud asal Sampang, Madura, tapi justru kalah dukungan ketimbang Muhaimin dengan 28,8 persen di Pulau Garam itu, meski selisihnya tidak banyak dengan perolehan Mahfud 26,3 persen,” ujar dosen Hubungan Internasional UMM tersebut.
Adapun Khofifah unggul di wilayah Tapal Kuda. Hanya, di wilayah tersebut persaingan di antara ketiganya terhitung ketat. Khofifah unggul 17,5 persen, lalu menyusul Mahfud Md 14,5 persen dan Muhaimin 12 persen.
Kemudian, kalau dari afiliasi ormas, di mana NU menjadi yang paling dominan di antara 1.000 responden pada survei kali ini dengan 75,8 persen, Mahfud menjadi yang paling unggul 19,5 persen. Khofifah berada di urutan berikutnya dengan 15,6 persen dan Muhaimin 10,7 persen.
”Terlepas dari itu, ketika dilakukan simulasi pasangan capres-cawapres, baik dengan pasangan Khofifah maupun Mahfud, Prabowo selalu unggul tipis atas Ganjar. Sangat tipis,” terang Ruli.
Ya, ketika Prabowo dipasangkan dengan Khofifah yang kini berstatus Gubernur Jawa Timur, mereka unggul 49,3 persen berbanding pasangan Ganjar-Mahfud 48,6 persen.
Situasi yang tidak berbeda jauh ketika pasangannya ditukar. Dalam simulasi pasangan Prabowo dengan Mahfud, mereka unggul 49,6 persen berbanding Ganjar-Khofifah yang meraih 48,7 persen.
Sementara itu analis politik Universitas Brawijaya (UB) Dr Abdul Aziz SR MSi kepada Malang Posco Media mengatakan digandengnya Mahfud Md sebagai calon wapres Ganjar Pranowo sebuah kekuatan yang pas. Meski begitu, Mahfud Md dikhawatirkan belum bisa menarik pemilih untuk tertarik memilih pada kalangan tertentu.
“Terlihat memang menarik ketika Mahfud diusung PDIP untuk mendampingi Ganjar Pranowo. Karena warna hijau (berkaitan dengan latar belakang agama,red) dalam koalisi PDIP (yang identik merah mengusung nasionalis-sekuler) menjadi relatif terlihat,” jelas Aziz.
Dijelaskannya, Mahfud sedikit banyaknya berwarna hijau. Yang bisa mewakili kalangan muslim santri, warga NU, alumni HMI (matan Ketua Presidium KAHMI) dan yang juga berasal dari perguruan tinggi bermerek Islam. Akan tetapi hal ini masih belum dipandangnya kuat menarik simpati kalangan hijau lainnya.
Seperti kalangan nahdliyin. Aziz menyampaikan sanksi pasangan keduanya mampu menarik perhatian kalangan ini untuk mendukung. Dikarenakan kalangan ini juga akan melihat sosok lain yang kini juga menjadi calon wakil presiden.
“Tentu akan ada barisan nahdliyin yang ke Mahfud. Hanya mungkin tidaklah lebih besar dibandingkan dengan yang ke Anies-Muhaimin. NU berakar pesantren, dan itu lebih identik dengan Muhaimin dan PKB-nya dibandingkan Mahfud,” jelas Dosen Ilmu Politik ini.
Kemudian, ia menyampaikan kans perolehan suara pasangan Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024. Menurutnya, saat melihat berbagai survei. Seperti LSI, SMRC, Kompas, dan lain-lainnya belakangan ini dukungan ke Ganjar lebih tinggi.
Bahkan terlihat seperti kejar mengejar dengan kans Prabowo Subianto. Karena menurut pantaunnya, terkadang posisi keduanya ada di poisisi pertama kemudian kedua dengan rentang tidak terlalu jauh satu sama lain. Namun, ia melanjutkan, jika melihat polling tak berbayar (yang respondennya jauh lebih besar) seperti google trend, ILC, CNBC, dan lain-lain, dukungan untuk Ganjar sangat rendah.
“Sama rendahnya dengan Prabowo. Keduanya konsisten kejar-mengejar di posisi kedua dan ketiga. Anies Baswedan justru sangat jauh di atas, di angka 65 persen ke atas. Tapi soal ini, perkembangan selanjutnya masih harus kita saksikan hingga awal Februari 2024 nanti,” jelas Aziz.
Setelah ada kejelasan cawapres Anies dan Ganjar ini bagaiamana selanjutnya kans Prabowo memilih gandengannya? Aziz memiliki pandangan bahwa tim Prabowo akan mengalami kesulitan menentukan calon wakil presidennya.
Menurut Aziz, sejak awal Prabowo membidik Gibran Rakabuming (saat ini Wali Kota Solo dan juga anak dari Presiden RI Jokowi,red).
“Dan saat ini peluang untuk merekrut Gibran terbuka lebar pascaputusan (kontroversial) MK. Masalahnya, berbagai kalangan memprotes putusan MK tersebut. Nah beranikah Prabowo mengambil risiko untuk itu,” papar Aziz.
Hal ini dikatakannya beresiko, karena dampaknya bisa negatif seperti dijauhi para pemilih. Pasalnya, menurut Aziz, opini publik pada sosok Gibran (dan Presiden Joko Widodo) saat ini sedang tidak baik alias sedang buruk-buruknya. Jika ada sosok lain yang diinginkan publik selain Gibran patut dipertimbangkan.
“Ke depan bisa saja semakin buruk, dan itu tidak menguntungkan secara elektoral bagi koalisi Prabowo,” pungkas Aziz. (ica/van)