Malang Posco Media – Wali Kota Malang Drs H Sutiaji menanggapi isu istilah “Halal City” yang belakangan ramai diperbincangkan. Sutiaji menegaskan dirinya tidak pernah menggunakan bahasa Halal City atau Kota Halal seperti isu yang berkembang. Yang ada adalah Halal Tourism atau Wisata Halal.
Hal ini ditegaskan dalam pertemuannya dengan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota Malang di Balai Kota Malang Jumat (18/2) lalu.
Sutiaji membeberkan enam konsep utama mewujudkan Kota Malang sebagai Center of Halal Tourism. Hal itu sebagaimana termuat dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang Nomor 1 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Malang Tahun 2018-2023 dan diatur pula dalam ketentuan perubahannya yang termuat dalam Perda Nomor 5 Tahun 2021.
“Jadi ada pengembangan destinasi wisata halal, event wisata halal, kerja sama standarisasi halal di hotel, destinasi kuliner halal, penguatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata halal dan promosi paket wisata halal,” ungkap Sutiaji.
Potensi pariwisata halal menurutnya sangat besar dan inilah yang ditangkap sejak awal pemikiran di tahun 2018 lalu.
Hal ini diperkuat dari Data Global Muslim Travel Index 2018 mengungkapkan prediksi potensi wisata halal di seluruh dunia mencapai 158 juta wisatawan dengan nilai ekonomi hingga 220 miliar dolar.
Ia mencontohkan penerapan halal tourism di Jepang, Korea dan sejumlah negara lain sebagai bentuk identik strategi yang ingin dicapai Kota Malang.
Orang nomor satu di Kota Malang tersebut menegaskan, bahwa dirinya tidak pernah menggunakan bahasa halal city sebagaimana isu yang diembuskan. Sementara pihaknya menjelaskan bahwa ada miskonsepsi yang sangat besar bahwa jargon Malang halal terkait penerapan syariat agama tertentu.
“Malang halal maknanya adalah Center of Halal Tourism. Jadi sama sekali jangan dibuat diksi kalau Malang halal itu Malang syarí. Salah besar. Di RPJMD kami di misi ketiganya adalah mewujudkan kota yang toleran dalam keberagaman,” tegas Sutiaji.
Sutiaji menjamin bahwa Kota Malang adalah kota yang senantiasa menghargai keberagaman yang justru dinilainya sebagai kekayaan, keunikan dan modal tumbuh kembang salah satu kota pendidikan terpenting di Indonesia ini.
Dia bersama Forkopimda Kota Malang pun rutin berkeliling berbagai tempat ibadah keagamaan untuk memelihara komunikasi dan kerukunan yang diakuinya mendapat tantangan serius di era digital saat ini.
Maka dari itu, Sutiaji mengimbau agar masyarakat baik di Kota Malang maupun Indonesia tidak terpancing debat kusir sebagian pihak yang ingin menggiring isu Malang halal ke arah isu SARA.
“Tidak mungkin lah Malang ini akan dibuat konotasinya di daerah lain yang menerapkan syariat agama tertentu saja. Malang ini miniatur Indonesia, selama ini kondusif dan kami hidup berdampingan dengan enak. Jangan sampai ini ditafsirkan lain,” pungkasnya. (ica/jon)