spot_img
Sunday, September 8, 2024
spot_img

TADARUS; Bolehkah Puasa Sebelum Hari yang Ditentukan Pemerintah?

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Tahun ini ada satu moment terpenting dalam kehidupan beragama kita, yaitu keputusan pemerintah menerima masukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan tim pakar astronomi yang menyarankan kriteria tinggi hilal dalam penentuan mungkinnya hilal bisa dilihat atau sering disebut imkanurrukyat dari dua derajat menjadi tiga derajat, dan elongasi (jarak bulan dan matahari) minimal 6,4 derajat.

Kriteria yang didapat dari halaqah dan penandatanganan ad referendum oleh semua menteri agama negara anggota Mabims, merupakan jawaban dari kritik dunia internasional tentang kriteria imkanurrukyat yang hanya dua derajat.

Para astronom menganggap pengakuan menyaksikan hilal pada ketinggian dua derajat tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Efek dari perubahan kriteria minimal imkanurrukyat oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag RI ini memungkinkan perbedaan mengawali bulan semakin banyak, terutama bagi pesantren-pesantren yang tidak menerima kriteria baru dan tetap berpegang pada kriteria imkanurrukyat  dua derajat.

Di Kota Malang ada Pesantren Miftahul Huda Gading atau Pondok Pesantren Ploso Kediri yang menentukan awal Ramadan pada 2 April 2022.

Lantas bolehkan puasa mengikuti kedua pesantren ini yang menentukan awal Ramadan berdasar hisab/perhitungan dengan kriteria imkanurrukyat 2 derajat meski hasil rukyat bil fi’li tidak berhasil dilakukan? Bagaimana dengan riwayat hadits Bukhari Muslim yang menyatakan: ”La taqaddamu Ramadlan bi saumi yaumin au yaumaini illa rojulun kana yasumu shauman fal yasumhu”

Janganlah mengawali Ramadan dengan puasa satu hari atau dua hari kecuali orang yang sudah terbiasa puasa maka ia boleh berpuasa. Hadits ini menjelaskan bahwa yang dilarang dalam hadits ini adalah larangan mengawali puasa Ramadan dengan puasa Sunnah yang dikhawatirkan memunculkan persepsi seolah-olah ia menambah puasa wajib. Bila ia masih mempunyai hutang puasa, ia bahkan harus puasa atau yang terbiasa melakukan puasa Sunnah Senin Kamis atau puasa Daud yang ketepatan bersambung dengan Ramadan maka diperkenankan.

Sementara dalam kasus perbedaan awal Ramadan tidak ada hubungannya dengan hadits ini. Secara umum mengawali puasa dengan dasar pernyataan ahli nujum/ perbintangan itu tidak wajib bahkan tidak diperkenankan. Tetapi bila ia mengawali puasa atas dasar perhitungan hisabnya sendiri seperti dalam penjelasan kitab Majmu’ hal ini diperkenankan. Bahkan menurut Imam Ramli mengikuti hisab yang diyakini sendiri ini harus dilakukan. Kewajiban ini juga harus diikuti bagi yang mempercayainya. Untuk itu mengikuti puasa atas dasar hisab sebagaimana dilakukan oleh Pesantren Miftahul Huda maupun Ploso diperkenankan bila meyakininya.

Berdasar hadits Abu Al Qasim shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Sya’ban menjadi tiga puluh“. (HR Bukhari 1776).

Pemerintah menetapkan awal Ramadan 1443 berdasar hilal yang tidak terlihat di lebih dari 101 titik pantau pada hari Ahad juga sangat kuat dasarnya sehingga mereka yang meyakini puasa hari Sabtu karena yakin dengan kiainya diperkenankan, begitu juga bila menggunakan dasar ketetapan pemerintah yang mendasari pada imkan rukyat dan rukyat bil fi’li. (*)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img