SURABAYA – Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) dipastikan telah menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema), Rabu (11/6/2025) malam.

Penahanan kedua tersangka usai dilakukan pemeriksaan secara maraton di ruang Pidsus Kejati Jatim, sejak Rabu siang. Mengenakan rompi merah, kedua tersangka langsung digiring ke rumah tahanan Kejati Jatim di ruangan yang berbeda.
“Setelah adanya bukti dan saksi yang kuat, kami tetapkan tersangka dan kami tahan langsung,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim Saiful Bahri Siregar kepada wartawan, Rabu malam.
Kedua tersangka itu adalah Direktur Polinema periode tahun 2017 hingga tahun 2021 AS (Awan Setiawan), dan HS (Hadi Setiawan) selaku pemilik tanah. Aksi kerjasama keduanya disebut merugikan negara Rp 42 miliar.
Saiful Bahri mengatakan, kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Keduanya terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Menurutnya, pengadaan tanah untuk perluasan kampus yang dilakukan pada tahun 2019 itu tidak melibatkan panitia pengadaan tanah.
“Namun pada tahun 2020, pelaku Awan menerbitkan Surat Keputusan panitia pengadaan tanah, setelah ada kesepakatan harga dengan Hadi,” katanya.
Tanah dimaksud terletak di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang dengan harga Rp 6 juta permeter persegi.
Luas tanah yang dibeli Awan seluas 7.104 meter persegi, yang terdiri dari tiga Surat Hak Milik (SHM) seluruhnya seharga Rp 42.624.000.000.
Awan menentukan harga Rp 6 juta permeter persegi kepada Hadi tanpa ada penilai dari jasa penilai harga tanah (appraisal).
Selain itu, Hadi melakukan jual beli tanpa ada surat kuasa dari pemilik tanah kepada Awan.
Hadi disebut telah menerima uang muka Rp 3,8 miliar pada 30 Desember 2020, dan baru mendapatkan Surat Kuasa Menjual pada 4 Januari 2021.
Pada tahun anggaran 2021, Awan selaku Direktur Polinema memerintahkan bendahara melakukan pembayaran tanah kepada Hadi sebesar Rp 22,6 miliar tanpa disertai perolehan hak atas tanah.
“Hal ini dilakukan seakan-akan lunas pada satu tahun anggaran, padahal berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) semua bidang tanah dilakukan pembayaran secara bertahap, dan tidak ada akuisisi aset dari setiap paket yang dibayarkan dalam DIPA,” ungkapnya.
Parahnya lagi menurut dia, tanah yang dibeli Awan tidak dapat digunakan setelah dilakukan appraisal.
“Pihak appraisal melihat adanya bidang tanah yang berdekatan dengan sepadan sungai. Sehingga tanah tersebut tidak bisa dipergunakan untuk perluasan kampus,” pungkasnya. (has)