.
Saturday, December 14, 2024

Diurus Asisten Residen, Dibantu 11 Anggota Dewan Kota

Tahun Pertama Belum Ada Wali Kota

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Ternyata awal dibentuk menjadi gemeente, Kota Malang belum memiliki wali kota. Saat itu masih dipimpin pejabat Asisten Residen Malang. Namanya F.L Broekveldt.


Broekveldt bekerja dibantu beberapa staf kantornya. Yang juga kemudian dibantu pejabat legislatifnya yang disebut Dewan Kota. Terdiri dari 11 orang. Dikutip dari Kroniek der Stadsgemeente Malang over der Jaren 1914-1939, 11 orang ini membantu asisten residen Malang mengatur keuangan dan pembangunan Kota Malang di tahun pertama.


Diketahui anggota dewan kota saat itu masih didominasi orang Belanda. Karena dari total 11 anggota dewan, sebanyak delapan di antaranya Orang Eropa, dua orang pribumi dan satu orang keturunan Asia Timur atau oriental.


Sejarawan Kota Malang dari Universitas Negeri Malang (UM) Dr R Reza Hudiyanto SS M Hum kepada Malang Posco Media menjelaskan, memang di tahun 1914, Kota Malang masih berada di wilayah keresidenan. Maka dari itu belum ada wali kota.


“Makanya dipimpin pertama oleh asisten residen karena statusnya masih afdeeling dari Keresidenan Pasuruan, lalu ada juga dewannya mereka bekerja merencanakan pembangunan dan mengajukan anggarannya. Di situ memang kita sudah lihat sistem pemerintahannya meskipun sederhana,” jelas Reza.


Diketahui, di tahun 1914 juga belum ada Balai Kota Malang. Rapat atau pertemuan dari asisten keresidenan Malang dan dewan kota diketahui menyewa sebuah gedung. Lokasinya di kawasan antara Gereja Kayutangan dan gedung Socieliet Concordia (sekarang Sarinah).


Kota Malang baru memilki wali kota di tahun 1919. Meski begitu, kata Reza, untuk anggota dewan kota juga mengalami perubahan. Seiring tahun-tahun berjalan dewan kota sudah didominasi warga pribumi.


Untuk luasan kawasan Gemeente Malang pun belum seluas lima kecamatan seperti saat ini. Menurut Reza wilayah yang diatur saat itu hanya sebatas kawasan Klojen ke arah selatan. Saat ini wilayah Kecamatan Klojen. Yakni di antara kawasan-kawasan seperti Kauman, Talun, alun-alun bundar, Kayutangan dan sekitarnya.


“Karena Kota Malang masuk dalam tahap kedua kebijakan desentralisasi dari pemerintah pusat, saat itu di Batavia, makanya tetap ada koordinasi dengan Batavia. Mereka ajukan pembangunan apa saja, lalu anggaran diajukan,” jelasnya.


Untuk arah pembangunannya, Reza menjelaskan bidang infratsruktur seperti pemeliharaan jalan dan penerangan menjadi salah satu yang utama. Salah satunya untuk kebutuhan penerangan jalan. Kota Malang saat itu sudah memiliki banyak pemukiman orang Belanda.


Kemudian lanjut Reza, beberapa kali tercatat ada kasus kriminalitas di lingkungan tersebut. Maka dari itu penerangan lebih baik diutamakan.
Dikutip dari Kroniek der Stadsgemeente Malang, anggaran penerangan jalan Kota Malang 109 tahun lalu memang cukup besar dibandingkan dengan yang lainnya yang diprioritaskan. Yakni 7.200 gulden untuk penerangan jalan saat itu.


Beberapa alokasi anggaran di tahun pertama pemerintahan Kota Malang yang juga besar digunakan untuk pemeliharaan jalan yakni sebesar 6.000 gulden.


“Memang saat itu pemukiman Belanda sudah mulai banyak, tapi kemudian banyak kriminalitas karena kurang penerangan. Maka wajar jika anggaran penerangan jalan besar saat itu, selain pemeliharaan jalan,” tegas Reza.


Alokasi anggaran lain yang diproritaskan seperti dikutip dari Kroniek der Stadsgemeente Malang over de Jaren 1914-1939 anggaran dikeluarkan untuk pemeliharaan taman dan alun-alun yang dianggarkan sebesar kurang lebih 125 gulden.


Kemudian untuk pengairan jalan atau drainase dianggarkan 1.000 gulden. Sebanyak 225 gulden dianggarkan untuk pemeliharaan gerobak dan peralatan umum. Dan sebanyak 1.500 gulden digunakan untuk layanan kebersihan. (ica/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img