MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Lanjutan kompetisi Liga 1 sudah akan kembali berjalan. Pilihan tanggalnya pun sudah ada. Antara tanggal 18 November, 25 November atau 2 Desember. Sementara usut tuntas Tragedi Kanjuruhan masih jalan di tempat.
Sejak Tragedi Kanjuruhan pecah pada 1 Oktober lalu, hingga 40 hari usai kejadian, belum ada kelanjutan dari para tersangka dan proses hukumnya. Sementara saat ini masih ada enam tersangka yang sudah diumumkan Kapolri, 6 Oktober lalu. Belum ada tambahan lagi.
Pada 25 Oktober lalu, penyidik Polda Jatim melimpahkan tiga berkas untuk enam tersangka Tragedi Kanjuruhan ke Kejaksaan Tinggi Jatim. Namun Kejati mengembalikan tiga berkas tersebut ke Polda, 7 November kemarin. Kejati meminta penyidik untuk melengkapi berkasnya.
Sayang tak dijelaskan secara detail apa yang kurang dari berkas itu. Meski secara garis besar, disebutkan ada syarat formil serta materiil yang harus dipenuhi oleh penyidik. Selain itu, penyidik Polda Jatim diminta mendalami pihak-pihak lain yang bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan.
Siapakah pihak-pihak lain itu? Siapakah yang bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan itu? Baru ada enam tersangka, yaitu dua orang dari unsur Arema FC (Ketua Panpel dan Security Officer), tiga orang dari unsur Polisi dan satu orang dari unsur penyelenggara Liga 1.
Apakah ada unsur lainnya yang belum masuk? Kita tunggu saja. Pemeriksaan demi pemeriksaan masih terus dilakukan. Termasuk menunggu hasil autopsi yang infonya baru keluar dua bulan lagi. Semoga saja, kita tidak sampai lupa, karena kelamaan menunggunya.
Juga semoga Aremania sebagai korban terbanyak mau bersabar dengan proses yang terkesan jalan di tempat ini. Serta bersabar menyampaikan tuntutan demi tuntutan untuk mendapatkan keadilan terkait Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban 135 nyawa.
Lebih dari itu, semoga Aremania juga kuat dan sabar menghadapi skenario-skenario busuk untuk ‘menuntaskan’ usut tuntas. Seolah ada upaya ‘membungkam’ aksi Aremania. Diantaranya penggiringan opini publik melalui medsos, menyalahkan Aremania.
Entahlah, siapa mereka-mereka itu. Mereka yang nyinyir, seolah sudah tak punya empati. Aremania yang menjadi korban, justru dikatakan sebagai penyebabnya. Apa ya mungkin, Aremania yang membunuh Aremania sendiri. ‘Serangan’ mereka itu aneh.
Tapi saya menyadari, Aremania sekarang ‘dibenturkan’ dengan nitizen atau dengan kelompok suporter lain. Dasar alasannya adalah ‘menyelamatkan’ sepak bola Indonesia. Baik itu kaitannya dengan sanksi FIFA, Timnas Indonesia atau lanjutan kompetisi Liga 1.
Mereka sepertinya tak rela jika sepak bola ‘mati’ karena Tragedi Kanjuruhan. Termasuk induk sepak bola Indonesia, PSSI tak ingin berhenti. Lebih tepatnya tak mau mundur seperti hasil rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). Mereka tetap jalan terus.
Meski telah menjanjikan Kongres Luar Biasa pada 2023, menurut saya itu win-win solution saja dengan Pemerintah yang tak bisa mengintervensi PSSI. Penting bagi mereka kompetisi bisa kembali berjalan. TGIPF pun merasa semua rekomendasi mereka sudah dijalankan semua. Benarkah?
Intinya bagi mereka, sepak bola tetap jalan. Sementara hasil Komnas HAM yang menganggap Tragedi Kanjuruhan bukan pelanggaran HAM berat, rasanya 11-12 dengan hasil TGIPF. Ancaman kepada PSSI bakal berlalu begitu saja. Bahkan ada yang menertawakan itu.
Sekarang, siapa lagi yang mau diharapkan untuk mendukung Aremania dalam usut tuntas Tragedi Kenjuruhan. TGIPF sudah selesai, Komnas HAM sudah selesai dan Kapolri sudah meneruskan ke Polda Jatim. Mungkin Presiden Jokowi juga sudah lupa dengan Tragedi Kanjuruhan.
Terus terang, saya tidak yakin Pak Presiden membaca secera menyeluruh dan detil dari rekomendasi TGIPF yang diserahkan Pak Mahfud MD di Istana Negara, 14 Oktober lalu. Ya sudahlah, Pak Presiden mungkin sudah mendapat ‘pencerahan’ dari Presiden FIFA.
Biarlah Aremania, suporter lain dan masyarakat yang peduli, terus berjuang sekuat tenaga mencari keadilan. Banyak tuntutan yang belum terwujudkan. Diantaranya meminta Polda Jatim melakukan rekontruksi ulang di TKP dan dihadiri oleh saksi. Serta tuntutan-tuntutan lainnya.
Sebelum ada keputusan sidang pengadilan, Aremania akan terus beraksi mendapatkan keadilannya. Minimal berharap dan akan terus berdoa. Dalam setiap kali mendoakan almarhum almarhumah korban meninggal. Jika tak dapat keadilan dunia, insya Allah di akhirat.
Mengingatkan tulisan, poster, spanduk-spanduk atau postingan di medsos tentang ‘Tak Ada Sepak Bola Seharga Nyawa’. Lebih tepatnya 135 nyawa. Sayangnya, sepak bola Indonesia ingin tetap jalan. Sebanyak 135 nyawa itu mungkin dianggap sudah selesai urusannya.
Terbukti kompetisi yang digelar PSSI akan segera kembali digulirkan. Tim Arema FC pun sudah siap kembali ikut lanjutan kompetisi Liga 1 tersebut. Bagaimana dengan usut tuntas? Mungkin perlahan bakal ‘terlupakan’ dengan keseruan pertandingan Liga 1. Bisa jadi.
Kalau idealnya menurut saya, Liga 1 ini bisa kembali bergulir jika tragedi sepak bola yang mendunia ini sudah tuntas urusannya. Ternyata waktu 40 hari tak cukup menuntaskan ini semua. Ya, semoga saja 135 nyawa itu tidak sia-sia. Panjang umur perjuangan Aremania! (*)