MALANG POSCO MEDIA – Liga 1 2022/2023 telah berlanjut sejak 5 Desember lalu. Aktivitas mengawal tim kebanggaan Arek Malang, Arema FC, juga kembali dilakoni wartawan Malang Posco Media, Stenly Rehardson. Dia turut memulai lagi ‘spesialnya’ lanjutan kompetisi ini dengan memberikan laporan langsung dari wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Solo adalah kota pertama dimana Arema FC berlaga di Stadion Manahan. Tidak mudah, ya walaupun bisa dibilang tidak sulit. Pastinya harus beradaptasi lagi dengan hal-hal baru. Belum lagi, saya sempat memiliki trauma tersendiri ketika liputan ‘Arema’ pasca Tragedi Kanjuruhan lalu.
Menggunakan sistem bubble, terpusat di satu wilayah, sejatinya sudah pernah saya rasakan di musim 2021/2022 lalu. Bedanya, saat ini tidak ada kewajiban colok mencolok hidung dan tenggorokan. Tak ada swab, yang membuat pikiran was-was sebelum masuk stadion.
Tapi, saat ini yang dihadapi adalah perasaan tak karu-karuan dari penggawa Arema FC. Saya harus menghadapi bagaimana pemain yang kini berjuang dengan cara mereka demi mendapatkan kembali kepercayaan diri, juga kepercayaan publik di Malang. Kadang masih ragu untuk wawancara mereka, kadang juga masih tidak enak berdiri di antara pemain. Namun yang saya tahu dan yakini, mereka semua kompak mau bangkit dan mendapatkan hasil maksimal.
Saya pun datang ke Solo di H-1 laga di Stadion Manahan. Di hari H, suasana di stadion juga berbeda, sangat ketat. Sebab, ada apel persiapan pengawalan VVIP di acara mantunya Jokowi. Hotel tempat Arema menginap pun dikawal ketat karena juga sudah berdatangan tamu dan juga mereka yang akan bertugas menjaga keamanan hajatan presiden.
Sementara, salah satu bukti ketatnya lagi, staf media Arema FC sempat terhadang tak bisa masuk ke lapangan. Sebab, dia belum membawa ID Card yang dikeluarkan oleh LIB sebagai operator kompetisi. LOC benar-benar melarang masuk. Padahal, ini adalah staf media yang melekat dengan tim. Aturan tetap harus dijalankan. Baru setelah 40 menitan, dia memperoleh akses, karena ID-nya sudah berstatus approve, meskipun belum mendapatkan ID fisik.
Petugas di lapangan pun benar-benar mengawasi siapapun yang ada di dalamnya. Ada pemain Arema yang tak masuk daftar susunan pemain, juga dilarang masuk ke ruang ganti. PascaTragedi Kanjuruhan, semuanya benar-benar ditata ulang.
Begitu memasuki stadion, tak ada lagi gemuruh suporter, yang sempat saya dan kita lihat bersama-sama di 10 pekan pertama. Apalagi, di 10 laga tersebut, nyaris semua stadion yang saya masuki full. Kecuali di laga pertama melawan Borneo FC. Selanjutnya, di Malang, Martapura, Bali, Pare-pare, dan Kediri, penuh dengan suara suporter.
Kali ini, suasana itu sudah berbeda. Suara instruksi pelatih pun kembali terdengar dari posisi saya di balik ad board. Kepanikan dan teriakan salin motivasi antarpemain di lapangan pun terdengar jelas. De javu musim lalu, menurut saya.
Selepas laga, saat Arema FC menang, suasana juga jauh berbeda dengan sebelumnya ketika tim memenangkan laga. Pemain tetap memiliki rasa takut, belum loss atau total mengekspresikan kemenangan.
“Takut salah saja. Kondisinya kan seperti ini,” tutur salah satu pemain kepada saya.
Pemain Arema FC pun masih agak susah ketika diajak interview. Kalau sekadar ngobrol-ngobrol ringan, okelah. Tapi ketika berbicara masalah tim, sekalipun mengenai persiapan laga, tak sedikit yang menghindar.
Beruntung, staf pelatih kini jauh lebih cair. Mereka memahami tugas saya sebagai jurnalis. Sehingga, mereka sebisa mungkin membantu menjawab ketika saya bilang “mau wawancara”.
Masih ada lima laga mengawal laga Arema FC ini. Saya berharap tentunya, semoga suasana hati seluruh tim segera kembali. Semoga juga hasil yang didapatkan maksimal. Semoga. (ley)