Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si
MALANG POSCO MEDIA – Ketika Allah menciptakan Adam as, Allah mengajarkan ilmu pengetahuan tentang al-asma’ (nama-nama) seluruh ciptaan-Nya, dengan berbagai jenisnya, dan berbagai macam bahasa yang berbeda-beda sebagai bekal bagi Adam untuk mengelola bumi. Hal ini mencerminkan, betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia. Maka, seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang menghadirkan kemaslahatan bagi umat manusia adalah wajib.
Dalam Islam, wajib hukumnya melaksanakan sebuah ibadah berdasarkan ilmu, sebab ilmu yang akan menuntun manusia melaksanakan ibadah dengan benar dan tepat. Imam Nawawi pernah menceritakan bahwa jika Rasulullah Muhammad SAW menjumpai dua majelis dalam satu masjid; satu membahas tentang dakwah, yang satunya lagi membahas tema-tema keilmuan, Rasulullah Muhammad SAW lebih memilih duduk bersama mereka yang menyibukkan diri dengan ilmu pengetahuan, meski kedua majelis mengajak pada kebaikan.
Pancaran Majelis Ilmu
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Muhammad SAW pernah berkata, “Kalau kalian sedang dalam perjalanan lalu menjumpai taman-taman surga, mampirlah walaupun sebentar.” Sahabat pun bertanya, “Ya Rasul Muhammad SAW apa itu taman-taman surga? “Ia adalah majelis-majelis zikir,” jawab Rasulullah Muhammad SAW (HR. At-Tirmidzi).
Imam ‘Atha, sebagaimana dikutip Imam Nawawi, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan majelis-majelis dzikir dalam hadits di atas adalah majelis ilmu yang di dalamnya membahas tentang halal haram, tata cara berpuasa, nikah, haji, dan sebagainya. Ibnu Umar ra bahkan menegaskan, satu majelis ilmu jauh lebih baik daripada ibadah selama enam puluh tahun.
Dalam Islam, menuntut ilmu adalah suatu keutamaan. Mereka yang serius menuntut ilmu di jalan Allah adalah mereka yang lebih utama kedudukannya dalam Islam. Allah berfirman dalam QS. 39: 9 yang artinya: “Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.”
Menyoal keutamaan ilmu dan ibadah, Ali bin Abi Thalib ra mengatakan bahwa satu orang berilmu itu jauh lebih besar pahalanya daripada orang yang berpuasa berdiri tegak berperang di jalan Allah. Bahkan, orang yang menuntut ilmu, sampai kemudian ia kembali ke tempat asalnya, ia dihukumi sebagai orang yang sedang beribadah atau berjuang di jalan Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan “Orang yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sehingga ia kembali ke rumahnya (HR. At-Tirmidzi).
Diciptakannya manusia salah satunya adalah untuk beribadah kepada Allah. Tetapi, ibadah yang dilaksanakan tanpa ilmu tentu tidaklah bermakna apa-apa sebab tidak akan pernah sampai kepada tujuannya. Beribadah tanpa ilmu bagaikan orang buta yang berjalan tanpa tongkat atau penuntunnya, sedangkan ilmu tanpa ibadah itu sia-sia.
Taman Surga Dunia
Surga itu adalah tempat kenikmatan yang kekal nan sempurna di akhirat yang tidak ada di dalamnya kekurangan sama sekali. Alam akhirat adalah tempat surga dan neraka yang pasti akan dijumpai terjadi setelah peristiwa kiamat. Maka, demikian pula dengan taman surga, tempat indah yang ada di dalam keindahan surga itu sendiri. Tentunya taman surga pun tidak bisa kita jumpai sebelum proses hari akhir berlaku.
Allah SWT banyak memberi perumpamaan gambaran surga di dalam Al Qur’an, salah satunya sebagaimana yang tersebut dalam QS. 13:35 yang artinya: “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman) mengalir sungai-sungai di dalamnya, buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.”
Namun, meski taman surga adanya di masa akhirat, tapi Rasulullah Muhammad SAW menyamakan majelis ilmu atau majelis zikir di dunia dengan taman surga. Bahkan beliau juga menggambarkan kondisi taman surga di dunia dengan ungkapan “Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada di dekatnya. Barangsiapa yang kurang amalannya, maka nasabnya tidak mengangkatnya.” (HR. Muslim).
Sisi lain Rasulullah Muhammad SAW juga menyampaikan pesan “Tidaklah duduk suatu kaum, kemudian mereka berzikir kepada Allah Ta’ala dalam duduknya hingga mereka berdiri, melainkan dikatakan (oleh Malaikat) kepada mereka, ‘Berdirilah kalian, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa kalian dan keburukan-keburukan kalian pun telah diganti dengan berbagai kebaikan’.” (HR.Ath-Thabrani).
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam bukunya Al-Wabil Ash-Shayyib mengatakan, “Sesungguhnya majelis-majelis zikir adalah majelisnya para malaikat, adapun majelis yang berbicara masalah dunia di dalamnya bukanlah majelis mereka kecuali disebutkan nama Allah Ta’ala di dalamnya.”
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Muhammad SAW, bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling mencari kelompok-kelompok zikir. Jika mereka telah mendatanginya dan mengelilinginya, mereka mengutus pimpinan mereka ke langit, kepada Rabb pemilik keagungan. Mereka berkata, ‘Wahai Rabb kami, kami telah mendatangi sebagian hamba-Mu yang mengagungkan nikmat-nikmat-Mu, membaca kitab-Mu, bershalawat kepada Nabi-Mu Muhammad SAW, meminta kepada-Mu untuk urusan akhirat dan dunia mereka.’ Allah berfirman, ‘Naungi mereka dengan rahmat-Ku.’ Malaikat berkata, ‘Sesungguhnya dalam kelompok itu ada seseorang yang banyak berbuat salah dan ia hanya ikut-ikutan saja.’ Allah berfirman, ‘Naungi mereka dengan rahmat-Ku. Mereka adalah ahli ibadah yang tak terpengaruh keburukan orang lain.” (HR Al-Bazzar).
Betapa luhur kedudukan orang yang berilmu. Maka tidak heran, para ulama terdahulu menghabiskan sebagian besar waktunya demi melestarikan ilmu, terutama ilmu syari’at Islam. Bahkan, di antara mereka ada yang rela tidak berkeluarga demi mengabdikan diri sepenuhnya untuk ilmu. Misalnya, Ibnu Jarir at-Thobari seorang mufassir (ahli tafsir) dan sejarawan, Zamakhsyari seorang mufasir dan teolog, Imam Yahya bin Syarof ad-Din an-Nawawi seorang ahli hadits (muhaddits), Ibnu Taimiyah dan sebagainya. Mereka mendedikasikan dan mengabdikan diri untuk melestarikan ilmu. Sehingga sejarah mencatatkan sebagai orang-orang alim yang mengharumkan wajah dan dunia Islam. (*)