MALANG POSCO MEDIA, MALANG– Universitas Negeri Malang (UM) melalui UPT Lapasila menggelar Sarasehan Nasional Pancasila. Kegiatan ini bekerjasama dengan Bawaslu Jawa Timur. Dihadiri para tokoh, mahasiswa dan para calon wakil Gubernur Jawa Timur. Dilaksanakan di Hotel Grand Mercure Malang, Selasa (5/11) kemarin.
Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Timur A. Warits mengatakan, Bawaslu berkepentingan dalam kegiatan ini. Tujuannya mendorong agar supaya pengawasan partisipatif terhadap pelaksanaan Pemilu terus berkembang.
“Bawaslu merasa tidak cukup mampu melawan dan meminimalisir money politik yang berkembang di berbagai daerah. Maka kami berharap mahasiswa juga berperan aktif melakukan pengawasan,” katanya.
Menurutnya, money politik telah mencederai demokrasi. Serta meruntuhkan nilai luhur kemanusiaan. Pemilih yang terpengaruh uang dalam pemilu telah menodai kehormatannya sebagai manusia. “Peran serta kita semua dalam pengawasan dan mencegah money politik arahnya juga menyelamatkan martabat manusia, sehingga pemilih tidak dianggap barang dagangan atau budak,” kata dia.
Warist juga mengimbau kepada masyarakat, utamanya mahasiswa sebagai generasi yang kritis dan realistis untuk tidak segan melaporkan jika terjadi kecurangan dalam pemilu. “Kalau ada money politik atau keterlibatan pihak netral seperti TNI Polri, laporkan ke kami. Catat nama dan foto. Ini akan menjadi data yang akan menyelamatkan pelaksanaan kedaulatan rakyat,” ujarnya.
Sarasehan Nasional Pancasila yang digelar UPT Lapasila UM dan Bawaslu Jatim mengangkat tema : Menyongsong Pilkada Jawa Timur 2024 yang demokratis, berintegritas dan anti politik uang. Kegiatan tersebut dibuka secara resmi oleh Rektor UM, Prof. Dr. Hariyono, M.Pd.
Dalam sambutannya Prof Heriyono mengatakan, sebagai bagian dari peradaban dunia bangsa Indonesia harus terbuka dengan kemajuan internasional. Bangsa Indonesia tidak salah jika mengadopsi nilai-nilai peradaban dari luar semalam sesuai dengan kebutuhan bangsa. Termasuk salah satunya pemilihan umum. Karen pemilu hanya dimiliki oleh negara-negara modern. “Dalam pemilu semua mendapat hak sama. Tidak membedakan laki-laki dan perempuan. Kulit hitam, putih atau sawo matang. Semua punya nilai kesetaraan,” katanya.
Menurutnya, tantangan masa kini pemilu secara organisasi dapat diterima di masyarakat. Namun nilai-nilai atau value belum diimplementasikan secara menyeluruh. “Dalam istilah sosiologi, organisasi bisa kita bentuk, tapi lembaga belum ada. Dalam institusi lembaga ada value. Kita punya ekseskusi, legislatif maupun yudikatif, tapi praktik valuenya belum kuat,” terang rektor.
Karena itu, lanjut Prof Hariyono dalam menegakkan demokrasi harus ada transparansi dan akuntabilitas. Keterbukaan dan pertanggung jawabannya merupakan bentuk dari nilai luhur yang tidak bisa dikesampingkan dalam proses demokrasi. “Semoga kegiatan ini memberikan pencerahan kepada kita semua, sehingga dapat memahami dan mempraktikkan demokrasi, khususnya dalam pemilu yang akan datang,” pungkasnya. (imm/udi)