Malang Posco Media – Juli adalah bulan bersejarah. Sejarah yang ditorehkan Lembaga Keuangan di Indonesia. Khususnya, koperasi yang ikut serta dalam mengawal denyut sosial ekonomi masyarakat.
Sangat wajar apabila setiap Juli ditasbihkan sebagai bulan berkoperasi. Tidak lepas dari titik awal sejarah koperasi di Indonesia yang dimulai 75 tahun silam. Tepatnya, 12 Juli 1947 tatkala Kongres Koperasi digelar kali pertama di Tasikmalaya.
Kongres Koperasi yang sukses digelar itu dijadikan sebagai kelahiran Koperasi Indonesia. Sosok di balik keberhasilan Kongres Koperasi itu adalah Moh Hatta. Akrab disebut dengan Bung Hatta.
Bahkan, sosok Bung Hatta dimaklumatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia yang diberikan dalam Kongres Koperasi Indonesia tahun 1953 di Bandung.
Menariknya, dua tahun sebelumnya, tepatnya tahun 1951 dalam peringatan Hari Koperasi, Bung Hatta memberikan pidato yang menarik dan luar biasa diberi tajuk “Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun.” Kelak Pidato Bung Hatta menjadi “kitab kuning” tentang Koperasi di Indonesia dan diterbitkan secara resmi menjadi buku dengan judul yang sama pada tahun 1971.
Sejarah dan perjalanan panjang telah dilalui. Denyut koperasi masih bertahan hingga kini. Namun, semangat dasar koperasi mulai luntur dan tergerus oleh perubahan zaman dan teknologi. Hal yang sangat nyata dan senantiasa berulang sekian lama.
Tiap kali, kelahiran koperasi pada bulan Juli selalu tanpa diikuti hingar bingar. Tak ada trending topik tentang koperasi. Sudah saatnya, tiap kali Kelahiran Koperasi sudah saatnya dikampanyekan dalam tagar “Aku Indonesia, Aku Berkoperasi.”
Takkala ekonomi negeri ini sedang mengalami fase krisis. Koperasi satu-satunya Lembaga Keuangan yang bisa bertahan dan menjadi “katalisator” ekonomi masyarakat. Kendati, Perguruan tinggi lebih sering menengok dan mempelajari Lembaga Keuangan modern, berupa perbankan. Sedangkan, Lembaga Keuangan bukan bank jarang disentuh. Terlebih koperasi.
Harus diakui, anak muda adalah pasar potensial Koperasi. Terlebih, para mahasiswa-i. Pasar potensial ini belum sepenuhnya digarap serius Koperasi. Selama ini, koperasi lebih banyak fokus dan menggarap kelompok masyarakat usia mapan.
Bahkan, sudah saatnya, koperasi melebarkan pasarnya melalui market place dengan memberikan layanan digitalisasi untuk pasar baru, pasar anak muda.
Meski, koperasi telah melakukan digitalisasi untuk mengimbangi perubahan pasar. Layanan untuk masyarakat yang secara konvensional masih bisa berlangsung.
Merangkul pasar anak muda sebagai salah satu jalan untuk menyelamatkan masa depan koperasi dengan cara anak-anak muda perlu dilakukan koperasi era masa kini.
Pilihan langkah hal ini mampu terlahirnya sejarah yang monumental perlu diselamatkan oleh para generasi muda, khususnya anak-anak muda dengan cara mengenal lebih dekat. Berdasarkan data kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang dirilis pada 2019, selama periode 2019-2020 koperasi di seluruh Indonesia berjumlah 123.048 dan memiliki anggota hingga 22 juta orang.
Koperasi adalah badan usaha yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya sendiri untuk memenuhi kebutuhan bersama. Koperasi tumbuh di berbagai lapisan masyarakat mulai dari pedesaan hingga kota-kota besar.
Koperasi awalnya berkembang di Eropa ada awal abad ke-19. Sosok yang memelopori perlunya koperasi adalah orang berkebangsaan Skotlandia, bernama Robert Owen (1771-1858). Dirinya membuat konsep koperasi atas dasar kerja sama pada awal Revolusi Industri. Kemudian hari, Robert Owen dijuluki Bapak Koperasi Dunia.
Pelajaran menarik koperasi di Inggris yang bisa dijadikan model pengem-bangan. Di Inggris, koperasi pertama kali didirikan pada tahun 1844 di kota Rochdale. Didirikan oleh 28 anggota, koperasi ini dapat bertahan dan dianggap sukses hingga kini karena didasari oleh kebersamaan yang kuat dan kemauan untuk menjalankan usaha.
Para anggotanya duduk bersama untuk bermusyawarah guna menyusun langkah agar dapat menghasilkan sebuah satuan usaha yang bisa dijalankan bersama. Bahkan, mereka membuat pedoman kerja dan Standard Operational Procedure(SOP). Semua itu dilakukan agar dapat mewujudkan visi dan cita-cita bersama. Akhirnya terbentuklah Rochdale Equitable Pioneers Cooperative Society.
Awalnya, banyak hujatan dan cibiran. Namun, mereka mampu membuktikan bahwa toko yang dikelolanya dapat berkembang dengan baik. Adapun prinsip-prinsip yang mereka pakai dalam koperasi tersebut.
Ada sejumlah faktor menarik yang menentukan keberhasilan model koperasi di Inggris hingga mampu mengembangkan dalam entitas bisnis berwatak sosial, di antaranya: Pertama, keanggotaan sifatnya terbuka. Kedua, pengawasan yang cenderung bersifat demokratis. Ketiga, bunga terbatas yang bermodal dari sesama anggota. Keempat, sisa hasil usaha dibagi berdasarkan besarnya kontribusi pada koperasi. Kelima, penjualan barang dan layanan disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku dan pembayaran harus tunai. Keenam, tidak ada diskriminasi dalam suku bangsa, ras, agama, dan aliran politik. Ketujuh, barang-barang yang diper-jualbelikan merupakan barang-barang yang asli, bukan barang rusak, palsu bahkan KW. Kedelapan, anggota menerima edukasi secara berkesinambungan.
Prinsip tersebut menjadikan koperasi Rochdale sukses dan maju hingga saat kini. Keberhasilan model Rochdale menjadi inspirasi bagi koperasi-koperasi lain yang ada di seluruh dunia. Kendati tampak sederhana, apa yang telah diperjuangkan oleh Rochdale dengan segala prinsipnya menjadi tonggak bagi gerakan koperasi seluruh dunia.
Pada tahun 1937, prinsip tersebut disampaikan sekaligus dibakukan dalam kongres International Co-operative Alliance (ICA).
Saat ini, koperasi semakin berkembang di negara-negara lain dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan pada anggotanya. Hal ini terbukti dengan banyaknya permasalahan ekonomi yang dapat diatasi dengan adanya koperasi.
Pada zaman penjajahan, banyak sekali rakyat Indonesia yang merasakan penderitaan. Mulai dari monopoli penjajah dan pemimpin lokal yang bersekutu dengan mereka, tingginya bunga yang mencekik leher oleh para rentenir, hingga kerja paksa.
Tahun 1896, R. Aria Wiriaatmadja, yang saat itu menjadi patih Purwokerto, tergerak untuk mendirikan koperasi kredit. Koperasi tersebut bertujuan untuk membantu rakyat yang terlilit utang dengan cara memberikan kredit.
Kemudian, pada tahun 1911, Serikat Dagang Islam (SDI) yang dipimpin oleh H. Samanhudi dan H.O.S Cokroaminoto menyebarkan impian-impian berdirinya toko koperasi yang menyerupai warung serba ada (waserda) KUD. Fasilitas tersebut digaungkan oleh SDI untuk mengimbangi pemerintah kolonial Belanda yang memberikan kemudahan kepada pedagang asing.
Meski demikian, koperasi yang pernah diperjuangkan tersebut mengalami kegagalan karena banyak kendala. Baik yang diperjuangkan oleh Budi Utomo, Serikat Dagang Islam (SDI), dan Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Koperasi di Indonesia mengalami kestabilan setelah Indonesia merdeka dan memiliki UUD 1945.
Cita-cita dan idealisme koperasi mengarah kepada pengelolaan koperasi dan kegiatan tolong-menolong untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejah-teraan ekonomi anggotanya. Itulah salah satu sebab mengapa koperasi sangat bermanfaat untuk banyak orang.
Nilai-nilai koperasi yang sejalan dengan sifat masyarakat Indonesia yakni gotong royong semakin membuat koperasi menyebar luas. Harus diakui cita-cita dan idealisme dalam menumbuhkan nilai-nilai koperasi di era sekarang bukan perkara mudah.(*)