.
Friday, November 22, 2024

Teknisi Kereta Api Pelestari Tanduk Rusa, Budidaya Agar Tak Punah, Harganya Menjanjikan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Merawat tanaman Tanduk Rusa membawa

Hamim Junaedi mendulang untung. Pria 33 tahun asal Desa Ngebruk Kecamatan Sumberpucung

Kabupaten Malang ini tak sekadar meraup keuntungan ekonomi. Tapi ikut melestarikan secara nyata.

==========  

Siang itu, jari jemari tangan Hamim lincah memisahkan media tanam untuk pembibitan Tanduk Rusa. Dalam pot-pot kecil bibit diletakkannya dengan hati-hati. Tak lupa, diberi sedikit pupuk dan disiram dengan cara menyemprotkan air.

Hamim tahu betul bagaimana memperlakukan tanaman endemik itu. Persisnya sejak menggeluti hobi merawat Anggrek. Lalu berkembang ke Tanduk Rusa.

Ia mengatakan, Tanduk Rusa dan Anggrek memiliki karakter serupa. Sehingga tak sulit baginya memahami cara merawat Tanduk Rusa. Yang ia budidayakan Paku Tanduk Rusa dengan nama Platycerium. Ini adalah tumbuhan Epifit dari  Pteridophyta atau lazim disebut Paku-Pakuan. Tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju dan daerah gurun.

“Meskipun tidak berbunga, tapi punya keindahan yang bisa dinikmati dari karakter daunnya,” katanya.

Hamim sejatinya seorang teknisi di PT KAI Daop 8 Surabaya. Namun ia sangat senang merawat tanaman hias.

Dia menceritakan pengalamannya sejak tiga tahun belakangan membudidayakannya Tanduk Rusa. Mulanya ketidaksengajaan justru yang mertama kali membuatnya mengenali Tanduk Rusa sebagai tanaman hias.

“Dulu membeli bibit Anggrek di salah satu teman, tapi di media tanam Anggreknya itu ternyata sepora Tanduk Rusa juga. Karena penasaran akhirnya dipelajari dan mencoba merawat,” ucapnya.

Lambat laun Hamim mulai tertarik. Tanduk Rusa yang dirawatnya tumbuh subur dan indah. Ia pun  mencari beberapa Tanduk Rusa yang lain untuk dibudayakan sendiri di kebun miliknya. Semakin lama  kian paham sekaligus ketagihan. Hanya karena kesenangannya, alhasil kabun di rumahnya memiliki tempat khusus untuk tanaman-tanaman Tanduk Rusa koleksinya.

“Sampai akhirnya dapat berbagai spesies Tanduk Rusa yang berasal dari seluruh wilayah di Indonesia,” kata dia.

Menggunakan media sosial, ia  mengenalkan  koleksinya kepada orang lain. Terutama sesama penghobi tanaman endemik, dan tanaman hias. Sedikit demi sedikit akhirnya menemukan beberapa orang yang punya ketertarikan yang sama. Hingga  membentuk komunitas-komunitas tanaman Tanduk Rusa. Tak lupa, ia mencoba memajang koleksi tanaman Tanduk Rusa ke sejumlah platform belanja online.

“Kalau tidak salah mulai tahun ini ada yang tertarik beli. Bulan Juli 2023 mulai banyak yang pesan, tertarik karena keunikannya,” ceritanya.

Mulai banyak yang melirik pada keelokan tumbuhan itu, sehingga harganya juga cukup tinggi. Seiring waktu,  mulai berani mematok harga bervariasi untuk beberapa jenis tertentu. Terutama yang langka atau memiliki keindahan dari karakternya sendiri. Untuk kisaran harga Tanduk Rusa,  Hamim membandrol mulai dari Rp100-an ribu hingga puluhan juta.

“Kalau harga di kebun saya paling tinggi sekitar harga Rp 20 juta, mungkin di luar sana banyak kolektor-kolektor lain ada yang sampai Rp 50 juta, bahkan ratusan juta. Ini untuk jenisnya Wilinski yang terakhir ini Wilinski,” kata dia.
“Untuk jenis Wilinski yang mutasi-mutasi tertentu itu memang langka ya. Jadi harganya bisa sampek ratusan juta,” sambung Hamim.

Peminatnya juga berasal dari berbagai wilayah dan juga negara lain. Tapi pasar terbanyak  di Bali.  Sekarang sudah merambah di Jawa dan seluruh Indonesia.  

“Di pasar luar negeri yang jenis Wilinski banyak digemari di Taiwan, Jepang dan Thailand,” sebut Hamim.

Sehari-hari, Hamim menjual beberapa tanaman bervariasi dari bibit hingga berukuran besar. “Sekitar delapan sehari, tapi itu nggak mesti,” ucapnya. Hingga ia mendapatkan sebulan jutaan hingga puluhan juta.

Hamim menuturkan, tumbuhan yang juga dikenal sebagai Simbar Menjangan ini memilik 18 spesies yang tersebar di seluruh dunia. Indonesia merupakan negara dengan spesies Tanduk Rusa terbanyak di dunia. Yakni sebanyak tujuh spesies.

Untuk perawatan, dikatakannya Tanduk Rusa lebih bisa bertahan di kondisi lembab, namun tidak juga dalam kondisi  terlalu basah.

Sinar matahari tetap diperlukan meski tak mengenai langsung atau di bawah naungan seperti paranit atau pepohonan lain.

“Penyiraman bisa dilakukan dua hari sekali, dengan siram yang sangat kenyang, kalau siram setiap hari terlalu basah rawan busuk,” jelasnya.

Hamim  bersama komunitas Tanduk Rusa di Malang bersepakat  terus melestarikan tumbuhan liar ini agar tidak punah. Apalagi indah dan bernilai ekonomis. Baginya perlu terus dirawat dan dikembangkan.

Komunitas Tanduk Rusa bersama rekan-rekannya sudah memulai untuk mengumpulkan jenis-jenis asli Indonesia. Ia berharap dengan budidaya yang serius, mampu mengangkat nilai dari Tanduk Rusa utamanya yang asli Indonesia. “Agar yang punya niali ekonomis tinggi ini bisa muncul dari Indonesia, bukan dari luar negeri,” harapnya. (tyo/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img