MALANG POSCO MEDIA, MALANG-Kamis siang (28/7) menjadi hari yang mendebarkan sekaligus haru bagi Mohammad Sholeh. Keluar dari mobil tahanan Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang menuju Balai Desa Panggungrejo Kecamatan Kepanjen. Di sanalah akhirnya ia kembali dipertemukan dengan sang anak yang masih usia sekolah dasar. Kasus pencurian ponsel yang menjeratnya dihentikan.
Pria 34 tahun itu dibebaskan dari bui sebab maaf diterima oleh korban, yang tak lain sang pemilik ponsel, Amirul Mu’minin namanya. Pengajuan restorative justice oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang disetujui Mahkamah Konstitusi (MK) sehari sebelumnya. Korban mengampuni perbuatannya karena kasihan, ia juga memahami kondisi berat yang dialami Mohammad Sholeh.
Penghentian penuntutan korps Adhyaksa itu dilakukan atas pencurian yang dilakukan Sholeh pada 15 April 2022. Di sebuah Pertashop atau stasiun pengisian bensin mini di Dusun Krajan, Desa Ngadirejo, Kecamatan Kromengan, dirinya akhirnya gelap mata.
Sekitar pukul 20.00 hari itu, Sholeh yang merupakan warga Desa Talangagung, Kecamatan Kepanjen, datang untuk mengisi BBM sepeda motornya. Amirul Mu’minin saat itu sedang menjaga Pertashop.
”Waktu itu Sholeh mengaku mau ke toilet dan melewati kantor Pertashop. Di kantor kebetulan ada handphone Redmi milik saya,” kata Amirul di Rumah Restorative Justice (RJ) Balai Desa Panggungrejo, Kamis (28/7).
Posisi kantor pegawai Pertashop dengan toilet memang berdekatan. Ponsel dengan harga baru sekitar Rp 3 juta itu pun diambil oleh Sholeh. Aksi pencurian itu diketahui korban tak lama setelah Sholeh meninggalkan Pertashop. Amirul lalu melaporkan pencurian tersebut ke Polsek Kromengan. Sholeh ditangkap polisi pada 13 Mei 2022. Dia dijerat dengan pasal 362 KUHP tentang Pencurian dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
Nasib baik bagi Sholeh, ancaman hukuman yang tidak terlalu tinggi itu memang menjadi syarat diperbolehkannya restorative justice, selain kata maaf dari korban. Ia juga bukan residivis atau sosok yang pernah terlibat pelanggaran hukum sebelumnya.
”Dia mengaku baru pertama kali mencuri karena terjepit keadaan. Katanya untuk kebutuhan anaknya,” ujar Amirul.
Apa yang dikatakan korban itu memang fakta yang dialami Sholeh. Dengan terpaksa, uang yang dia miliki pekerja kuli bangunan serabutan itu tak cukup mendaftarkan sang anak sekolah. Mengaku salah, kepada awak media dia menyatakan penyesalannya melakukan pencurian karena desakan ekonomi.
“Tidak cukup uang saya, butuh satu juta seratus waktu itu untuk sekolah anak. Kalau HP dijual mungin bisa sejuta lima ratus,” urainya dengan mata berkaca-kaca.
Sosok Sholeh memang dangat menyayangi sang anak. Apapun dilakukan, apalagi semenjak dirinya bercerai dengan sang istri beberapa waktu lalu. Lidahnya yang kelu tak mampu banyak berujar selain terimakasih atas maaf sang korban dan kejaksaan. Berkat itu, dirinya kini bisa bersama kembali dengan sang anak.
Prosesi penghentian perkara dilakukan pada pukul 15.30. Di hadapan pihak korban, kepala desa, Kajari Kabupaten Malang Diah Yuliastuti mengumumkan bahwa perkara pencurian itu sudah dihentikan. Sholeh langsung sujud dan mencium kaki Kajari dengan masih mengenakan baju tahanan dan tangan di borgol. Tangis ayah satu anak itu yak terbendung. Petugas kemudian melepaskan borgol dan Kajari membukakan rompi oranye yang dikenakannya. Ia lantas memeluk sang anak yang menaruh tangis di dekapnya.
”Terima kasih, saya tidak akan mengulanginya lagi (pencurian),” ujarnya terbata-bata. “Sekarang anak sudah sekolah semoga bisa kerja lagi untuk sekolah dan biaya hidup,” imbuhnya. Sebagai tulang punggung keluarga tanpa istri dia harus meninggalkan sang anak dan berada dalam tahanan selama dua bulan 20 hari.
Kajari, Diah Yuliastuti berujar bahwa perkara pencurian Sholeh patut dihentikan karena sudah memenuhi syarat. Selain karena hukumannya maksimal hanya lima tahun, dia juga baru sekali melakukan pencurian, atau bukan residivis. ”Untuk nilai kerugian tidak sampai Rp 2,5 juta dan ternyata tidak sempat dijual,” kata Diah. Barang bukti ponsel tersebut lantas dikembalikan ke tangan korban. “Ini pelajaran bagi kita kalau memang potensi kejahatan tidak hanya karena sengaja, tetapi karena desakan ekonomi, maka kita terus waspada dan berhati-hati,” tambahnya.(tyo/ggs)