MALANG POSCO MEDIA-Pemkab Malang melakukan pengosongan paksa rumah dinas (rumdin) mantan Kepala Puskesmas Sumberpucung dr Ibnu Fadjar, Selasa (16/1) kemarin. Ini merupakan kebijakan penertiban aset yang dilakukan Pemkab Malang.
Pengosongan rumah dinas di Desa Jatiguwi Sumberpucung itu dilakukan karena aset Pemkab Malang. Sempat diwarnai perlawanan. Bahkan ancaman melawan di jalur hukum. Selasa pagi terlihat rumah dinas berukuran 1.000 meter persegi itu sudah dipenuhi petugas. Dari Satpol PP hingga kepolisian. Menurut pantauan di lokasi, di halaman rumah tertancap papan kayu bertuliskan bahwa lahan yang ditempati oleh Ibnu merupakan aset sah milik Pemkab Malang.
Pj Sekretaris Daerah Kabupaten Malang mengatakan eksekusi tersebut dilakukan karena memang bangunan dan tanah merupakan aset milik Pemkab Malang.
“Ini penertiban terhadap aset milik Pemerintah Kabupaten Malang. Jadi tolong dibedakan ini bukan esekusi atas perintah pengadilan, tapi penertiban aset milik pemerintah Kabupaten Malang yang berada di Desa Jatiguwi, Kecamatan Sumberpucung ini,” kata Nurman di lokasi.
Pelaksanaannya, kata dia, sudah melalui beberapa proses sebelumnya. Di antaranya negosiasi, tiga kali surat peringatan serta teguran.
“Dalam satu tahun ini, bahkan lebih sudah kami lakukan. Artinya tidak serta merta dan ini bukan bentuk arogansi pemerintah, tidak. Tapi konteksnya mengamankan aset kami yang secara de facto maupun de jure,” katanya.
Nurman menyebut, pihaknya memiliki sertifikat hak pakai nomor 1 tahun 1983 dan tercatat secara adminitrasi dalam kartu inventaris barang milik Pemkab Malang.
Dikatakan, dr Ibnu menempati rumah dinas tersebut sejak tahun 1982. Artinya, Ibnu sudah beraktivitas di rumah selama 40 tahun lamanya.
Lalu, pada tahun 1997 Kepala Dinas Perumahan Daerah menyerahkan tanah dan aset rumdin UPT Puskesmas Sumberpucung kepada Ibnu. Namun tanpa dilandasi peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Malang selaku pengguna barang membutuhkan rumah tersebut sebagai sarana pendukung layanan kesehatan kepada masyarakat.
Sehingga, pada 19 September 2023, Ibnu diminta untuk mengosongkan rumah tersebut. Akan tetapi, kata Nurman, tidak diindahkan oleh yang bersangkutan. Maka, Dinas Kesehatan melimpahkannya ke Satpol PP Kabupaten Malang.
Berdasarkan informasi, bahwa Ibnu telah mengurus kepemilikan ke Badan Pertanahan Nasional. Namun, Nurman mengatakan tidak ada tindak lanjut dari proses itu. “Iya, istilahnya di tahun mengajukannya dokumen kita tidak ada. Tapi mereka mengaku mengajukan permohonan pada BPN dan seterusnya itu nanti bisa didalami kepada yang bersangkutan,” sebutnya.
Bahkan Nurman pun siap apabila Ibnu mengajukan gugatan ke pengadilan. Menurutnya gugatan merupakan hak dari setiap warga negara. Nurman menyebut bahwa masih ada pula rumah di Kecamatan Lawang yang hendak dikosongkan oleh Pemkab Malang yang merupakan aset daerah. Mengenai jumlah banguanan yang diketahui kondisinya serupa dan membutuhkan penertiban, Nurman belum bisa merinci.
“Di Lawang sama, subtansinya tinggal kita melaksanakan penegakan atau operasi pentertiban semacam ini. Soal itu (gugatan, red) silakan, karena itu haknya,” katanya.
Di sisi lain, keluarga dr Ibnu Fadjar merasa kecewa dengan pengosongan paksa rumah dinas tersebut. Mantan Kepala Puskesmas Sumberpucung tersebut akan membawa kasus ini ke jalur hukum. Kuasa hukum Ibnu Fadjar, Zaidi Susanto mengatakan Pemkab Malang beralasan pengosongan paksa tersebut sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Kalau sesuai SOP, seharusnya ada komunikasi jauh-jauh hari. Tapi itu tidak ada. Sampai hari ini pun kami bingung mau konfirmasi ke mana,” kata Zaidi.
Keluarga Ibnu sempat meminta waktu satu minggu untuk pengosongan tersebut. Tapi, Satpol PP tidak mengabulkan permintaan itu.
Putri dari Ibnu Fadjar, Diana mengatakan Dinas Perumahan Daerah telah menerbitkan buku kepemilikan tanah seluas 1.000 meter persegi tersebut. “Kami akan melakukan langkah hukum, baik perdata maupun pidana. Kami merasa teraniyaya atas hal ini,” ucap Diana.
“Dari buku kepemilikan rumah dan rekomendasi dari bupati, kami ajukan ke BPN. BPN sudah mengukur luasan tanah, dan kami sudah membayar pada tahun 1997. Semua SOP, kami sudah memiliki aset ini,” tambahnya.
Setelah pengukuran luasan tanah keluar harus mengurus kepemilikan aset ke Kementerian Agraria di Jakarta. Namun sampai sekarang sertifikat kepemilikan belum juga terbit. Diana sudah beberapa kali menanyakan proses pengurusan sertifikat tersebut ke BPN. Tapi, BPN selalu mengatakan sertifikat masih dalam proses. “Saat terakhir ke sana sekitar sebulan lalu, petugas mengatakan berkasnya hilang,” ucapnya.
Sejak saat itu Ibnu berupaya menemui Bupati Malang HM Sanusi untuk menanyakan kejelasan kepemilikan aset tersebut. “Sampai tiga bulan tidak ada tindak lanjut, ternyata Dinkes langsung mengelurakan surat permintaan untuk pengosongan rumah,” imbuhnya.(tyo/van)