.
Sunday, December 15, 2024

The Last Dance

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Catatan Putaran Pertama Liga 1 2023/2024

MALANG POSCO MEDIA, BALI – Pernah menyaksikan film dokumenter The Last Dance, yang mengisahkan bagaimana sosok  Chicago Bulls menguasai basket di NBA di era 1990an, juga dengan keberadaan Michael Jordan sebagai nyawa klub tersebut? Bagaikan kisah komik remaja, film tersebut menceritakan sisi perjuangan hebat sebelum menjadi juara lima kali dalam tujuh musim, lantas bertambah jadi enam ketika masa terakhir Jordan dan Phil Jackson sebagai pelatih Bulls.

Dalam film tersebut, Phil Jackson sebagai pelatih Bulls mencoba membuat catatan indah di musim terakhirnya melatih klub tersebut. Mereka berpeluang kembali menjuarai kompetisi selama tiga musim beruntun (three repeat). Phil membagikan tulisan The Last Dance (Tarian Terakhir) sebelum musim dimulai, di tengah konflik internal tim kala itu.

Lantas, apa hubungannya dengan Arema FC, yang kini justru sedang terpuruk di papan bawah, dan bahkan dalam ancaman degradasi? Kita coba melihatnya dari sisi dua sosok sentral tersebut. Michael Jordan dan Phil Jackson.

Keduanya memberikan sebuah pesan moral bagaimana menjadi Goat (Greatest of All the Time). Etos kerja dan semangat yang luar biasa dibutuhkan untuk sebuah prestasi.

Jordan untuk menjadi hebat pun perlu menjadi sosok antagonis, yang begitu keras pada rekan satu tim. Dia tak jarang memarahi bahkan memaki rekannya saat latihan. Jordan mengakui keras pada rekannya, terutama pemain baru, sebagai tempaan mental. Hal tersebut tak tampak di musim ini.

“My mentality was to go out and win at any cost. If you don’t want to live that regimented mentality, then you don’t need to be alongside of me.(Mentalitas saya untuk jadi pemenang apapun harganya. Apabila kamu tidak bisa mengatur hidup dengan mental seperti itu, kamu tidak perlu bersama saya).” Begitulah kata-kata Jordan menunjukkan bagaimana pentingnya menjadi pemenang dalam kariernya.

Sosok yang dituakan atau bahkan ditakuti, tak begitu kentara ketika Alfarizi absen nyaris setengah musim ini. Bukan hanya dalam latihan, juga dalam pertandingan. Sosok pemain yang bisa membuat pemain lawan keder pun tidak ada. Tidak mendukung adanya adu mulut dalam pertandingan, namun adu mental dengan pemain lawan di lapangan juga diperlukan sosok yang kuat dan keras. Bukan hanya dari wataknya, namun juga nama besarnya di sepak bola Indonesia.

Arema FC bisa jadi membutuhkan pemain dengan tipikal tersebut di putaran kedua. 17 laga tersisa bukanlah hal yang mudah, apalagi dengan ancaman degradasi yang kini mulai kentara. Perekrutan pemain menjadi krusial, yang harus diputuskan pelatih dan manajemen Singo Edan.

Sebagai bukti, musim ini sosok kapten tim pun harus berganti-ganti mulai dari Dendi Santoso, Gustavo Almeida, Bagas Adi hingga terakhir adalah Charles Raphael. Dari pelatih I Putu Gede Swi Santoso, Joko Susilo hingga Fernando Valente di 17 laga pertama, sosok pemimpin di tengah lapangan yang mesti mengemban ban kapten, belum kuat pada satu nama.

Namun dari sana, masih tetap dibutuhkan ‘sajian ringan’ ketika sesi latihan, di balik ruang ganti. Bukan saja mengenai panasnya keinginan meraih kemenangan.

Sisi kedua dari The Last Dance adalah Phil Jackson. Pelatih yang menyematkan tema tersebut di musim terakhirnya. Ia memiliki kebiasaan memberi judul setiap musim kompetisinya. Dan The Last Dance dia pilih karena ia menganggap itu musim terakhirnya, sehingga memerlukan catatan manis melalui aksi timnya di lapangan.

Phil menunjukkan bila percaya pada diri dan tim itu penting. Tidak keder dengan calon lawan, apalagi dengn kondisi tim di papan bawah. Situasi Dedik Setiawan dkk tidak bisa dihindari atau diratapi setiap pekan. Bila memulai putaran kedua di posisi 16, maka selama 17 laga ke depan, 15 pertandingan di antaranya adalah melawan tim yang ‘lebih kuat’ atau lebih bagus ketimbang Arema.

Pantang meratapi kondisi tersebut. Sebaliknya, bersiap untuk membalikkan semua keadaan yang kini terasa tak menguntungkan. Apalagi, sepanjang 17 laga di putaran pertama, Arema FC hanya sekali tercatat menang atas tim yang peringkatnya lebih baik di klasemen. Tiga kemenangan tersebut atas Persikabo 1973, Bhayangkara FC, penghuni posisi 17 dan 18, serta atas PSS, yang kini pun merapat ke zona merah.

Liga 1 2023/2024 sudah memasuki putaran kedua mulai awal November. ‘The Last Dance’ pun bisa berarti menjadi ‘tarian’ terakhir bagi nama-nama yang bisa masuk dalam daftar evaluasi. Pastinya bila ingin selamat, pemain-pemain yang masuk dalam daftar coret mesti memanfaatkan kesempatan untuk unjuk gigi. Efeknya antara dia selamat karena tariannya bagus, atau tetap dicoret namun bisa memikat tim lainnya. (ley)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img