MALANG MBIEN
MALANG POSCO MEDIA-Era tahun 1940-an di Kota Malang sempat terkenal sebuah bisnis tekstil. Generasi lama Kota Malang pasti ingat. Yakni Toko Tolaram. Saking terkenalnya, jalan di sekitar toko tersebut disebut Tolaram.
Sempat berganti nama, jadi toko bernama Altara. Tidak banyak yang tahu asal-usulnya, akan tetapi pada zamannya dulu, Toko Tolaram sudah berdiri dan menjadi salah satu pionir usaha tekstil di Kota Malang. Sampai saat ini kawasan pertokoan di Pasar Besar banyak didapati toko-toko tekstil atau menjual kain.
Pemerhati Sejarah Kota Malang Tjahjana Indra Kusuma mengatakan Tolaram sudah ada sejak sekitar Tahun 1948. Dibangun oleh seorang keturunan India bernama Khanchand Vaswani.
“Dari penelusuran sejarah yang saya dapat nama Tolaram ini diambil dari nama ayah dari Khanchand Vaswani, namanya Seth Tolaram. Seth Tolaran ini adalah seorang dokter dan dermawan. Dihomrati di daerah Sindh, India. Lalu Khanchand, putra bungsunya mendirikan bisnis atas namanya,” papar Indra sapaannya kepada Malang Posco Media kemarin.
Khanchand dan keluarganya pindah dari India di tahun 1948 sebagai pengungsi dari Sindh setelah pemisahan India. Selama puluhan tahun, ia dan saudara-saudaranya menjalankan usaha perdagangan di nusantara. Dan memilih untuk tinggal.
Ambisi bisnis ini membawa keluarga India ini membangun bisnis retail di Malang. Yang kemudian dikenal dengan toko bernama Tolaram berada di sekitar Jala Pasar Besar. Saat itu fokusnya menjual produk-produk tekstil. Atau saat itu berbagai jenis kain.
“Toko ini juga dulu saat booming radio amatiran tahun 70an, juga punya radio. Namanya TT 77. TT kepanjangan dari Toko Tolaram. Dan 77 adalah angka alamatnya Jalan Pasar Besar No 77 dulu,” papar Indra.
Dijelaskannya lagi, Toko Tolaram yang berada di kawasan Pasar Besar bersanding-sandingan dengan toko-toko sandang lainnya menjadi kawasan yang strategis. Saat itu juga pusat niaga berada di kawasan yang sama, identik dengan Pecinan atau China Town.
Sehingga, lanjut Indra, kawasan ini menjadi pusat alternatif perniagaan sandang. Yang kemudian didukung dengan industri tekstil Tolaram.
“Dari hulu hingga hilir disediakan. Sehingga menjadi trend-setter sandang kawasan. Sekaligus disebut sebagai ‘pusat mode’ regional mengingat jejaring Toko Tolaran yang mendukung perkembangan bisnisnya,” papar Indra.
Dikarenakan menurut penelusurannya, jejaring Toko Tolaram memang disebut saat itu “Jagoannya Tekstil”. Karena pada zamannya, sudah bisa merambah pasar dunia. Dengan dukungan beberapa pabrik tekstil di daerah lain. Toko Tolaram juga menerim desain dan jahitan sendiri di gerainya.
Toko Tolaram tetap eksis dan berjaya hingga tahun 1970-1990an. Namun kemudian usaha tekstil atau kain semakin meredup saat usaha bahan sandang jadi, yakni pakaian atau busana langsung jadi dan siap pakai mulai merebak dan menjadi tren.
Konon katanya, lanjut Indra sejak tahun 1997-1998 karena krisis moneter di Indonesia jejaring bisnis textile meredup. Kemudian Toko Tolaram mulai menutup operasionalnya dan pindah bisnis.
Barulah Tolaram ini menjadi Toko Altara. Indra menduga aset bangunan masih menjadi milik pemilik Tolaram. Akan tetapi sejak menjadi Altara, gedung ini disewakan kepada pengusaha atau pemilik Altara.
“Kemungkinan penyewa dan bukan saudara atau keluarga dari pengusaha India itu lagi. Dan memang, Tolaram itu redup setelah banjirnya produk sandang yang sudah berupa barang/busana jadi. Tolaram grup pun berpindah ke usaha lain dan makin menggurita di luar. Sedangkan Altara adalah diaspora Arab pemiliknya,” tegas Indra.
Ia menambahka ketika ditelusuri, keluarga dari Seth Tolaram yang membangun Toko Tolaram kini banyak berdomisili di Singapura. Dan kemungkinan ada yang di Jakarta. Menurut penelusuran Indra, masih terdapat bisnis Tolaram yang disebut Tolaram Group.
Dimana di jajaran nama direksinya, masih ada keturunan Seth Tolaram. Karena ditemukan beberapa jajaran direksi bernama belakang Vaswani.
“Mereka ini dari ritel ke industri textile di 18 negara. Kemudian bisnis kertas di 55 negara. Lalu di bidang infrastruktur dan fintech serta perbankan juga menjadi akar bisnisnya. Dan bisnis textile sekarang disatukan dengan bisnis lain dibawah kendali dari Singapura. Sehingga mereka mengakhiri toko yang ada di Malang sejak dulu,” pungkas Indra. (ica/van)