.
Wednesday, December 11, 2024

Tragedi Kanjuruhan, Bukti Kegagalan Pengamanan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Tragedi Kanjuruhan usai pertandingan sepak bola Arema FC Vs Persebaya membawa luka mendalam. Ratusan supporter Aremania dan dua anggota polisi meninggal. Advokat Dr. Yayan Riyanto, SH, MH mengatakan, dalam tragedi itu, harus ada pihak – pihak yang bertanggungjawab secara hukum.


Menurutnya, pihak pertama yang patut dipersalahkan adalah panita pelaksana (panpel) pertandingan. “Pertandingan ini adalah sebuah tontonan olahraga yang berbayar. Penonton atau supporter yang masuk ke dalam stadion harus mengeluarkan biaya untuk tiket masuk. Artinya, mereka harus ditanggung kenyamanannya dan keamanannya,” ujarnya.


Baik di dalam ataupun luar stadion. “Jangan hanya berbicara keuntungan. Kalau ada kejadian seperti ini, harus tanggungjawab. Bagaimana bisa terjadi? Pertandingan seperti ini tidak hanya sekali. Tapi sudah sering. Panitia dalam menyelenggarakan pertandingan harus secara professional dan berhitung atas segala kejadian agar keamanan dan kenyamanan penonton diutamakan,” tegas dia.


Yayan, sapaan akrab advokat yang berkantor di Jalan Kawi 29 Kota Malang itu menegaskan, pihak kedua yang harus bertanggungjawab adalah keamanan, Kapolres Malang hingga Kapolda Jatim. “Karena penanggungjawab keamanan dalam pertandingan tersebuat adalah kepolisian sebagai pihak yang memberikan izin terselenggaranya pertandingan,” ungkapnya.


Mereka, masih menurutnya, juga merupakan pelaksana penjaga keamanan di dalam atau luar lapangan. Tentang penggunaan gas air mata yang menjadi salah satu penyebab tragedi Kanjuruhan, jelas dilarang dalam aturan FIFA Pasal 19 b. “No firer arms or crowd control gas shall be caariied or used (senjata api atau gas pengendali massa tidak boleh dibawa atau digunakan),” papar dia.


Kenyataannya, lanjut Yayan, gas air mata digunakan dalam pengamanan di dalam Stadion Kanjuruhan oleh pihak keamanan, yang memicu terjadinya tragedi Kanjuruhan. “Kapolres Malang dan Kapolda Jatim harus menindak tegas aparat kemanan yang secara tidak professional mengamankan pertandingan di Stadion Kanjuruhan,” pintanya.


“Ini adalah bukti kegagalan dalam mengamankan pertandingan sehingga menimbulkan ratusan korban jiwa dan luka – luka. Tentu harus ada tanggungjawab hukum kepada mereka,” tegas dosen luar biasa di Fakultas Hukum UMM itu. Yang ketiga, tambah dia, adalah PSSI. Sebagai organisasi yang mengatur regulasi semua kompetisi dan pertandingan sepak bola di Indonesia, harus mengevaluasi kejadian itu agar tidak terulang di kompetisi selanjutnya .


“Terakhir adalah pemilik klub Arema. Klub melalui pengurus selalu mendorong dan mengimbau agar para supporter untuk hadir dan melihat pertandingan secara langsung di dalam stadion dan membayar dengan membeli tiket, mendukung tim kesayangan yang bertanding melawan Persebaya. Pembinaan supporter adalah tanggungjawabnya juga,” urai praktisi hukum ini.


Dari sini, secara hukum, korban dapat menuntut atas kelalaian atau ketidakprofesionalan dalam penyelenggaraan pertandingan sepak bola tersebut. “Kepada siapa? Tentunya kepada kepolisan, agar pihak kepolisian melakukan pemeriksaan kepada semua pihak yang terlibat dalam kejadian ini, dan bertanggungjawab kepada semua korban jiwa dan luka – luka,” terangnya.
Sedangkan secara hukum perdata, dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di PN Malang. “Silahkan gugat perdata mulai dari panpel, pemilik klub Arema hingga PSSI agar semua kerugian korban bisa diganti oleh para tergugat secara sendiri ataupun tanggungrenteng. Agar sepak bola Indonesia menjadi lebih baik dan tidak akan ada lagi korban jiwa,” tutupnya. (mar)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img