Hai Orang orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.(QS Al Baqoroh 183)
Bulan Ramadan yang mulia sudah usai dan saat ini sudah berganti bulan yaitu, Syawal tahun 2025 atau tahun 1446 H. Kembali ke belakang sejenak, menjelang akhir Ramadan yang lalu, sebagai sebuah tradisi masyarakat ketika sudah mendekati bulan Syawal adalah kondisi dan situasi yang tidak mudah untuk menunaikan ibadah di bulan Ramadan, khususnya menuntaskan ibadah Puasa dan salat Tarawih.
Masyarakat banyak terjebak dalam rutinitas untuk menyiapkan perayaan Hari Raya Idul Fitri, sebagai perayaan kemenangan orang yang berpuasa. Sebagaimana kita pahami dari beberapa tafsir yang menjelaskan bahwa bulan Ramadan adalah bulan latihan, bulan pembelajaran untuk melatih diri dalam pengendalian mental dan perilaku.
Ada juga pendapat para ahli bahwa, bulan Ramadan ada yang mengibaratkan seperti sebuah sekolah dengan standar lulusan ketaqwaan yang dicapai. Taqwa adalah derajat tertinggi dalam diri manusia di hadapan Allah SWT dan rosulnya.
Sebagai contoh dalam proses kehidupan di masyarakat, orang yang berpuasa sesungguhnya adalah orang yang menerapkan ketaatan dan selalu peduli dengan ketertiban, dan ketepatan waktu. Misalanya tidak memakan makanan atau minuman ketika di siang hari, meskipun makanan sudah ada, bergizi dan yang disukai, tetapi harus menunggu sampai waktunya tiba untuk diperbolehkan yaitu setelah berkumandang adzan maghrib.
Bulan Ramadan juga menjadi waktu untuk melatih kepedulian, kepekaan sosial, indikator sebagai penilai adalah dengan menahan untuk tidak makan, tidak minum dalam satu hari meskipun ada kemampuan. Manusia dilatih untuk merasakan bagaimana ketika kondisi seperti yang lain, yang masih harus mencari rezeki untuk dimakan, atau masih belum dapat rezeki sehingga tidak ada yang dimakan.
Puasa dan Nilai Efisiensi
Sebagaimana diketahui bersama awal tahun 2025 lalu, pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto sudah meresmikan kebijakan efesiensi anggaran. Semua elemen, lembaga pemerintah mengalami pemangkasan atau pengurangan anggaran dalam semua lini tugas dan kegiatan.
Jika sekilas dipahami kebijakan ini akan mengurangi kualitas, pekerjaan, atau kualitas kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat dunia yang sedang bertumbuh dan berkembang. Kebijakan ini diambil dan diterapkan karena dirasa kebutuhan anggaran untuk pengelolaan negara perlu dikelola secara efektif dan efesien, tentu dengan segala perhitungn dan dampak yang terjadi di tengah masyarakat.(Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025).
Dengan kebijakan tersebut saat ini banyak orang mengalami kebingungan, kegelisahaan, kegalauan karena kebijakan efesiensi yang ditetapkan oleh pemerintah dikarenakan kondisi ekonomi yang belum memungkinkan untuk disebut aman.
Sikap Muslim yang Bijaksana.
Sebagai orang muslim yang taat, seharusnya tidak perlu ada kegalauan, kecemasan, dan ketakutan karena kebijakan efisiensi tersebut. Sebab dengan melihat substansi sesungguhnya dari pelaksanaan ibadah puasa yang bertujuan untuk menjadi orang bertaqwa. Yaitu menjadi orang yang selalu hemat dan mawas diri dalam setiap menjalani kehidupan.
Efisiensi tidak menunggu kondisi ekonomi yang tidak stabil atau kondisi sosial yang sedang tidak kondusif, tetapi berpuasa adalah menjaga dan menahan segala bentuk ketidakperluan bukan karena tidak ada, tetapi sebagai usaha untuk mengendalaikan diri. Jika kita telaah lebih lanjut sesungguhnya tujuan puasa adalah untuk membangkitkan sikap sosial, sikap tenggang rasa, sikap optimis dalam setiap sudut kehidupan.
Secara ekonomi tentu dapat disimpulkan secara sederhana, orang berpuasa adalah mengurangi menu makan dan minum, mengurangi belanja untuk keperluan perut dan kebutuhan jasmani, meskipun secara nyata belum tentu dapat dengan mudah diimplementasikan. Orang berpuasa harus dapat mengontrol diri, menata kehidupan jangka panjang, berhemat di tengah keberadaan, kemampuan, dan berbagi dengan sesama manusia sebagai makhluk sosial.
Menurut Prof. Daniel M. Rosyid, salah satu Guru Besar ITS dalam paparan di kegiatan Matahari Ramadan (Mapara) tahun 2025, komunitas IRo Society, mengemukakan bahwa tujuan puasa adalah perisai nafsu sahwat perut dan kelamin. Beliau menjelaskan sebagaimana hadist dari rasullullah SAW. Puasa adalah perisai (H.R Bukhari dan Muslim).
Dengan memahami konsep dari ibadah puasa, artinya orang berpuasa bukan orang yang menyiksa diri sendiri karena tidak makan dan tidak minum, tetapi lebih dari itu orang berpuasa adalah orang yang selalu menjaga diri dari nafsu sahwat makan dan minum, bukan karena tidak ada yang dimakan atau diminum, tetapi karena menjaga ketaatan dan keteraturan dalam menjalankan aturan agama. Masih menurut Prof Daniel, bahwa perang yang paling besar dalam diri seorang muslim adalah perang melawan hawa nafsunya masing-masing. ‘’Dengan berpuasa seorang muslim harus dapat menjadi pribadi yang dapat memiliki modal sosial, mengurangi konsumsi berlebihan, hidup lebih sehat, jujur, amanah, cerdas, dan peduli, sebagai indikator dari gelar orang bertaqwa.’’(*)