MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum PSDKU di Jakarta Fakultas Hukum (FH) Brawijaya (UB) Putu Suta Sadnyana, S.H., M.H telah menjalani ujian disertasi, Selasa, (14/11) kemarin. Bertempat di Auditorium Gedung A Lantai, 6 FH UB, Putu Suta Sadnyana, penuh percaya diri mempresentasikan hasil penelitian dan kontribusi ilmiahnya di hadapan tim penguji.
Tim penguji merupakan dosen-dosen ahli di bidang hukum terdiri dari Prof. Dr. Rachmad Safa’at, SH, M.Si, Dr. Abdul Madjid, S.H. M Hum, Dr. Yuliati, SH, LLM, Prof Dr I Nyoman Nurjaya, SH, M.SI (Penguji 1), Prof Dr Sudarsono, S.H. MS (Penguji 2), Prof Dr Suhariningsih, S.H, SU (Penguji 3), Prof Dr Mah. Fadli, SH, M.HI Penguji 4) dan Prof Dr I Wayan Windia, SH,M.Si (Penguji Tamu dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali).
“Penelitian Disertasi ini sudah saya lakukan sejak tahun 2018 lalu. Dengan fokus untuk meneliti pelayanan kesehatan tradisional secara praktik yang dilakukan dengan metode supranatural dan metode pendekatan agama,” ucap Putu Suta.
Dengan mengambil judul Disertasi “Perlindungan Hukum Penyehat Tradisional Dalam Praktik Pelayanan Kesehatan Berbasis Kearifan Lokal Dengan Metode Supranatural dan Pendekatan Agama”, Putu Suta ingin pelayanan tersebut mendapat perlindungan hukum. Sedangkan eksistensinya di kehidupan masyarakat, pelayanan kesehatan tradisional dengan metode di atas terbukti ada atau eksis dan kenyataannya masih dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga masih fungsional.
Ia juga menambahkan, dalam norma peraturan hukum saat ini yang mengatur pelayanan kesehatan tradisional empiris terdapat ketidakjelasan norma hukum. Hal ini terlihat dalam norma hukum Pasal 160 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Hanya mengatur pelayanan kesehatan yang menggunakan keterampilan dan ramuan.
“Metode supranatural dan metode pendekatan agama tidak masuk dalam kualifikasi keterampilan atau ramuan. Sehingga ketidakjelasan norma hukum tersebut berimplikasi tidak adanya kepastian hukum dan keadilan yang memberikan perlindungan hukum terhadap penyehat tradisional yang menggunakan metode supranatural dan pendekatan agama dalam praktik layanan kesehatan untuk masyarakat,” imbuhnya.
Penelitian ini juga diharapkan kedepan bisa menjadi dukungan untuk profesi penyehat tradisionall dalam praktik pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal dengan metode supranatural dan pendekatan agama,
“Sebagai subyek hukum yang memerlukan perlindungan hukum, karena profesi tersebut masih fungsional yaitu dibutuhkan oleh masyarakat,” ucap Putu Suta.
Ia juga menjelaskan, Implikasi ketidakjelasan norma hukum dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yaitu norma hukumnya dalam Pasal 160 ayat (1) tidak memberikan perlindungan hukum bagi profesi penyehat tradisional dalam praktik pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal dengan metode supranatural dan pendekatan agama. Sehingga menimbulkan multitafsir yang dapat berakibat penyehat tradisional berbasis kearifan lokal dengan metode supranatural dan pendekatan agama dituntut atas perbuatan melawan hukum. “Oleh karena itu diperlukan adanya reformulasi norma Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan mencantumkan penyehat tradisional dalam pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal dengan metode supranatural dan pendekatan agama di dalamnya. Sehingga memberikan kepastian hukum,” ujar Putu Suta yang juga seorang advokat dan mantan redaktur media cetak ini. (hud/sir/imm)