spot_img
Saturday, April 27, 2024
spot_img

UJIAN PANCASILA SAKTI

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Malang 1 Oktober 2022 menjadi hari bersejarah bagi sepak bola Indonesia bahkan dunia. Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang di saat pertandingan derby Jatim Arema Malang melawan Persebaya Surabaya ini harus berakhir dengan kericuhan dan menyebabkan ratusan orang meregang nyawa dan ratusan yang lainnya luka-luka ringan sampai berat.

Seluruh mata tertuju pada berita dan video yang “bersliweran” di beragam media sosial, menggambarkan begitu mencekamnya situasi yang terjadi di dalam stadion Kanjuruhan Malang beberapa saat setelah peluit terakhir derby Jatim ini berakhir.

Di tengah mudahnya akses informasi saat ini, semua orang mengirimkan reportase versinya masing-masing melalui akun media sosial yang mereka miliki. Sontak semua menjadi viral, peristiwa yang beberapa menit baru saja terjadi itu sudah dilihat dan tersebar “viral” ke seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia. Bahkan Al-Jazeera sebagai media kelas dunia pun turut memberitakan.

Cerita-cerita pilu memang tidak bisa dihindari dari para korban meninggal dunia ataupun luka-luka berat yang ada. Bahkan tidak sedikit dari kalangan anak-anak, remaja, remaja putri yang menjadi korban, suami istri menjadi korban, bapak dan anak menjadi korban, saudara sekandung menjadi korban, sahabat dekat dan karib menjadi korban meninggal dunia.

Pilu memang, karena mereka yang berangkat dari rumah dengan kondisi riang gembira bersama keluarga, anak, istri, keluarga dan sahabat, tiba-tiba pulang ke rumah diantar oleh ambulance dalam keranda mayat. Tentu ini menjadi situasi yang “memukul” dan menyesakKan dada, bukan saja bagi keluarga yang ditinggalkan, akan tetapi bagi seluruh warga Malang dan para Aremania yang selama ini memberikan perhatian dan dukungan terbaiknya kepada team Arema.

Di satu sisi kita tahu bersama bahwa, polemik berita yang beredar cenderung mengarah tidak ada pihak yang mau disalahkan. Beredar berita bahwa pihak kepolisian dan aparat sebenarnya meminta Panitia penyelenggara untuk mengubah jam tanding derby Jatim ini, dari malam hari menjadi sore hari dengan alasan keamanan.

Ada juga berita yang beredar penyebab banyaknya kematian karena gas air mata yang ditembakKan oleh aparat ke tribun penonton saat padat-padatnya penonton. Ada juga berita yang beredar bahwa bahwa kemarahan dan kericuhan yang terjadi karena dipicu oleh kekalahan Arema atas Persebaya di kandangnya setelah 23 tahun tidak pernah terkalahkan. Dan banyak lagi berita simpang siur yang sampai hari ini masih mewarnai media di depan kita.

Tragedi Kanjuruhan yang akhirnya menambah daftar 10 tragedi sepak bola dengan jumlah korban jiwa terbanyak di dunia sejak tragedi Lima di Peru 1964 ini menjadi catatan sejarah yang tidak boleh terulang kembali. Peristiwa ini di samping memilukan bagi keluarga korban dan Aremania secara umum, juga membawa ancaman bagi Indonesia di kacamata FIFA sebagai organisasi dunia yang membawahi sepak bola.

Mulai ancaman dibekukannya pertandingan di Indonesia selama 8 tahun, dicabutnya keanggotaan Indonesia di FIFA, pembatalan piala dunia U-20 di Indonesia, larangan Timnas Indonesia untuk bertanding di Piala Asia 2023 dan piala Asia U-20.

Duka sepak bola Kanjuruhan yang bertepatan dengan hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober ini membawa pesan tersendiri bagi kita semua, bahwa Pancasila sebagai dasar negara yang mengikat seluruh kepentingan dan kehidupan masyarakat Indonesia diuji dengan tragedi yang menjadi sorotan mata seluruh dunia ini.

Korban jiwa yang begitu banyak, tata kelola penyelenggaraan pertandingan dan pengamanan selama pertandingan yang dilakukan oleh aparat menjadi bagian yang akan terus menjadi sorotan bagi masyarakat dan dunia.

Kemanusiaan yang adil dan beradab dan persatuan Indonesia merupakan dua sila yang terkait erat dengan peristiwa memilukan ini. Negara sebagai representasi implementasi Kesaktian Pancasila hendaknya benar-benar memberikan arahan dan teladan yang jelas serta transparan terkait peristiwa ini.

Tentu tidak ada satu pun Aremania yang hadir di tribun stadion Kanjuruhan saat memberikan dukungannya kepada team kebanggaannya ini berharap musibah dan celaka yang terjadi. Namun “nasi sudah menjadi bubur”, ratusan korban jiwa telah melayang, ratusan korban luka-luka telah berjatuhan, terlepas dari siapapun yang memicu terjadinya kerusuhan, nilai-nilai “kemanusiaan yang adil dan beradab” saat ini benar-benar harus ditunjukkan oleh negara dan semua pihak yang terkait. Keadilan atas peristiwa kemanusiaan yang menjadi perhatian seluruh jagad ini sekaligus ujian bagi kita semua sebagai bangsa dan negara.

Atas peristiwa ini “persatuan kita sebagai anak bangsa juga dipertaruhkan.” Kita tahu bersama bahwa sepak bola yang selama ini menjadi olahraga primadona bagi banyak masyarakat di belahan Indonesia ini telah memicu munculnya kelompok-kelompok supporter fanatik dari masing-masing team sepak bola.

Di atas fanatisme kelompok dan daerah inilah rasa persatuan kita diuji. Ikatan kita sebagai sesama anak bangsa Indonesia dipertaruhkan. Pancasila sebagai dasar negara yang menyatukan kita juga selayaknya menjadi bahasa pemersatu antar seluruh elemen bangsa, baik pemerintah, aparat penegak hukum,  Aremania, manajemen Arema, NGO, media dan siapa saja yang berkepentingan atas peristiwa tragis ini.

Peristiwa Kanjuruhan yang terjadi bertepatan dengan diperingatinya hari kesaktian Pancasila ini sekaligus menguji “seberapa sakti” Pancasila sebagai falsafah dasar negara yang membingkai seluruh elemen bangsa baik pemerintah, masyarakat atupun swasta. Ujian Pancasila sakti ini akan menentukan arah dan kestabilan bangsa. Penyelesaian peristiwa kemanusiaan yang memilukan dan menelan banyak korban ini sekaligus akan menjadi penanda apakah Pancasila yang kita sepakati sebagai dasar bernegara masih “sakti” atau justru sebaliknya.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img