spot_img
Tuesday, July 1, 2025
spot_img

APINDO Terima dengan Berat Hati

UMK Kota Batu Naik Rp 200 Ribu

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa secara resmi menetapkan besaran nilai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2023 di Jatim. Penetapan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim Nomor 188/889/KPTS/013/2022 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2023  dan dirilis pada pukul 00.00 WIB Kamis (8/12) kemarin.

Untuk Kota Batu, kenaikan UMK sebesar 7,07 persen mengacu Permenaker no 18 tahun 2022. Artinya UMK Kota Wisata Batu 2023 naik menjadi Rp 3.030.367,09 dari UMK tahun 2022 yang berada di angka Rp 2.830.367,09.

“Dari hasil keputusan Gubernur Jatim Kamis (8/12) untuk UMK Kota Batu dipastikan naik. Kenaikan mencapai 7,07 persen atau naik Rp 200.000. Dengan kenaikan ini pelaku usaha di Kota Batu wajib menerapkan per 1 Januari 2023,” ujar Kabid Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batu, Suyanto kepada Malang Posco Media kemarin.

Ia menjelaskan Kota Batu dengan sedikit turun dari usulan Wali Kota Batu 7,24 persen. Meski begitu Kota Batu termasuk daerah dengan kenaikan UMK cukup tinggi dan berada di urutan sembilan dari 38 kota/kabupaten di Jawa Timur.

“Dari hasil keputusan tersebut, kami berharap pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Batu dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Batu bisa menerima dengan apapun yang diputuskan pada bulan depan,” bebernya.

Sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batu mematikan menerima kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kota Batu7,07 persen. Meskipun kenaikan tersebut diterima dengan berat oleh APINDO.

“Meskipun keberatan kalau sudah aturan bagaimana lagi. Kami akan menerima keputusan kenaikan UMK oleh Gubernur Jatim,” tegas Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Apindo Kota Batu Suryo Widodo.

Sebelumnya diungkapnya bahwa usulan kenaikan UMK oleh Pemda ke Gubernur Jatim harus disesuaikan dengan kondisi global yang berdampak ke sektor usaha di dalam negeri.

“Pastinya keberatan dengan kenaikan UMK. Tapi mau bagaimana lagi kami harus menerima. Meskipun seharusnya disesuaikan dengan kondisi global yang berdampak ke sektor usaha di dalam negeri. Mengingat dunia usaha belum pulih dari dampak Covid dan resesi global,” ujarnya.

Dengan kenaikan UMK yang dinilai sangat dipaksakan tersebut akan berdampak buruk bagi pelaku usaha. Yakni ketika dipaksakan akan banyak pelaku usaha yang colaps. Bahkan saat ini saja dicontohkannya ada salah satu perusahaan rokok yang telah melakukan PHK kepada ribuan pegawainya akibat Covid dan resesi. 

Ia menambahkan, sesungguhnya kenaikan UMK sebesar 5-7 persen bisa dianggap wajar jika dalam kondisi yang tepat. Namun, kondisi saat ini dinilai masih belum ideal untuk adanya kenaikan UMK dengan besaran tersebut.

Lebih lanjut, Suryo mengungkapkan jika UMK ini ada ketidak adilan. Pasalnya tidak ada jenjang ijazah. Bahkan juga harus dibedakan wilayah lebih kecil. Misalnya Lawang, Kasembon dan Sitiarjo harusnya berbeda.

“UMK ini ada ketidak adilan. Karena tidak ada jenjang ijazah. Ijasah SMP dan S1 kan harusnya ada beda. Begitu juga wilayah, misalnya Lawang, Kasembon dan Sitiarjo harusnya berbeda. Oleh karena itu Apindo Pusat menolak kenaikan UMK di waktu yang tidak tepat,” paparnya.

Selain beberapa alasan penolakan, diungkap Suryo adanya kenaikan UMK berkaitan erat dengan situasi ke depan di dalam negeri yang memasuki tahun politik. Sehingga berdampak pada kebijakan UMK. Oleh karena itu, dalam menentukan UMK harus dilakukan secara bijak dan cermat,” terangnya. (eri/nug)

Ikuti Juga Berita Malang Hari Ini dan Info seputar Arema FC, Arema dan Aremania di Youtube dan Tiktok Kami

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img