Telah bergulir tiga kali pertemuan yang ketat antara ketiga calon presiden dan calon wakil presiden di atas panggung panas. Ribuan komentar dari masyarakat nyata hingga maya membanjiri statemen para calon pemimpin bangsa kita.
Setiap kali debat selesai, muncul persentase siapa pasangan yang menonjol pada saat debat. Debat hanya dijadikan untuk menilai kelayakan visi misi dan program. Debat bukan dijadikan sebagai kemenangan presentasi yang layak dijadikan pemimpin. Debat bukan identitas semata dalam memenangkan logika serta mengatasnamakan fakta data yang disajikan.
Publik yang melihat pertarungan gagasan tentu dapat menilai siapa yang etis, berwibawa hingga bijaksana setiap programnya. Dari pengamatan tersebut, debat tidak satu-satunya menjadi titik tumpu dalam menetapkan pilihan nantinya. Jika melihat setiap sesi debat capres-cawapres selalu ada momen yang tersorot, baik itu sorotan positif maupun negatif.
Para netizen mampu memperagakan ketiga capres-cawapres dalam bergaya saat berdebat. Hal ini tidak luput dari debat sebagai ajang pembuktian ide yang disampaikan namun yang tampak tidak lain hanya saling serang individu. Tentu ini menjadi bahan tontonan para pengamat politik yang menyaksikan.
Bergaya saat debat tidak penting untuk dilakukan oleh para calon capres-cawapres. Hal ini hanya dipandang menurunnya integritas kewibawaan. Apalagi adanya saling serang secara individual yang berkesan selama bergulirnya debat.
Moral Debat
Debat seharusnya menjadi jembatan untuk mengungkap visi misi yang luhur bukan penghancur. Jika adu gagasan di atas podium hanya berujung saling serang secara personal tentu ini merusak jati diri debat dan ini sebagai penghancur momentum untuk menggali pemahaman calon presiden dan wakil presiden. Menjunjung sikap etis, bahasa santun, berperilaku sopan menjadi tiga nilai moral dalam debat.
Salah satu sorotan evaluasi dari ketiga debat yang telah terjadi yaitu “Larangan Gimmick dalam Debat.” Hal ini tidak lepas dari aturan KPU yang dinilai penting untuk dibuat dalam aturan tata tertib sehingga substansi isu yang diangkat dapat dipahami oleh publik. Dengan debat yang harmonis maka akan mudah bagi masyarakat menerima dan menilai gagasan yang ditawarkan.
Gagasan yang mampu menjawab kesejahteraan sosial. Gagasan yang mampu menjawab keamanan dan kenyamanan dalam berbangsa. Penting rasanya memberi ketegasan pada sikap yang berlebihan bilamana ditemukan adanya serangan yang menjurus kepada personal dan kelompok.
Bila diakui adanya perbedaan pilihan, maka tidak ada alasan merusak keharmonisan bermasyarakat akibat debat yang dijagokan tidak unggul saat debat. Menjaga kenyamanan di tengah perbedaan pilihan menjadi kunci bersinergi dalam membangun Indonesia.
Menjamin Integritas
Debat dalam pandangan penulis menjadi acuan penilaian kriteria kredibilitas seorang pemimpin, bagaimana dia menjawab dan memberikan solusi. Dan masyarakat yang akan menilai dari program yang telah dikerjakan selama dia memimpin sebelum mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Catatan hasil kepemimpinan sebelumnya menjadi track record setiap calon.
Pada akhirnya, pemilu di tahun ini akan dinilai oleh masyarakat apakah demokrasi berjalan apa tidak. Melalui rentetan panjang debat hingga kampanye para pasangan calon di tempat umum. Ketiga pasangan calon yang sedang memperebutkan kursi kekuasaan melalui program atas nama rakyat akan terpilih sejalan dengan kebutuhan rakyat sekarang. Rekaman debat hanya sebatas perjalanan demokrasi Indonesia.
Siapapun yang terpilih, silaturahmi antara masyarakat luas dan para tim sukses paslon tidak boleh terputus. Adu gagasan hanya sampai di panggung debat. Narasi kebencian, rasis yang membanjiri media sosial hingga pemberitaan harus diselesaikan dengan kebijaksanaan di hari tenang. Biarkan masyarakat yang menilai kelayakan dari salah satu paslon untuk dipilih.
Penjaminan integritas lahir dari kepuasaan demokrasi yang dibangun melalui debat yang bermoral juga. Kepemimpinan lahir tumbuh berkembang dari ide yang dituangkan dalam berorasi saat debat. Dengan kedewasaan para pendukung serta masyarakat yang arif akan mampu menilai kepada siapa yang layak untuk diberi kewenangan memimpin. Kewenangan yang diberikan akan terasa ringan dijalankan saat memimpin bilamana pemimpin mampu mengadopsi mimpi-mimpi masyarakat.
Menghitung beberapa hari lagi menuju pemilihan, siapapun yang diandalkan pada tahun politik kali ini, penting untuk tetap memegang erat silaturahmi. Menjaga ketahanan bernegara diawali dengan integritas demokrasi yang sedang bergulir pada transisi kepemimpinan di tahun ini. Bersinergi menjaga keutuhan dalam menanggung nasib bangsa dengan tujuan kesejahteraan bersama.
Demi berlangsungnya demokrasi butuh totalitas dalam mengawal sikap kejujuran, transparansi, kemurniaan dalam pemilihan umum nantinya, sehingga pilihan yang terpilih adalah orang yang dapat mengembang amanah masyarakat bukan golongannya sendiri atau keluarga. Pada akhirnya, menjamin keadaan pemilihan politik tahun ini memiliki makna tumbuhnya rasa persaudaran yang tinggi pra pemilu hingga pasca pemilu.(*)