MALANG POSCO MEDIA-UU Cipta Kerja, perusahaan tahan ijazah, upah layak, hingga PHK masih tetap jadi masalah buruh. Berbagai persoalan itu jadi isu utama peringatan Hari Butuh Internasional atau May Day, Kamis (1/5) kemarin.
Di Kota Malang, massa yang merupakan gabungan buruh dan mahasiswa menggelar aksi demo Hari Buruh Internasional di Balai Kota Malang. Dengan sejumlah pengeras suara yang diangkut sebuah truk, massa aksi melontarkan orasi dan tuntutannya terhadap pemerintah dan pelaku usaha untuk memperhatikan hak-hak buruh.
Sejumlah spanduk dan beragam tulisan dibawa oleh massa aksi untuk menyuarakan keluhan dan tuntutannya.
Sekjen SPBI Fatkhul Khoir yang ikut pada aksi kemarin di Balai Kota Malang, menuntut untuk mencabut UU No.5 tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Tidak hanya itu, ia juga menuntut untuk mencabut UU No. 3 Tahun 2025 yang merupakan Revisi UU 4 tahun 2004 tentang TNI.
“Karena dua UU itulah yang kami anggap menjadi ganjalan besar dan bisa mematahkan soal demokrasi. Pertama, terkait UU Cipta Kerja, itu jelas akan mengebiri hak-hak buruh. Kita tahu, UU ini justru semakin mengurangi kesejahteraan buruh. Misalnya dengan memperluas sistem kerja kontrak, kemudian upah murah, dan lain sebagainya,” tegas dia.
Sementara Revisi UU No. 3 tentang TNI, dinilai bakal melegitimasi masuknya tentara ke ruang-ruang sipil. Dalam salah satu klausul pasal di RUU TNI, disampaikan Fatkhul memberikan keleluasaan bagi TNI untuk misalnya meniadakan aksi pemogokan kerja.
“Kekhawatiran kami, kalau ini terus terjadi, demokrasi kita akan mulai mundur dan hancur. Dengan UU TNI ini, yang seharusnya fungsi TNI adalah menjaga ketahanan negara, justru berbalik masuk dalam ruang sipil. TNI lebih dari dwifungsi,” ujarnya.
Selain masalah UU Cipta Kerja, Fatkhul juga menuntut upah layak terhadap buruh. Sebab, praktik yang selama ini ada, upah buruh tidak sesuai UMK maupun UMR. Kemudian selain upah, Fatkhul juga menyoroti masih besarnya potensi terjadinya PHK untuk buruh akibat situasi ekonomi yang tidak mampu dijaga oleh pemerintah.
“PHK itu juga akibat dari kebijakan negara yang tidak serius dalam konteks memperkuat ketahanan sistem ekonomi dan hak pekerja kita. Kalau ada PHK, pemerintah harus segera menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga masyarakat yang ter PHK,” tutur dia.
Lalu yang terbaru soal penahanan ijazah, Fatkhul menegaskan sebenarnya itu merupakan sebuah fenomena yang sudah lama terjadi. Sepanjang waktu ini, pemerintah terbukti tidak mampu melakukan pengawasan untuk praktik tersebut. Padahal di Jawa Timur sebenarnya sudah ada Perda Jatim No.8 Tahun 2016 yang secara tegas melarang untuk menahan dokumen asli milik pekerja sebagai jaminan.
Ia menyebut, penahanan ijazah pekerja ini sebagai fenomena gunung es. Sebab, praktik ini sebenarnya ada dimana-mana tapi memang yang terlaporkan hanya sedikit saja. Ia pun mendorong agar pengawasan terhadap hal ini bisa diperkuat.
“Ini membuktikan bahwa kinerja pengawas ketenagakerjaan sangat lemah dalam konteks mengawasi hak-hak ketenagakerjaan. Artinya, kalau mereka bekerja secara optimal, pelanggaran terhadap hak-hak tenaga kerja itu bisa diminimalkan,” kritik dia.
Terpisah, Ketua SPSI Kota Malang Suhirno menambahkan, sejumlah permasalahan yang muncul dari UU Cipta Kerja adalah hak-hak yang diterima pekerja ketika pensiun menjadi berkurang. Yakni dari sebelumnya bisa mendapatkan 32 kali gaji setelah pensiun, berkurang menjadi hanya 25 kali saja.
“Kami tidak minta untuk ditambah. Tapi kenapa memberlakukan UU Cipta Kerja. Ini yang kami keluhkan,” kata Suhirno.
Sama seperti yang dikeluhkan SPBI, persoalan upah juga menjadi yang paling dipermasalahkan. Sebab banyak yang tidak sesuai dengan UMK dan UMR. Sementara penahanan ijazah, menjadi persoalan yang perlu disorot karena banyak terjadi di perusahaan kecil. Sedangkan perusahaan besar relatif jarang terjadi.
“Kenapa harus ditahan? Dilegalisir kan sama saja itu sah. Akhirnya kalau ijazah asli ditahan, malah buat cari uang. Itu sudah larangan,” heran Suhirno.
“Maka saya berharap Disnaker itu berdiri sendiri, tidak gabung perizinan (PMPTSP), agar hubungan industrial ini bisa terjamin. Selain itu, saya berharap pengawasan itu bukan ranah provinsi. Seharusnya itu ranah kota agar pengawasan lebih maksimal,” sambung dia.
Di tempat terpisah, Disnaker-PMPTSP Kota Malang menyampaikan pihaknya kembali mendapatkan laporan kasus penahanan ijazah. Ada tambahan satu kasus penahanan ijazah dari sejumlah pekerja massage atau terapis yang dilaporkan melalui pengacara Gunadi Handoko. Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan menyampaikan pihaknya segera memanggil kedua pihak, perusahaan dan pekerjanya.
“Ada 15 orang pekerja yang ada di sana. Pada saat itu sudah difasilitasi oleh Babinsa dan Kamtibmas untuk penyelesaiannya, tetapi memang belum selesai. Sehingga ini berlarut-larut, sampai kemarin itu pihak karyawannya melaporkan ke posko pengaduan publik dan ke Pak Gunadi,” kata Arif.
Dengan adanya laporan itu, kini di Kota Malang sudah ada tiga kasus penahanan ijazah. Jumlah ini ditengarai hanya sebagian kecil saja dari kenyataan yang ada di lapangan. Disnaker-PMPTSP Kota Malang membuka ruang lebar bagi masyarakat untuk melaporkan jika ada kasus tersebut.
Pada momen May Day, Kamis (1/5) kemarin, buruh mengungkapkan permasalahan yang beragam masih menghantui.
Instansi terkait juga diminta untuk lebih intensif mengecek ke lapangan dan memberikan sanksi kepada perusahaan yang nakal.
Permasalahan yang utama adalah mengenai upah yang belum sesuai UMK. Selain itu permasalahan PHK dan pesangon tidak sesuai aturan. Kondisi ini diungkapkan oleh Ketua Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) Malang Raya, Imam Hanafi.
“Keluhan buruh di Malang beragam, masalah upah, PHK, dan tunjangan sosial. Masalah upah seringkali menjadi titik utama, termasuk upah rendah, kesenjangan upah, dan tidak adanya kenaikan upah yang sesuai,” bebernya.
Anggota SPBI Malang Raya dalam rentang tahun 2021 sampai 2024 sudah ratusan yang mengalami PHK, ada pula yang masih dalam proses hukum.
“2021-2024 ada yang sudah selesai dan ada yang masih proses hukum. Jumlahnya ratusan di Malang,” kata Hanafi.
“Soal PHK di beberapa anggota SPBI di Malang, padahal masa kerja sudah jelas. Tapi pesangonnya gak jelas. Terus ada juga yang pesangon dicicil,” sambungnya.
Ia membeber masih ada buruh yang gajinya di bawah UMK. “Perusahaan seharusnya paham dengan mekanisme UU Ketenagakerjaan. Ketika ada apa-apa, paling tidak minimal mengikuti aturan yang ada. Gak usah berbelit,” kata Hanafi.
Ia menegaskan bahwa harapan buruh sederhana, ketika PHK maupun pensiun diberikan sesuai aturan. Hanafi juga berharap agar pemerintah sering turun mengecek ke lapangan terhadap perusahaan.
“Lebih sering cek ke lapangan dan jika menemukan perusahaan nakal segera diberikan sanksi,” tandasnya.
Sementara itu, Disnaker Kabupaten Malang akan menggelar kegiatan dalam rangka peringatan May Day. Kegiatan akan diadakan 5 Mei mendatang. Kegiatan ini melibatkan pekerja ataupun serikat buruh, pengusaha dan manajemen perusahaan.
Plt Kepala Disnaker Kabupaten Malang, Yudhi Hindarto menyampaikan Gathering Ketenagakerjaan Peringatan Hari Buruh atau May Day dengan agenda antara lain diskusi panel, cek kesehatan gratis, dan santunan anak yatim.
“Peringatan Hari Buruh Internasioal, kolaborasi antara Disnaker Kabupaten Malang, stakeholder ketenagakerjaan seperti pengusaha dan manajemen perusahaan, pekerja atau buruh, serikat pekerja atau serikat buruh, dan asosiasi pengusaha,” urainya.
Yudhi menambahkan kegiatan didukung oleh Kepolisian, TNI, DPRD, BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Sementara itu disampaikan oleh Bagian Hukum SPSI Kota Batu Heru Subagyo bahwa permasalahan pekerja di Kota Batu masih nihil. Meski begitu SPSI Kota Batu akan memastikan bahwa tidak ada pekerja di Kota Batu yang bakal di PHK dengan kondisi perekonomian saat ini.
“Belum ada laporan terkait masalah pekerja di Kota Batu. Namun kami telah menjadwalkan kegiatan bersama Pemkot Batu dalam hal ini Disnaker, PHRI, APINDO, Kadin akan menggelar kegiatan bersama pada 6 Mei,” ujar Heru kepada Malang Posco Media kemarin.
Dalam kegiatan tersebut akan membahas isu terkini terkait permasalahan pekerja dan kondisi perekonomian Kota Batu. Selain itu akan dilakukan MoU dengan para peserta kegiatan.
“Pada MoU nanti SPSI, Disnaker, PHRI, APINDO hingga Kadin agar tidak melakukan PHK kepada karyawan di Kota Batu dengan kondisi ekonomi saat ini,” pungkasnya. (ian/den/eri/van)