.
Friday, December 13, 2024

Usai Implan Kulit, Bocah Tragedi Kanjuruhan Rawat Jalan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Kabar baik. Muhammad Afrizal bocah 10 tahun korban Tragedi Kanjuruhan diperbolehkan pulang setelah dirawat 24 hari di RSSA Malang.

Siswa kelas 5 SD itu dibolehkan pulang setelah hasil diagnosa dokter yang merawat menyatakan ada perbaikan kondisi. Sehingga bisa rawat jalan mulai  Rabu (26/10) kemarin.

Dokter Spesialis Bedah Plastik RSSA Malang dr Yudi Siswanto, Sp.B.P.R.E mengatakan kondisi korban memang sudah membaik. Selain itu hingga saat ini tidak mengalami penurunan kondisi dan cenderung stabil.

“Setelah kami pertimbangkan, korban bisa melanjutkan perawatan di rumah. Kemudian bisa kontrol ke poliklinik atau rawat jalan,” jelasnya.

Selama menjalani perawatan di RSSA Malang, Afrizal sempat dirawat di ruang ICU. Ia dirawat secara intensif selama tujuh hari, karena mengalami penurunan kesadaran sejak masuk ke RSSA kali pertama.

“Selama menjalani perawatan di ICU, kondisinya secara bertahap menunjukkan perbaikan. Selanjutnya ia juga sadar 100 persen,” tambahnya.

Bocah asal Desa Lumbangsari Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang itu  telah menjalani operasi sebanyak lima kali. Salah satu operasi yang dijalani  yakni penanaman kulit di bagian kaki kanannya.

“Kami sudah melakukan perawatan dan sudah kami tutup dengan cangkok kulit. Dan operasi ini berhasil 100 persen, sehingga sudah tidak ada lagi luka,” bebernya.

Tahapan berikutnya Afrizal akan belajar berjalan, atau mobilisasi tubuhnya secara bertahap. Hal itu lantaran selama menjalani perawatan di rumah sakit, ia dirawat dalam kondisi berbaring.

“Setelah ini tinggal kontrol ke poli untuk perawatan minimum. Hal yang terpenting adalah latihan mobilisasi, supaya bisa berjalan seperti sedia kala,” lanjut Dokter Yudi.

Di sisi lain, Dokter Spesialis Anak RSSA Malng Dr. dr. Ery Olivianto, Sp.A (K) mengungkapkan, Afrizal sempat mengalami gangguan di bagian paru-parunya. Gangguan itu diakibatkan trauma (luka) yang dialaminya.

Afrizal juga sempat mengalami kondisi stres setelah mengalami trauma di beberapa bagian tubuhnya. Melalui bagian psikiatri, pihak RSSA Malang berhasil melakukan pengobatan sejak dini.

“Sudah kita konsultasikan dengan bagian psikiatri dan sudah dilakukan pengobatan. Saat ini kondisinya sudah mulai membaik. Apalagi sang anak sempat dikunjungi bapak Presiden RI. Setelah itu kondisinya sudah mulai membaik dan stresnya sudah berkurang,” terangnya.

Sementara itu, ibu Afrizal, Aminayu mengatakan sempat panik saat mencari anaknya di rumah sakit di sekitar Stadion Kanjuruhan. Setelah melakukan berbagai upaya dengan membawa foto Afrizal, wanita 44 tahun  ini dibertahu bahwa sang buah hati berada di RSSA.  “Jadi, saya langsung ke sini (RSSA) sehabis subuh. Kondisinya dia sudah dibawa ke ruang rontgen,” ceritanya.

Aminayu mengaku  bahwa anaknya itu datang ke Stadion Kanjuruhan bersama ayahnya. Keduanya diketahui menonton pertandingan Arema FC versus Persebaya Surabaya itu di Gate 8.

“Suami saya tidak mau dirawat karena takut dokter. Bagian mata sama kakinya masih sakit, dan jalannya agak pincang,”  kata dia.

Sementara itu di sisi lain, Kapolda Jatim Irjen Toni Harmanto berkunjung ke rumah duka almarhum Farzah Dwi Kurniawan di Jalan Sudimoro Utara Kecamatan Lowokwaru, Rabu (26/10)  kemarin. Dalam kunjungan tersebut ia menyampaikan bela sungkawa kepada keluarga korban.

Farzah  merupakan salah korban yang dirawat di RSSA Malang, saat Irjen Toni kali pertama berkunjung. Apalagi saat kunjungan perdananya Rabu (15/10) lalu baru saja dilantik sebagai Kapolda Jatim.

Selain itu Kapolda Jatim juga telah menyiapkan berbagai bantuan untuk keluarga korban. Selain korban meninggal, keluarga korban yang turut terdampak juga harus diperhatikan.

“Untuk keluaga (almarhum Farzah) kami juga membantu beberapa hal. Seperti kakak korban, yang punya keahlian di bidang kebidanan. Nanti akan kami bantu untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai,” lanjut Irjen Toni.

Ia menegaskan bahwa ini menjadi bukti keseriusan Polri, dalam melakukan penanganan terhadap korban Tragedi Kanjuruhan. Serta sebagai komitmen Polri melakukan proses hukum Tragedi Kanjuruhan.

“Kemudian kami juga akan menegakkan hukum kepada mereka mereka yang bertanggung jawab untuk kejadian ini,” jelasnya.

Selain itu, Irjen  Toni mengatakan, hingga saat ini belum mendapatkan laporan resmi terkait adanya keluarga korban yang ingin mengajukan otopsi. Dirinya masih berpedoman dari temuan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) bahwa keluarga Devi Athok yang sebelumnya berkenan, membatalkan niat tersebut.

Namun dirinya tidak menutup pintu, apabila ada keluarga yang ingin melakukan otopsi. “Kalau memang ada kesediaan, artinya ini juga memperjelas kembali (bukti kasus Tragedi Kanjuruhan). Maksudnya, otopsi ini bisa memperjelas sebab kematian. Kami bersedia mengakomodir itu,” tandas mantan Wakapolda Jatim ini. 

Sementara itu tim kuasa hukum korban Tragedi Kanjuruhan yang tergabung dalam Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak) melayangkan surat ke Mabes Polri. Mereka meminta kepastian terhadap adanya proses otopsi yang sudah kembali direstui  salah seorang keluarga korban. 

Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan, Imam Hidayat mengatakan pengajuan otopsi itu dilayangkan kepada Mabes Polri, melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ia berharap, pihak kepolisian segera memberikan jawaban dan kepastian. Sebab, menurut Imam pihaknya dikejar waktu, karena berkas perkara sudah masuk ke jaksa penuntut umum.

“Kami sudah mengajukan melalui LPSK. Semoga segera ada jawaban dari pihak kepolisian terkait kepastian pelaksanaan otopsi ini,” ungkapnya melalui sambungan telepon, kemarin.

Selain meminta kepastian otopsi,  mereka juga mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, Kejaksaan Agung  dan Menkopolhukam sekaligus, berkaitan dengan rekomendasi penetapan pasal kepada para tersangka dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan.

Menurut Imam penerapan pasal 359 KUHP dan 360 KUHP kepada para tersangka kurang tepat. Namun sebaliknya penembakan gas air mata yang diduga menjadi pemicu tewasnya 135 Aremania ada unsur kesengajaan. “Kami sudah sampaikan beberapa alasan di dalam surat yang kami kirim, dan kami meminta agar tersangka ditetapkan dengan pasal 338 tentang pembunuhan,” ujarnya.

Ditambahkan Imam, tim juga menuntut agar kepolisian mengusut dan mengungkap tersangka lain di luar enam tersangka atas tragedi Stadion Kanjuruhan yang ditahan. Menurut Imam masih perlu ada beberapa pihak lagi yang perlu ditetapkan tersangka atas tragedi yang menghilangkan nyawa para suporter itu.

“Kami sebagai korban belum puas dengan beberapa tersangka yang sudah ditetapkan. Mereka adalah pihak tingkat tengah dalam jalannya pertandingan. Sedangkan pihak yang mengeksekusi gas air mata, serta penanggung jawab di tataran tinggi tidak ada satupun yang dijadikan tersangka. Ini ada apa?” pungkasnya.(rex/tyo/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img