Hari Raya Karo Suku Tengger
MALANG POSCO MEDIA – Warga Suku Tengger Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang guyub nan kompak dalam gelaran Tumpeng Gede perayaan Hari Raya Karo, Rabu (21/8) kemarin.
Diselimuti hawa dingin, warga yang hidup di lereng Gunung Bromo dan Gunung Semeru tersebut memadati panggung menyaksikan upacara adat oleh Mbah Dukun Suku Tengger diiringi alunan gamelan.
Warga Suku Tengger mengenakan pakaian adat, mulai dari kalangan anak-anak hingga orang tua. Penampilan kesenian kerawitan dan seni tari turut menghibur acara tahunan tersebut.
Kemudian mereka saling berebutan Tumpeng Gede yang terdiri dari aneka makanan, termasuk nasi dan buah-buahan. Ada juga yang membagi dari atas panggung. Warga heboh meraih makanan yang melayang di depannya.
Kepala Desa (Kades) Ngadas Kecamatan Poncokusumo, Mujianto mengatakan kegiatan Tumpeng Gede sebagai bentuk warga Tengger yang guyub, rukun, dan membaur menjadi satu.
“Tumpeng dari warga satu desa kami kumpulkan, namanya Tumpeng Gede. Setiap warga tidak boleh mengambil tumpeng miliknya, harus mengambil punya orang lain,” urai Mujianto.
Di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo terdapat 1.736 jiwa penduduk. Makanan yang didapat warga dari Tumpeng Gede, lanjut Mujianto, sebagaian diperuntukkan untuk sedekah bumi, seperti lahan pertanian.
Kegiatan Tumpeng Gede selesai dilaksanakan, para Mbah Dukun Suku Tengger kemudian berkeliling ke rumah-rumah warga untuk melaksanakan ritual doa secara adat, dinamakan Ritual Sesanti. Setiap warga juga bertukar makanan dalam hal ini.
“Dalam kegiatan Sesanti ini terdapat 25 bunga sebagai simbol warga Tengger karena Roro Anteng dan Joko Seger mempunyai 25 anak yang merupakan leluhur kami yang sudah tidak ada. Sesanti adalah bakti kami kepadanya,” kata Mujianto.
Rangkaian acara Hari Raya Karo ini sudah berlangsung sejak beberapa waktu sebelumnya. Sejumlah kegiatan adat juga telah dilaksanakan oleh warga Suku Tengger.
Mulai dari memasang sesaji di setiap rumah masing-masing hingga ke sumber air untuk ritual yang diyakini agar, air selalu memberikan penghidupan bagi warga Suku Tengger.
Lebih lanjut, Mujianto menyampaikan bila pekan depan masih ada beberapa kegiatan, terutama Nyadran atau secara umum dikenal ziarah ke pemakaman umum dan makan bersama di makam.
Makan bersama di pemakaman diyakini sebagai pesan dari leluhur untuk mengingatkan dan sadar akan kematian. Kemudian setelah itu, ada tradisi Ojung adalah cambuk-cambukan menggunakan rotan. Ini adalah prosesi terkahir dari rangkaian Hari Raya Karo.
“Tujuan Ojung adalah mengingatkan masyarakat bahwa segala permasalahan lebih baik diselesaikan dengan musyawarah, tidak menggunakan fisik,” tutup Mujianto.(den/van)