Sengketa Kepemilikan Deposito Bos PT HMH
MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Sidang dugaan pemalsuan surat untuk mencairkan uang deposito Bank BTPN Malang, Rp 500 juta, Senin (4/12) memasuki agenda duplik, atau tanggapan terhadap replik yang sudah dibacakan JPU Kejari Kota Malang, Suudi, SH di PN Malang, Senin (27/11) lalu.
Bos PT Hardlent Medika Husada (HMH), FM Valentina ikut membacakan sendiri duplik yang ia buat, selain milik dua penasihat hukumnya, Andry Ermawan, SH dan Agus Budi Wahono, SH. Kepada majelis hakim PN Malang, dia mempertanyakan dirinya yang menjadi korban kriminalisasi dari Hardi Soetanto, mantan suaminya.
“Kenapa Hardi yang seorang dokter tidak melaporkan Bank BTPN Malang? Kenapa hanya saya. Jelas dari pengakuan Nurul Fauzia, marketing Bank BTPN Malang di persidangan, bila nama Hardi hanya dipinjam. Nurul juga membuat surat pernyataan yang menegaskan bahwa Hardi juga menyetujui proses pembukaan rekening itu,” terangnya.
“Mohon dicatat juga, apa yang tertuang di form-form pembukaan hingga penutupan rekening adalah nama Hardi, bukan tandatangan Hardi. Ini dikuatkan dengan surat dari Kabid Propam Polda Jatim yang menyatakan dari hasil labfor, semua tandatangan itu non identik. Mereka menyatakan, saya hanya menuliskan nama ‘Hardy’ dalam bentuk tandatangan,” urainya.
Valentina, sapaannya mengaku tetap berprinsip pada pledoi atau pembelaan bila dirinya tidak cukup bukti melakukan perbuatan pidana Pasal 263 KUHP sesuai yang dituntutkan JPU. Ia meminta hakim untuk menjatuhkan putusan bebas atas perkara yang didakwaan tersebut, dan minta merehabilitasi nama baik, harkat dan martabatnya yang tercemar karena kasus itu.
“Kami memohon majelis hakim untuk memutus seadil-adilnya,” tutupnya. Senada dengan dia, Agus Budi Wahono, SH, salah satu penasihat hukumnya juga mengaku tidak sependapat dengan replik JPU ataupun dakwaan maupun tuntutan yang diajukan sebelumnya. “Kami telah menguraikan semuanya pada pledoi sesuai dengan fakta yang ada di persidangan,” ungkap dia.
Sementara itu, hakim Brelly Yuniar Dien Wardi Haskori, SH menerangkan bila proses pemeriksaan perkara ini di persidangan telah selesai. “Sekarang biarkan majelis yang akan bermusyawarah untuk memberikan putusan. Kami juga minta, tidak usah telpon-telpon majelis dalam perkara ini, karena pasti tidak akan kami terima,” tegasnya. (mar)