MALANG POSCO MEDIA, MALANG – UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PKM) Universitas Brawijaya (UB) memberikan perhatian besar terhadap maraknya intoleransi di Indonesia. Karena itu, PKM UB punya upaya untuk memperkuat persatuan dengan merajut kebhinekaan. Salah satunya dengan me-launching Kedai Bhinneka di Gazebo UB, beberapa waktu yang lalu.
Kedai Bhinneka nantinya menjadi sarana penguatan terhadap terhadap sikap nyata UB dalam menggalang persatuan di tengah perbedaan. Sekaligus implementasi dari agenda perkuliahan MPK (Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia). Dalam acara launching itu, juga digelar diskusi dengan tema ‘Ketika Agama (Tidak) Berjumpa di Kedai Bhineka’.
Narasumber yang hadir berasal dari berbagai latar belakang agama di Indonesia, antara lain Dosen Sekolah Tinggi Agama Hindu Shantika Dharma Malang Rubi Supriyanto, S.Ag, M.Si, Dosen Pendidikan Agama Kristen Dr. Roike Roudjer Kowal, M.Pd.K, Aktivis Moderasi Beragama Khalid Rahman, M.Pd.i, Vikep Kategorial Keuskupan Malang Donatus Maria Triman Andi Wibowo, Ph.D, Dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha Kertarajasa Batu Kadek Yudi Murdana, M.A. (B.Dh) dan Ketua Majelis Agama Konghucu Kab-Kota Malang Halim Tobing.
Acara dibuka oleh Sekretaris Universitas, Dr. Ir. Setyo Yudo Tyasmoro, MS serta secara resmi diluncurkan oleh Wakil Rektor 1 Bidang Akademik, Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES. Kepala UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa UB Mohamad Anas, menjelaskan UB telah merespon berbagai isu kebangsaan yang timbul dengan berbagai kegiatan seperti seminar dan program sekolah kebangsaan yang melibatkan mahasiswa.
Namun, menurut Anas, agar penyemaian bibit toleransi dan inklusivitas bisa lebih efektif di kalangan mahasiswa UB perlu dibentuk sebuah ruang diskusi yang lebih berkesinambungan. “Oleh karenanya UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa Universitas Brawijaya meluncurkan Kedai Bhineka Brawijaya, suatu ruang yang diinisiasi sebagai arena perjumpaan berbagai ragam gagasan, pandangan, cerita, pendapat atau apapun namanya untuk dapat diorkestra atau didialogkan di ruang perjumpaan tersebut,” kata Anas.
Lebih jauh, Anas menjelaskan bahwa pendidikan kebhinekaan yang digagas melalui Kedai Bhineka ini adalah implementasi dari perkuliahan MPK. “Di Kedai Bhinneka nantinya akan di orkestra, diperjumpakan, diiriskan berbagai ragam suku, etnis, adat, tradisi, agama, bahasa daerah di satu daerah, baik melalui model dialog diskursif maupun praktif-reflektif,” terangnya.
Kedai Bhinneka merupakan sebuah kebanggan bagi UB, terutama UPT PKM. Menurut Anas, kebanggaan itu karena ragam pandangan agama-agama berkaitan dengan toleransi untuk pertama kalinya akan diorkestra. “Ini sebagai implementasi perkuliahan MPK,” imbuhnya.
Dia melanjutkan, Kedai Bhineka ini bukan untuk mencari titik temu. Juga bukan untuk mencari benang merah. Kedai Bhineka semata dihadirkan untuk menjadi ruang irisan, ruang dialektika, untuk dapat mengorkestra segala macam warna dari diri mahasiswa.
Diskusi lintas agama ini juga dimaksudkan sebagai pemantik awal untuk tidak hanya mengetahui ragam pandangan agama-agama mengenai toleransi dan kebhinekaan, tetapi juga untuk memahami betapa agama-agama mempunyai pandangan yang beragam tentang toleransi dan sekaligus praktiknya.
Apalagi jika diangkat pada altar ideologi bangsa, Pancasila yang selalu dinamis dari masa ke masa. “Akhir kata, tidak ada kebenaran mutlak di Kedai Bhinneka, tidak boleh ada klaim kebenaran di Kedai Bhinneka, yang ada adalah semangat bersama menemukan kebenaran,” tegasnya. (imm/bua)