Amdal Masih Proses, Pengembang Dianggap Tak Kulonuwun
MALANG POSCO MEDIA – Rencana pembangunan apartemen dan hotel bintang lima setinggi seratusan meter di Blimbing Kota Malang memantik penolakan dari warga. Lokasinya di RW 10 Kelurahan Blimbing Kecamatan Blimbing Kota Malang atau tepatnya di Jalan Ahmad Yani, samping Plasa Telkom.
Di lahan seluas 12.172 meter persegi itu nantinya bakal dibangun sejumlah bangunan seperti gedung apartemen, bangunan hotel, fasilitas pendukung seperti parkir hotel, area parkir apartemen, restoran hingga bar, dengan total luas bangunan 89.940 meter persegi. Apartemen dan hotel yang diperkirakan memiliki 20 lantai itu bakal dibangun oleh PT Tanrise Property Indonesia, anak perusahaan dari Tancorp Group.
Sejumlah warga yang berhimpitan dengan lokasi pembangunan menolak dan menentang rencana pembangunan apartemen dan hotel tersebut. Warga membentuk sebuah posko bernama Warga Peduli Lingkungan (Warpel) di Jalan Candi Kalasan III. Mereka mendeklarasikan secara resmi penolakannya, Minggu (27/4) kemarin. Tidak hanya itu, warga juga memasang sejumlah banner penolakan di sejumlah titik di sekeliling lokasi.
“Kami menolak rencana pembangunan dua apartemen dan satu hotel seberapapun tingginya tanpa memperhatikan hak warga terdampak yang dijamin undang-undang dan hukum yang berlaku. Visi kami adalah menghentikan proses perizinan yang dari awal diduga terindikasi adanya manipulasi,” tegas Centya WM, Juru Bicara Posko Warpel.
Penolakan dari warga ini, dijelaskan Centya penuh dengan alasan. Pertama yakni dari segi perizinan yang diduga bermasalah karena adanya upaya manipulasi. Di awal tahap perizinan, pihak pengembang tidak memberikan pemberitahuan kepada warga, hanya segelintir saja yang hadir dalam rapat awal dan juga tidak memahami permasalahannya. Saat rapat, warga hanya disuruh mengisi kuisioner dan proposal tanpa penjelasan lengkap.
“Kenapa tidak dari awal ‘kulo nuwun’? Kalau ada tujuan investasi untuk kepentingan warga, kenapa tidak di-‘floor’-kan ke masyarakat luas, hanya perwakilan saja. Lalu ini proyek swasta atau pemerintah? Kenapa sosialisasi tidak memakai tempat netral, kenapa camat juga memfasilitasi,” heran Centya.
“Tidak hanya itu, di-banner pengumuman studi AMDAL yang dipasang PT Tanrise Property Indonesia diumumkan tertulis 13 Februari dan untuk tanggapan publik hanya 10 hari hingga akhir Februari. Dengan tidak ada pemberitahuan dan tulisan banner sekecil itu, jelas ini menjebak warga,” sambung dia.
Selain perizinan, Centya menyampaikan penolakan warga ini juga karena adanya rekam jejak dari pengembang, yakni PT Tanrise Property Indonesia yang dinilainya kurang bagus. Ia mencontohkan seperti pembangunan apartemen di Panjang Jiwo Surabaya, warga yang terdampak tidak mendapatkan pertanggungjawaban.
Padahal sejumlah warga rumahnya retak hingga tanahnya ambles. Ia tidak ingin, hal semacam itu terjadi di lingkungan rumahnya yang sudah ia tempati 15 tahun lebih. Belum lagi, ada potensi gangguan kebisingan, polusi hingga mengeringnya sumber air.
“Sejak dipasangnya banner Amdal saja, kami sudah merasakan tekanan psikis, tidak bisa tidur. Antar warga saling adu, tidak ada kerukunan lagi, ada kecurigaan,” sebut Centya.
“Bagaimana perasaan warga, selama ini pagi-pagi bisa melihat gunung, nanti bagaimana. Kalau PT Tanrise Property Indonesia tetap melakukan dengan segala upaya, karena kami tahu yang kami hadapi adalah beton, kami tetap melawan,” tegas dia.
Sebagai upaya, Centya menyampaikan pihaknya sudah bersurat ke berbagai pihak terkait untuk penolakan warga ini. Mulai dari Disnaker-PMPTSP, DLH, DPUPRPKP, Wali Kota Malang, Gubernur Jawa Timur, Kementerian Lingkungan Hidup hingga Lanud Abdurrachman Saleh.
“Kami mohon perhatian semua pihak, pemangku kebijakan dan perizinan untuk mengkaji ulang dan mempertimbangkan hak hak warga terdampak,” harap Centya.
Sementara itu, Ketua RW 10 Kelurahan Blimbing Muhammad Rahmadani menyampaikan, rencana pembangunan apartemen dan hotel yang disampaikan kepada warga, awalnya disebutkan setinggi 197 meter. Namun disampaikan Dani sapaannya, ada kesalahan desain dan tinggi sebenarnya sekitar 130 meter. Dani juga mengaku kaget dengan adanya rencana pembangunan itu, sebab pihaknya tidak mendapatkan informasi terlebih dahulu.
“Makanya kami juga tegur pihak PT Tanrise Property Indonesia, sampean ini punya tanah di tempat saya, saya tidak pernah tahu, tidak pernah memberi tahu, tiba- tiba mengundang kami untuk menyampaikan berita yang bikin ‘shock’,” keluh Dani.
Setelah mengetahui adanya rencana itu, pihak RW langsung membentuk Germas T10 sebagai perwakilan warga. Kelompok ini dibentuk untuk menjaring aspirasi masyarakat serta mewakili warga apabila ada pembatasan ketika pertemuan. Bukan untuk membatasi aspirasi dari warga.
“Dari hasil penjaringan Germas T10, memang kemudian didapatkan bahwa mayoritas warga itu lebih banyak yang menolak. Jadi nanti kami fasilitasi keinginan warga,” tambah dia.
Terpisah, Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang Arif Tri Sastyawan memastikan perizinan pembangunan apartemen dan hotel di kawasan Blimbing itu kini masih dalam proses perizinan Amdal. Perizinan yang sudah keluar, yakni baru KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) yang menunjukkan bahwa kegiatan usaha sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Sekarang proses Amdal, itu harus melibatkan warga. Kalau tidak, ya Amdal tidak bisa keluar. Untuk izin lain-lain belum ada proses, seperti PBG, dan nanti juga perlu ada izin KKOP (Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan) yang mengeluarkan Abd Saleh,” katanya. Sementara itu Malang Posco Media telah berupaya mengkonfirmasi kepada pengembang, PT Tanrise Property Indonesia. Dikonfirmasi melalui nomor WhatsApp (WA) perwakilan PT Tanrise Property Indoensia yang tertera di pengumuman, sampai pukul 21.00 WIB tadi malam belum beri respons maupun tanggapan terhadap pertanyaan MPM. (ian/van)