MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Kasus hukum antara Perhutani dan empat orang warga Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kota Batu terkait penebangan pohon yang dinilai ilegal terus menjadi perhatian sejumlah pihak.
Keempat warga yang tersandera kasus tersebut yaitu Rudiyanto,Wijayadi,Abdul Rohim dan Suedi sekarang hanya bisa pasrah.Apalagi, Perhutani beberapa hari lalu resmi membatalkan isi kesepakatan perdamaian secara sepihak. Saat itu, semua pihak sebenarnya diminta bertemu di Polres Batu.
“Tapi kami kaget karena dibatalkan. Infonya, ada teguran ke Perhutani KPH Malang dari pimpinannya di Jakarta. Sebenarnya kami tidak apa-apa disuruh menanam pohon. Apalagi ada lahan yang rawan longsor,” ujar Rudiyanto kepada Malang Posco Media.
Rudiyanto ingin kasus ini segera diselesaikan. Sebagai rakyat kecil, keluarganya di rumah sangat bergantung padanya. Kasus ini telah membuat keluarga besarnya gelisah.
Pengamat hukum dari Universitas Widya Gama Zulkarnain,SH,MH menilai persyaratan damai dengan menanam pohon 10 ribu pinus terlalu berlebihan.
“Hutan itu kalau misal ditebang, salah satu solusinya reboisasi, maka kemudian ada pemberatan bagi yang melanggar. Misal, menebang empat pohon, diganti yang lebih banyak. Nah, tetapi ganti yang lebih banyak itu logis dan pantas. Kasus yang menyebabkan kematian saja kadang bisa Restorasi Justice (RJ). Kalau empat pohon yang ditebang minta ganti 10 ribu bibit, pertanyaannya apakah bibitnya ada? Kalaupun ada, mau ditanam di mana?” katanya. Zulkarnain juga mempertanyakan, apakah penebangan empat pohon itu menimbulkan efek yang besar terhadap masyarakat atau tidak.Karena itu,
Zulkarnain menyarankan agar persoalan ini bisa diselesaikan melalui upaya Restorative Justice (RJ).
“Artinya RJ ialah mengembalikan pada kondisi semula. Sekiranya ada sengketa, anggap saja belum ada sengketa. Itu namanya RJ.Namun karena ada justicenya di belakang, maka yang melakuka adalah pihak berwenang. Maka kemudian, APH (Aparat Penegak Hukum) melakukan RJ dengan cara para pihak dipertemukan dan didamaikan. APH bisa sebagai mediator,” pungkasnya.(tyo/nug)