.
Friday, December 13, 2024

Waspada Spanduk Janji Berkeliaran

Berita Lainnya

Berita Terbaru

          Tiga calon presiden dan wakil calon presiden sudah mendaftar di KPU dan tinggal ditetapkan saja. Tiga calon presiden dan wakilnya akan bersaing keras memperebutkan suara hati masyarakat Indonesia dalam kontestasi Pemilu 2024 nanti. Tentu mereka sudah memiliki cara brilian untuk memenangkan hati dan kepercayaan masyarakat Indonesia bahwa mereka layak jadi orang nomor satu di Indonesia.

          Dilansir dari laman Bawaslu, kampanye akan dimulai pada 28 November 2023  sampai 10 Januari 2024. Bentuk kampanye ini tidak lazim lagi seperti pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum, debat pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan media sosial. Faktanya mereka sudah berebut simpati dan kepercayaan sebelum jadwal yang sudah ditentukan.

          Masyarakat kini harus dihadapkan dengan ‘tiga warna’ bakal pemimpin lima tahun ke depannya. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana janji lima tahun sebelumnya yang belum kelar dan sekarang bermunculan janji baru?. Inilah fenomena lima tahunan yang menggiring para masyarakat bermimpi setinggi langit dan jatuh sedalam jurang. Janji lima tahun yang belum kelar kini mulai terabaikan karena ditutup dengan janji baru. Akhirnya kita terjebak pada masa dimana banyaknya modal janji.

          Masyarakat harus jeli terhadap semua gerak gerik verbal calon pemimpin. Mana janji yang rasional dan mana janji yang hanya sebagai pemanis buatan. Sudah menjadi pemandangan musiman spanduk terpampang indah di pinggir jalan menjelang pemilu. Hal ini tentu sebagai langkah menarik perhatian masyarakat untuk masuk dalam lingkaran politik. Lingkaran politik pada dasarnya hal wajar dalam setiap pemilu.

          Politik sebagai alat dalam menetapkan sebuah tujuan. Bila dijadikan sebagai langkah untuk kepentingan individu atau semata kepentingan kelompok tersendiri maka akan terjadi kekeruhan pada roh politik itu sendiri. Apabila ini terjadi dapat dikatakan kampanyenya tersebut tidak lain merupakan hasrat janji palsu.

          Ibarat sebuah janji tidak akan membuat bahagia namun derita yang didapat. Ibarat memberi bunga namun yang diterima duri. Mimpi mau membuat surga namun hawa neraka yang dirasakan.

          Setiap warga menginginkan pemimpin yang mengayomi bukan membiarkan penderitaan. Pemimpin yang ideal yang ingat akan janji dan menunaikan sumpah sucinya. Sedikit bicara banyak tindakan adalah pemimpin emas. Pemimpin yang punya rasa empati terhadap semua orang yang lemah. Lebih mengutamakan pelayanan publik dibanding dengan gaya pola hidup hedonis. Pemimpin dengan ciri gaya hidup mewah cenderung menggerus hak rakyatnya.

          Beberapa hari lagi akan masuk pada fase-fase dimana ungkapan manis, kata-kata menghipnotis telinga, untaian makna yang menggiring pikiran merasakan surga akan diorasikan melalui spanduk kampanye. Tulisan kata sempurna akan terpasang memenuhi ruas jalan. Janji demi janji tersusun dengan rapi tanpa ada cacat akan menghiasi sepanjang jalan ibu Pertiwi. Foto-foto dengan gaya senyum manis menjadi gambaran janji manis yang melenakan.

Bahasa Spanduk

          Spanduk sendiri merupakan sebuah media komunikasi luar ruang yang dipajang untuk memberikan pesan mendalam bagi pembaca. Pesan ini sebagai alat untuk menyampaikan keinginan dari isi spanduk tersebut. Spanduk sendiri masuk dalam golongan komunikasi persuasif (Maulana dan Gumelar, 2013).

          Persuasi dalam KBBI memiliki arti ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek yang baik meyakinkannya. Adapun persuasif sendiri dalam KBBI sebagai bentuk bujukan untuk meyakinkan dengan cara halus.

          Kedua istilah di atas dapat dipahami bahwa bahasa spanduk tidak lain adalah bahasa yang mengajak para pembaca untuk yakin pada sebuah tulisan yang menarasikan sebuah janji. Bujukan halus ini seakan-akan mendapatkan diskon besar-besaran yang membuat orang melihatnya mampu tergiur.

          Spanduk yang berukuran besar dengan kalimat yang sederhana mampu membawa pembacanya yakin seketika. Warna yang mencolok mampu menarik perhatian untuk dibaca. Foto yang gagah menambah artistik spanduk tersebut.

          Spanduk capres dan cawapres bagian alur cerita politik lima tahunan Indonesia. Banyak target yang diumbar melalui tulisan yang diikat dari tiang ke tiang yang lain. Untaian kata demi kata mampu mendoktrin pembacanya akan adanya perubahan. Bahasa rakyat pun menjadi pilihan susunan kalimat yang digunakan sebagai bentuk kepedulian dalam menyentuh hati rakyat.

          Sebagai pembaca tentunya akan terpengaruh dari segi bahasa yang dibangun entah bahasa akan dijalankan ataupun dihiraukan. Hemat penulis, bacaan yang ditonton bermodalkan spanduk menjadi modal dusta yang selalu hidup dan berkembang menjelang pemilihan umum. Modal gaya bahasa pembangunan, perubahan, perbaikan nasib, kesejahteraan sosial, pembebasan kaum tertindas hingga keadilan merata yang sekadar tulisan.

Merespon Spanduk Janji

          Menghiraukan atau percaya pada tulisan yang berdiri tegak maupun terikat dengan aroma politik presiden bagian pilihan pembacanya. Meresponnya tidak cukup dengan harapan serta keikutsertaan dalam menyukseskan pemilihan umum yang memberikan suara tanpa pengawasan. Jika spanduk bahasa janji memenuhi jalanan kota hingga pedesaan, maka suara bahasa menagih janji kepada mereka tidak boleh kalah.

          Pentingnya menggunakan cara etis dan elok dalam memberikan sebuah harapan perubahan-perubahan kepada masyarakat tanpa harus bergaya janji manis. Semakin banyak bahasa politik dalam hamparan spanduk, tentu dapat diidentifikasi bahwa akan banyak yang dilupakan. Secercah harapan selalu diumbar dalam tahun politik yang pada akhirnya menjadi abu yang beterbangan.

          Pandangan penulis dalam menanggapi spanduk politik membentuk dinamika perpolitikan lima tahunan tersebut perlu dipandang penting dalam menentukan nasib bangsa Indonesia. Menjaga amanah menghasilkan nasib baik yang akan menghampiri bangsa kita. Sebaliknya ketidakwaspadaan dalam memaknai sebuah janji calon pemimpin yang berlomba-lomba setiap lima tahunnya akan menghasilkan malapetaka yang akan memperburuk keadaan rakyat Indonesia.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img