spot_img
Wednesday, February 5, 2025
spot_img

WEEKEND STORY, Emak-Emak Multitalenta

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Ngebass Ngedance, Wanita 43 tahun ini konsisten di jalannya. Ia bassist di sebuah band indie sejak muda, juga ngedance. Kini buka kelas berbagi ilmu. Didukung keluarga, ia tambah semangat. Begitulah Vrita Rahma Andiny.

Wanita asal Bareng Kota Malang ini memilih jalan lain kala bergabung di band. Vrita Rahma Andiny menjatuhkan pilihan sebagai seorang bassist. Itu sejak lama hingga kini sudah jadi emak-emak.

-Advertisement-

Vrita bukan baru ngebass. Ia sudah lama, bahkan mencatat prestasi.  Pernah dianugerahi  The Best Bassist (Bassist terbaik) se-Jawa Bali antara akhir 1990an atau awal 2000.

Ia pun beberapa kali dipercaya menjadi band pembuka untuk band besar kala itu. Kiprah itu pun tentu bukan hal mudah, apalagi bagi Vrita yang mulai cinta pada dunia musik saat SMA. Perjalanan karir musiknya bermula ketika kepindahannya dari Jember ke Malang semasa SMA. “Awal mula ngebass, itu SMA kelas 2 di SMAN 8 Malang dengan Band Violet namanya. Saya sebetulnya tidak bisa ngebass, tapi karena saat itu bassist Violet keluar, kemudian mengisi jadi bassist setelah ditawari oleh teman. Saya tidak bisa alat musik apapun, walaupun pernah les piano. Akhirnya ya belajar dulu, belajarnya otodidak dan sharing sama teman-teman,” kenangnya.

Begitu terus yang dilakukan Vrita. Tiap kali ada jadwal untuk tampil manggung, Vrita baru berlatih. Tidak disangka, ia bisa  mengimbangi para pemain Band Violet yang keselurahannya perempuan. Tidak main-main, genre yang dibawakan pun sangat jarang dipilih oleh kalangan perempuan saat itu. Yakni alternative rock. Vrita sukses melibas habis genre tersebut dengan baik. Padahal kala itu tak banyak laki-laki  yang menguasai teknik  yang ada di lagu-lagu bergenre alternative rock.

“Ya contohnya semacam Cranberries, Dream Theater, Red Hot Chilli Paper, The Corn sampai Limp Bizkit. Kalau mau ngulik lagu, harus berkumpul untuk mencari dan mencocokkan kord nada lagunya. Kalau sekarang bisa browsing. Jadi benar-benar manual menguliknya,” kenangnya.

Tempat berlatih Vrita dan kawan kawannya pun berpindah pindah. Terkadang berlatih di Studio Kangean, Studio Monstera hingga ANTZ Studio. Vrita menduga permainan bassnya merupakan warisan dari kakek neneknya 

“Mungkin ada bakat dari keluarga juga. Mungkin lebih cepat belajar, karena sering lihat om ku main, musisi juga. Hasilnya syukur sekali kalau kita ikut festival seringnya menang,” ungkap dia.

Berbagai panggung festival, baik di kampus maupun di kota- kota besar ia pun sering berpartisipasi. Singkat cerita karya Vrita dan kawan-kawan di Violet membuahkan hasil. Lagu-lagu buatan mereka kemudian juga mulai bergema lebih luas dan sempat masuk dalam sebuah album kompilasi bersama band-band besar.

“Hanya saja sekarang ini intensitas main memang berkurang. Pada waktu sebelum dan sesudah menikah pun terus main kok. Cuma sekarang kalau pas ada event tertentu saja,” tukasnya.

Begitu juga ketika telah melahirkan seorang anak. ‘Emak emak’ ini tetap setia menjadi seorang bassist. Ia pun memimpin komunitas bassist terbesar di Malang. Yakni  Kumpulan Bassist Malang (Kubam). Tepatnya sekitar 2018 lalu

Dalam komunitas ini, sekitar 200 anggotanya bisa saling berbagi tentang banyak hal seputar gitar bass. Selain itu juga di dalamnya banyak dibagikan informasi untuk even-even  yang bisa diikuti oleh anggota. Bahkan jual beli bass atau alat -alat penunjang lainnya.

Tidak hanya dalam dunia musik, perempuan yang kini berusia 43 tahun itu pun ternyata juga dikenal sebagai penari. Ia cukup lama berkecimpung dalam bidang tari. Bahkan sebelum terjun di dunia musik. Perempuan multitalenta ini juga sering ikut dalam berbagai event.

Namun baru pada 2019 ia kemudian membuka kelas dance untuk jenis K-Pop hingga Hip Hop. Kelas dance tiap seminggu sekali dan diikuti oleh sejumlah orang.

“Ketika even  perayaan Kota Malang seperti event 108 atau even  109 itu juga mereka aku ajak meskipun pemula. Kita berlatih kadang di Studio MD Jaksa Agung Suprapto selain di rumah ya,” sebutnya.

Menurut alumnus STIE Malangkucecwara ini, menjadi seorang ibu yang merupakan musisi perempuan sekaligus penari, tidak gampang karena harus pintar membagi waktu. Ia mengaku, dukungan keluarga menjadi salah satu kuncinya.

“Ya harus sabar terus, harus ada waktu khusus buat keluarga. Semua keluarga selalu support jadi mereka sudah mengerti. Anak-anak ku contohnya, Alhamdulillah sudah  paham. Kalau agak lama kegiatan di band, setelahnya mungkin saya ajak mereka main,” bebernya.

“Tentu ada pengorbanan waktu, tenaga hingga materi. Tapi tidak apa-apa asalkan kegiatan ini untuk kebaikan. Yang terpenting adalah konsisten dan tekun, prestasi tentu mengikuti,” sambungnya.

Bassist Nyawa Band

Banyak orang beranggapan vokalis dan gitaris menjadi pemegang peran utama dalam sebuah band. Padahal, tiap personel punya peran penting masing- masing untuk menghasilkan sebuah harmoni.

Hal itu ditegaskan  Vrita Rahma Andiny. Bassist Violet Band, salah satu band indie yang masih eksis hingga sekarang sejak tahun 90-an. Menurut Vrita, seorang pemain bass bahkan baginya menjadi ruh utama dalam sebuah band.

“Permainan bass bagi saya itu nyawanya sebuah band. Kalau tidak ada bass, walaupun low, tapi dalam suatu lagu itu jadi nyawanya. Ya memang ada yang menilai bass itu kurang greget atau kurang terlihat ya, apalagi alat musiknya juga berat. Jadi memang kurang populer saja dibanding lainnya. Tapi tetap, bass itu juga punya peran penting,” tuturnya.

Bagi Vrita, permainan bass sebenarnya juga relatif lebih mudah dipelajari. Lalu permainan bass juga sangat mengasyikkan ketika mengisi sebuah lagu. Sehingga sebuah lagu akan lebih mengena ketika permainan bass juga kreatif dalam memainkannya.

Meski demikian, ia tidak menampik kini sudah mulai banyak terlihat peminat untuk menjadi pemain bass. Bahkan untuk perempuan juga yang merupakan minoritas.

“Kita di Kubam (Kumpulan Bassist Malang) itu ada sekitar 200 anggota. Perempuannya ngga lebih dari 10 orang. Ya memang masih sedikit, tapi sudah lebih banyak dibandingkan dulu,” tukasnya. 

Meskipun menjadi minoritas, buktinya kini mulai banyak bassist perempuan yang muncul dan meraih prestasi. Hal ini membuktikan bahwa perempuan punya potensi dalam hal apapun sama seperti seorang laki-laki.

Vrita pun menekankan agar seorang perempuan harus mampu memunculkan bakat dan potensinya masing-masing. Tidak harus di bidang akademik, tapi juga non akademik. Tidak hanya bidang tari seperti kebanyakan perempuan, namun juga musik atau apapun itu yang bersifat positif.

“Khususnya cewek jangan takut. Memang bassist itu tidak populer. Tapi coba lebih sering dengerin permainan bass seperti apa. Saya yakin nanti pasti lebih senang. Contohnya ada, anaknya temanku tiba-tiba ingin les bass ke aku.  Artinya bass ini juga mulai dikenal anak-anak,” pungkasnya. (ian/van)

-Advertisement-

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img